Sebagai Ketua DPC PDIP Surakarta, peran FX Hadi Rudyatmo dalam perjalanan politik Gibran Rakabuming Raka terekam jelas. Hal yang sama terjadi pada Jokowi saat pertama terjun di pentas politik. Ketika ada yang menapikan perannya itu, dia tak risau. Karena ia yakin sejarah yang akan mencatat dan membuktikan semuanya di kemudian hari.
***
Gonjang-ganjing soal Gibran Rakabuming Raka yang akhirnya maju sebagai cawapres mendampingi Prabowo Subianto membetot perhatian publik seantero negeri. Soalnya, putra sulung Presiden Jokowi ini sebenarnya dari sisi usia belum cukup untuk menjadi capres dan cawapres karena usianya masih di bawah 40 tahun, seperti yang tertulis dalam UU. Tapi tak ada masalah yang tidak ada solusinya. Gugatan atas materi UU itu bukan dilakukan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Beberapa pihak melakukan gugatan atas pasal yang menghalangi langkah Gibran untuk maju sebagai cawapres.
Peran Anwar Usman sebagai paman dari Gibran pun ternyata tak bisa dipandang sebelah mata. MK mengabulkan sebagian gugatan dari mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Meski soal usia tidak dikabulkan, namun pengalaman pernah menjadi kepala daerah menjadi pintu masuk yang pas untuk Gibran. Jadi, meski dia belum 40 tahun karena sudah pernah menjadi Wali Kota, dia lolos dari lubang jarum. “Kalau soal hukum saya tidak paham, kan saya ini cuma tukang las,” tukasnya.
Ketua DPC PDIP Solo FX Hadi Rudyatmo termasuk salah satu pihak yang banyak dimintai komentar atas perjalanan politik Gibran yang begitu drastis, terutama setelah resmi mendampingi Prabowo sebagai cawapres. Salah satu yang digarisbawahi adalah soal attitude. “Jadi orang itu kalau datang tampak muka, pulang tampak punggung,” tegas FX Rudy begitu dia biasa disapa soal Gibran yang belum juga mengembalikan KTA PDIP.
Kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, dan Irfan Medianto dari VOI yang menyambanginya di kediaman pribadi di bilangan Jebres, Surakarta, pada Sabtu 18 November, ia bicara blak-blakan soal sosok dan kiprah Gibran Rakabuming Raka dan juga Presiden Joko Widodo di tengah hiruk-pikuk politik Indonesia yang seperti drama. Inilah petikan selengkapnya."
Pernyataan Anda tentang permintaan Presiden Jokowi soal keinginan Gibran Rakabuming yang mau menjadi calon Wali Kota Surakarta, padahal saat itu PDIP sudah punya calon, menjadi perhatian banyak pihak. Apa motivasi Anda mengungkap hal ini?
Saya sudah membukanya sejak dulu tapi kepada media lokal. Sekarang persoalan ini kembali heboh setelah ada peristiwa politik Gibran menjadi cawapres Prabowo Subianto, padahal dia masih kader PDIP.
Bisa diceritakan awal mula Gibran ingin menjadi calon Wali Kota padahal dia dulu berbisnis?
Jadi saat Pak Jokowi menemui saya itu, bilang ini tak ada angin tak ada hujan, tiba-tiba Gibran minta maju sebagai calon Wali Kota Surakarta. Saya bilang kepada Pak Jokowi kalau kita sudah melakukan proses penjaringan dari musyawarah ranting hingga cabang, dan calonnya sudah ada, yaitu pasangan Purnomo-Teguh. Saya bilang semua sudah lengkap dan tinggal laporan ke DPP PDIP.
Dalam aturan partai itu jelas, calon kepala daerah, calon legislatif harus menjadi anggota PDIP minimal dua tahun. Nah, ini Gibran belum menjadi anggota. Tapi kalau memang punya kehendak seperti itu, silakan matur sama Ibu Ketua Umum, karena dia punya hak prerogatif untuk memutuskan. Siapa pun yang direkomendasikan oleh Ketua Umum, saya siap untuk memenangkan.
Lalu?
Setelah itu bulan September 2021, Gibran datang ke kantor PDIP untuk mengambil formulir menjadi anggota. Syarat menjadi calon ada KTA. Saya sempat kaget, kok bisa begini. Sembari menunggu rekomendasi dari Ketua Umum turun, saya masih tetap mengusung pasangan Purnomo-Teguh. Jelang rekomendasi turun, saya dipanggil ke DPP. Saat ditanya DPP, saya tetap mengatakan Purnomo-Teguh sesuai dengan aturan partai. Lalu pulang ke Solo, namun beberapa hari kemudian saya dan Pak Purnomo dipanggil ke istana, diberi pengertian kalau rekomendasi akan diberikan untuk Gibran. Sebagai gantinya, Pak Purnomo ditawari menjadi komisaris utama sebuah BUMN. Setelah itu, rekomendasi turun untuk Gibran.
