Bagikan:

JAKARTA - Film Elvis mengisahkan kehidupan dan karier penyanyi dan aktor Elvis Presley (diperankan oleh Austin Butler), dari masa kecilnya hingga menjadi bintang rock and roll dan bintang film, serta hubungannya yang rumit dengan manajernya, Kolonel Tom Parker (diperankan oleh Tom Hanks).

Elvis Presley bisa dibilang merupakan salah satu tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah musik populer. Kehadiran dan perjalanannya di kancah hiburan Amerika Serikat dengan berbagai hal ikonis darinya membuatnya menjadi sosok yang sangat menarik untuk diadaptasi ke bentuk biopik.

Namun, itu juga membuat menceritakan kisahnya menjadi tantangan yang unik. Segala sesuatu tentang Elvis -- jatuh-bangun dan semua hal yang terjadi di antaranya, begitu terukir dalam sanubari banyak orang. Kehidupannya bagaikan sebuah mitologi -- penuh dengan imajinasi dan misteri, bahkan hingga hari ini.

Meski berjudul Elvis, penonton akan mendapatkan ceritanya dari sudut pandang sang manajer -- sosok yang dituduh merupakan penyebab utama menurunnya kesehatan, meredupnya masa keemasan, hingga kematian muda sang musikus.

Berperan sebagai tokoh yang begitu manipulatif, Tom Hanks memberikan penampilan yang sesekali membuat penonton bergumam sebal karena aksinya mempengaruhi Elvis. Bisa dibilang, aksi Hanks kali ini cukup baru di sepanjang karier aktingnya.

Sementara Austin Butler, aktor berusia 30 tahun yang memerankan Elvis, memiliki bentuk mata dan bibir yang cukup mirip dengan sang legenda rock and roll. Tak hanya itu, ia juga melakukan peniruan yang cukup baik dari aksen hingga gaya dan aksi panggung Elvis.

Tidak berlebihan apabila mengatakan Butler sama mempesonanya seperti pelantun "Can't Help Falling in Love" tersebut. Lirikan mata, tarian, cara ia berbicara -- semuanya dilakoni dengan sempurna oleh Butler.

Dinamika yang terjadi di antara hubungan Parker dan Elvis pun menarik untuk disimak, memberikan perspektif baru akan apa yang terjadi sebenarnya di antara dua pria yang terlihat begitu solid, namun ternyata begitu menghancurkan -- mengikis segala hal yang bersinar dalam Elvis -- tahun demi tahun.

Bagaimana pengaruh Parker begitu besar dan membuat sang raja rock and roll menjadi begitu rapuh, menjauhkannya dari keluarga, dan mimpi-mimpi besarnya tidak bisa digapai -- meskipun Elvis memiliki idealisme sendiri dan menjadi rebel.

Hal lainnya yang membuka wawasan dari film ini adalah bagaimana seorang Elvis "ditemukan" dan "tercipta". Elvis lahir pada 8 Januari 1935 di Tupelo, Mississippi, sebagai putra dari pasangan Gladys Love dan Vernon Elvis Presley. Sejak kematian saudara kembarnya, Elvis menjadi sangat dekat dengan ibunya. Hal ini kemudian mempengaruhi perjalanan tumbuh dewasa dan emosionalnya.

Dari sisi musikalitas, Elvis tumbuh di lingkungan gereja dan dekat dengan warga kulit hitam, yang pada zaman itu tak lepas dari diskriminasi dan rasisme di Amerika Serikat.

Pengaruh musik terawal Elvis diketahui datang dari musik gospel. Dengan lingkungan sekitarnya, ia kemudian terpengaruh oleh genre lainnya seperti rhythm and blues (R&B), blues, country, dan rock. Hal itulah yang membentuknya menjadi seorang ikon musik yang melegenda, dan menjadikannya musikus dengan penjualan rekaman terbesar sepanjang masa.

Film yang tayang perdana di Festival Film Cannes 2022 ini menceritakan kedekatannya dengan ras kulit hitam dan tariannya yang dianggap senonoh waktu itu, ternyata mampu menjadi sesuatu yang politis -- terlepas karier utamanya sebagai seorang penyanyi.

Film juga menampilkan momen-momen penting dalam kehidupan Elvis. Mulai dari kehidupan awal, rekaman pertama dengan Sun Records kemudian RCA, penampilan televisi nasional pertama, Hollywood, pelayanan militer, "Elvis: the '68 Comeback Special", penampilannya di The International Hotel, keluarga kecilnya, hingga pengaruh obat-obatan.

Bicara soal keluarga kecil, penampilan Olivia DeJonge sebagai Priscilla Presley juga tak kalah mencuri perhatian. Ia membuktikan kemampuannya berakting di film dengan genre drama, setelah biasanya terlibat di film/serial horor dan thriller. DeJonge memberikan warna baru dalam film ini.

Dikutip dari ANTARA, keasyikan dari film tak lepas dari sutradara di balik kamera. Sineas asal Australia, Baz Luhrmann, merupakan nahkoda dari film "Elvis", dan bisa dibilang cukup sukses dalam mengemas film dalam bentuk yang menyenangkan serta emosional, terlepas dari durasi yang panjang (159 menit).

Luhrmann dikenal dengan gaya penyutradaraan yang terbilang "nyentrik", flamboyan, dan sangat individual. Di film ini, ia terlihat masih mempertahankan gaya tersebut.

Sutradara The Great Gatsby (2013) itu masih mengandalkan warna-warna cerah khasnya, pemotongan (cutting) gambar dan zoom kamera yang cepat, serta kostum yang berani adalah ciri utama dari film-filmnya dan membantu Luhrmann dalam mengedepankan tema dan motif yang dia anggap penting dalam setiap karyanya.

Tak hanya itu, perpaduan unik dari referensi budaya pop ditambah dengan koreografi, hingga percikan animasi-animasi di dalam Elvis, menciptakan pengalaman menonton baru bagi audiens, meski terdapat beberapa kritik bahwa hal-hal tersebut justru "mengganggu", sebagaimana kritik yang ia terima di film-film sebelumnya.

Jika diulik lebih dalam, sebenarnya misi Luhrmann jelas -- ia ingin menciptakan sinema dengan partisipasi dan emosi penonton. Kecintaan Luhrmann pada plot yang luas atau bidikan kamera yang bergerak cepat, bukan untuk membuat film yang halus dan akurat, melainkan, ia berharap untuk menghibur penontonnya.

Bagi Anda yang mencintai Elvis Presley dan menantikan untuk berdendang bersama dengan sang idola, jangan khawatir! Lagu-lagu populer Elvis dengan apik disematkan di rangkaian adegan untuk menunjang jalan cerita dan membuat film menjadi lebih seru untuk disaksikan.

Secara keseluruhan, Elvis merupakan sajian biopik yang rasanya dibuat dengan penuh ketulusan dan kehormatan kepada sang legenda musik '50an ini. Tak hanya menjadi obat rindu bagi para penggemarnya, film ini juga menjadikan Elvis Presley sosok yang abadi dan layak untuk terus dikenang.