JAKARTA - Sebagai sutradara dan ayah dari 6 anak, Hanung Bramantyo ingin mengenalkan anak-anaknya dengan sosok pahlawan super lokal sejak dini, sebelum mereka mengidolakan tokoh-tokoh pahlawan luar negeri.
Cara terbaik mengenalkan anak-anak dengan pahlawan super lokal, menurutnya, adalah lewat bercerita. Karena itu Hanung mengenalkan sosok seperti keluarga Pandawa, Kurawa, serta berbagai kekuatannya dan pertarungannya lewat film Satria Dewa: Gatotkaca.
"Kalau anak kecil, selama ceritanya seru, dia akan ikut aja. Jadi tergantung kita bisa nyeritain dengan seru atau enggak," ujar Hanung dikutip dari ANTARA, Senin, 17 Mei.
Sutradara Hanung Bramantyo mengungkap biaya pembuatan film Satria Dewa: Gatotkaca mencapai lebih dari Rp20 miliar. Film pahlawan super memang membutuhkan biaya yang cukup besar, apalagi jika menggunakan CGI (Computer Generated Imagery) dan visual effect yang dikerjakan dengan sangat detail.
Meski demikian, Hanung membocorkan bahwa film ini memakan biaya Rp20 miliar-Rp24 miliar. Menurutnya, masih murah dibandingkan dengan film pahlawan super lain dari Hollywood terutama.
"Budget-nya sekitar Rp20 miliar sampai Rp24 miliar. Jadi kalau ada orang bilang ini budget-nya Rp80 miliar itu enggak benar. Enggak ada separo-separonya budget film superhero yang ada, bahkan yang ada di Indonesia," ujar Hanung dalam peluncuran trailer "Satria Dewa: Gatotkaca" di Depok, Jumat.
Hanung mengatakan dalam membuat film pahlawan super tidaklah mudah, dibutuhkan support system yang cukup kuat, di antaranya CGI dan efek 3D.
Kekuatan CGI dan efek 3D bertujuan untuk membangun imajinasi penonton akan pertempuran epik seperti yang sering digambarkan oleh Disney dan Marvel Studio.
Menurut Hanung, jika kedua hal tersebut tidak kuat dan intens, maka penonton film pahlawan super akan kecewa dan lebih memilih menyaksikan film dari luar negeri.
"Makanya saya bekerja sama dengan Lumine Studio, dengan Mas Andi sebagai komandonya di situ, itu betul-betul pada saat kita men-development ini, saya sudah membayangkan bahwa saya pengin ini kejadian seperti ini, kekuatan supernya bisa terwujud seperti ini," katanya.
"Jadi, Mas Andi betul-betul memberikan support itu. Kalau enggak ada itu, kita bubarlah. Enggak bisa mewujudkan gagasan kita. Dan anak-anak sekarang enggak akan mungkin bisa kerangkul itu semua," lanjut Hanung.
BACA JUGA:
Hanung juga mengatakan bahwa Gatotkaca yang ditampilkan dalam filmnya merupakan perwujudan yang lebih modern dari cerita klasiknya. Namun, ia tetap menampilkan ciri khas dari Gatotkaca seperti kumis dan baju zirahnya.
"Kita buat modern, dulu orang gagah itu selalu berkumis, makanya jadi simbol maskulinitas, sekarang makin klimis makin maco tapi kumis itu tidak kita hilangkan, kumisnya kita buat seolah-olah itu aksen," jelas Hanung.
Selain kumis, Hanung juga mempertahankan kutang Antakusuma atau pakaian yang membuat Gatotkaca bisa terbang meski tanpa sayap. Selain itu, ada juga bintang yang terdapat di dada Gatotkaca.
"Memang kita modif bintang itu yang keren buat anak-anak sekarang," ujar Hanung Bramantyo.