Karena rekomendasinya untuk Gibran, saya menggerakkan seluruh elemen partai untuk mendukung pasangan Gibran-Teguh. Dan seluruh kader tunduk pada saya. Saya yang mengenalkan Gibran ke seluruh pengurus dan simpatisan PDIP. Kalau ada yang bilang yang memilih rakyat, iya tapi rakyat yang dikoordinir dan diakomodir oleh partai. Kalau merasa yakin bisa dipilih rakyat, mengapa tidak maju dari jalur independen.
PDIP di Surakarta ini solid sekali, siapa pun yang mencalonkan bisa menang, apa rahasianya?
Kader-kader partai di Solo ini selalu saya beri bekal, kalau mau masuk PDIP itu jadilah kader militan dan punya komitmen, jangan jadi kader loyalis. Maksudnya kalau perintah engga ada, apa-apanya engga berangkat. Kalau militan, diperintah jalankan, dan (Gibran) menang 82,9 persen.
Atas suara menapikan kader PDIP yang sudah berjuang memenangkan Gibran, ada yang bertugas mengawal suara, jadi saksi di TPS, dll., kecewa saat dia bilang seperti itu. Tapi saya sudah berpesan kepada kader saya, kalau masuk partai politik itu siap-siap kecewa dan siap dikecewakan.
Setelah Gibran menang jadi Wali Kota, saya ditelepon Pak Pramono Anung, dia bilang kalau Ibu Mega sudah setuju untuk saya jadi Wamen PUPR. Pak Pratikno juga mengabarkan hal yang sama. Yang ketiga, Gibran juga mengabarkan hal itu. Tapi tawaran itu saya tolak, karena saya lebih mengutamakan persahabatan dengan Pak Purnomo daripada sebuah jabatan. Pak Purnomo juga tidak menerima tawaran jadi komisaris BUMN dengan alasan sudah tua.
Selain itu, apa ada tawaran jabatan lain untuk Anda?
Kalau tawaran langsung tidak ada, tapi pembicaraan yang tersebar, saya dengar. Apa pun itu, saya tetap tidak akan menerimanya.
Sebenarnya, Gibran mau jadi calon Wali Kota itu keinginan Pak Jokowi, Ibu Iriana, atau Gibran sendiri?
Kalau itu strategi mereka ya, yang mengemukakan pertama kepada saya itu Pak Jokowi.Tidak ada angin, tidak ada angin, tidak ada hujan tibatiba Pak Jokowi bilang Gibran ingin jadi Wali Kota.
Soalnya sebelum itu kita tidak mendengar Gibran tertarik pada politik karena lebih memilih berbisnis, apakah Anda juga mendengar hal sama?
Anak-anaknya Pak Jokowi; Gibran dan Kaesang itu memang tidak tertarik pada politik. Bahkan Gibran bilang hanya ingin bisnis saat ditanya wartawan. Tapi kenyataannya tidak begitu sekarang. Sekarang mau berdalih apa silahkan. Makanya saya terkejut saat Pak Jokowi mengatakan keinginan Gibran mau maju jadi calon Wali Kota. Petugas partai adalah yang ditugasi partai untuk meraih kekuasaan, dan kekuasaan itu untuk kesejahteraan rakyat.
Setelah Gibran menjadi Wali Kota, seperti apa hubungan Anda dengan dia?
Komunikasi jarang, balas matur nuwun atau terima kasih saja enggak kok. Kalau di-WA, jawabannya lama. Jadi dia masih menganggap saya tidak memenangkan dia. Untung saya punya 30 kursi di DPRD dari 45 anggota, jadi dianggap enggak memenangkan, ya tidak apa-apa. Orang Jawa bilang ini seperti kacang lupa pada kulitnya.
Saat hendak maju sebagai cawapres, apakah dia juga bilang pada Anda?
Enggak, dia (Gibran) selalu bilang sebagai kader PDIP Perjuangan, tegak lurus pada Ketua Umum PDIP. Begitu terjadi seperti itu, ya sudah, saya membuat surat ke Gibran. Isinya: orang itu kalau datang tampak muka, pulang tampak punggung. Kemudian dalam perkembangannya, Mbak Mega di-bully karena dia dianggap berdiri di atas dua kepentingan. Saya kemudian bicara. Saya minta dia yang dulu datang meminta KTA PDIP, sekarang ayo kembalikan dengan baik-baik KTA PDIP. Mundur dari PDIP.
Sebelum Anda mengeluarkan pernyataan keras itu, adakah Gibran menghubungi Anda?
Tidak ada, WA saya saja tak dibalas. Saya terakhir bertemu itu setelah Rakernas PDIP beberapa waktu yang lalu. Saat saya berada di Vatikan, dia menghubungi mau sowan untuk konsultasi dan koordinasi. Saya jawab saya saja yang ke kantor Wali Kota, meski saya Ketua DPC PDIP.
KTA PDIP Gibran, apakah sudah dikembalikan?
Sampai saat ini belum, padahal dia bilang akan mengembalikan. Ya sudah, kalau begitu tutup buku. Artinya sudah tak lagi menjadi kader PDIP.
Apakah dia berkomunikasi dengan DPP PDIP?
Kalau itu saya tidak tahu, saya urusannya hanya DPC PDIP saja.
Jadi dua kali Gibran ini tiba-tiba bikin kaget?
Oh ya, pertama saat ingin menjadi Calon Wali Kota, dan sekarang saat hendak menjadi Calon Wakil Presiden. Agar Mbak Mega tak dianggap berdiri di dua kaki dan Pak Jokowi juga begitu, saya mohon Mas Gibran untuk mengembalikan KTA PDIP.
Apakah Jokowi sempat berkomunikasi dengan Anda soal rencana Gibran mau maju sebagai cawapres?
Tidak ada. Tidak ada komunikasi soal itu.
Secara usia, Gibran itu tidak memenuhi syarat, namun MK akhirnya mengeluarkan putusan yang membuat dia bisa maju sebagai capres. Itulah keyakinan saya, karena UU-nya bunyinya jelas. Setelah putusan MK pun, Mas Gibran masih sempat ngomong tegak lurus. Belakangan dia diusung oleh Partai Golkar. Berikutnya soal putusan MK ini, saya serahkan kepada mereka yang paham soal hukum bagaimana selanjutnya. Soalnya saya tidak paham soal itu. Saya kan cuma tukang las.
Anda kaget tidak mendengar pernyataan dan sikap Presiden Jokowi yang mulanya bilang tegak lurus pada PDIP dan Ketua Umum, tiba-tiba mendukung kader dari partai lain sebagai Capres?
Ya, kaget. Tahun 2022 setelah pulang dari Gunung Sinai, saya ditanya oleh dia. “Bahasa langitnya apa Mas (untuk Pilpres 2024)? Saya jawab bahasa langitnya Ganjar Pranowo. Dia tanya lagi untuk wakilnya siapa? Kalau wakil, terserah siapa saja. Setelah dapat rekomendasi, harusnya kembali lagi ke Gunung Sinai. Ya itulah yang bisa kita lakukan, berdoa, materi saya enggak punya.
Saat pengumuman nomor urut capres capres di KPU, sempat viral video Kaesang yang didampingi Gibran sungkem pada Ketum PDIP Megawati, bagaimana Anda melihatnya?
Itu kan ada dua video yang beredar. Video pertama kan terlihat kalau Mbak Mega menerima salaman dari putranya Pak Jokowi, Mas Gibran, dan Mas Kaesang. Tak ada dia menolak untuk salaman. Saya kira itulah yang digoreng di media sosial, seolah-olah Mbak Mega menolak salaman. Silahkan rakyat bisa menilai apa sebenarnya yang terjadi. Cuma saya minta jangan dibully Ketua Umum saya, itu saja. Perintahnya tetap kawal Presiden Jokowi sampai selesai tugasnya. Kurang ada apa lagi Mbak Mega, kualat nanti lho kalau kebangetan.
BACA JUGA:
Saat menjadi presiden, Megawati Soekarnoputri sempat memberikan kewarganegaraan kepada Prabowo yang ketika itu sempat stateless, apakah Anda mendengar kabar itu?
Ya itu benar. Termasuk juga Ganjar ikut memperjuangkan dua kewarganegaraan. Kemudian dibuatkan UU-nya. Jadi apa yang disampaikan Ketua Umum saya itu tidak ada yang bohong. Dia bilang Rudy itu tak ada apa-apanya kalau tidak ada partai, ya memang begitu. Saya ditugaskan partai meraih kemenangan, dan itu untuk kepentingan rakyat.
Anda sendiri sejak kapan masuk PDIP?
Sejak 1975 saya sudah masuk PDIP. Saya berjuang dari bawah; sampai akhirnya Ketua DPC PDIP Surakarta. Dan menjadi calon wakil wali kota mendampingi Pak Jokowi. Awalnya saya diminta jadi Calon Wali Kota, namun saya sadar diri. Saya ini minoritas, pengalaman belum ada. Kalau memang meminta saya biarlah saya jadi wakil dulu. Jadi saya bisa belajar dulu. Dicari kemudian bertemulah Pak Jokowi, saya mendampingi sebagai calon wakilnya. Sebelum diputuskan diadakan konvensi internal di PDIP Solo. Ada beberapa pasangan; Pak Jokowi dan saya, Pak Warsito dengan Pak Abimanyu, Pak Farid Badris dengan Pak Fathoni dan Slamet Suryanto dengan Engkinator Sapto. Pak Jokowi dan saya dapat 254 suara. Suara terbanyak inilah yang dikirim ke DPP PDIP.
Sebelum itu apakah Pak Jokowi pernah terlibat politik?
Belum pernah, makanya ada penolakan dari satgas. Saya yang harus meyakinkan satgas PDIP. Saya lalu mengenalkan Pak Jokowi ke seluruh kota Solo. Sebelum pencoblosan dia tanya kepada saya, kita akan menang enggak? Saya bilang prediksi saya 38 persen.
Saat hendak menjadi calon Wali Kota Anda sempat bertanya kepada Jokowi, apa niatnya?
Dia tidak menjawab. Lalu saya terangkan saja kalau menjadi Wali Kota itu bukan untuk mencari pekerjaan dan jabatan atau uang. Tapi untuk melayani rakyat atau masyarakat. Kebijakan dari pak Jokowi saya yang mengeksekusi. Makanya saat dia akan ke Jakarta untuk menjadi calon Gubernur dia katakan kepada masyarakat untuk tak khawatir dengan Rudy.
Anda sempat cerita kalau Bu Megawati amat gigih memperjuangkan Jokowi, sampai dia harus berbeda pendapat dengan mendiang Taufik Kiemas, bagaimana ceritanya?
Ketua Umum saya itu kalau sudah punya keputusan apa pun risikonya siap menerima. Sampai, mohon maaf ini, saat itu Pak Taufik tidak menyetujui Pak Jokowi, namun Bu Mega tetap dengan pendiriannya. Karena berbeda pendapat sampai dua-duanya itu tidur sendiri sendiri selama 6 bulan, bayangkan seperti itu perjuangan dia.
Berikutnya setelah keadaan seperti sekarang kita mengikuti arahan Bu Ketua Umum, fokus memenangkan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
Sekarang dengan majunya Gibran sebagai Cawapres Prabowo, hubungan Bu Mega, kader PDIP dengan Presiden Jokowi kabarnya renggang, apa benar?
Ya jelas. Yang tadinya bilang tegak lurus, tegak lurus ternyata begitu akhirnya. Batin itu tak bisa dibohongi. Mau dibilang hubungannya renggang atau tidak namun Ketua Umum saya tetap menginstruksikan kawal Pak Jokowi sampai akhir jabatannya. Kurang apa itu.
Sampai saat ini Pak Jokowi masih anggota PDIP?
Ya masih, wong dia engga ngapa-ngapain, kecuali kalau dia nanti menjadi pembina salah satu parpol baru KTA dikebalikan atau mundur.
Setelah Gibran menjadi cawapres Prabowo dan hubungan PDIP dengan Presiden Jokowi dikabarkan renggang, terjadi pengintaian atas kantor DPC PDIP Surakarta, apakah sebelumnya pernah terjadi?
Selama saya menjadi Ketua DPC PDIP belum pernah kantor DPC PDIP Surakarta itu didatangi aparat kepolisian maupun TNI Polri tanpa ada koordinasi dan komunikasi sebelumnya. Itu yang memotret kejadian itu rakyat lho. Ini enggak benar, inilah awal dari intervensi dan intimidasi. Harus kita lawan.
Akhirnya Kapolres mengajukan permintaan maaf atas kejadian ini, bagaimana tangapan Anda?
Kalau itu dianggap salah dan minta maaf, saya tegaskan tidak ada yang perlu dimaafkan. Tapi mohon dengan sangat presiden menyampaikan kalau TNI, Polri, ASN harus netral.
Ada aksi pencopotan spanduk Ganjar di Sumatera Utara dan Yogyakarta, bagaimana Anda melihat peristiwa ini?
Apa bedanya spanduk Ganjar dengan caleg dan politisi lainnya. Itu cuma wajah dan perkenalan diri saja, belum ada ajakan untuk mencoblos kok. Kalau mau adil semua caleg ditertibkan. Maksudnya jangan tebang pilih, ketika pada Ganjar ada perlakuan seperti itu. Mestinya aparat itu netral dan tak memihak. Kepada kader saya katakan meski ada perlakuan seperti ini jangan terpacing untuk berbuat kasar.
Berdayakan DAS Bengawan Solo, FX Rudy Bikin Taman Sunan Jogo Kali
Dulu daerah aliran sungai (DAS) Bengawan Solo di Kelurahan Pucangsawit, Kecamatan Jebres, Surakarta adalah kawasan kumuh dan langganan banjir. Kini permukiman itu sudah direlokasi. Sempat terbengkalai dan menjadi semak belukar, kini diubah FX Hadi Rudyatmo bersama warga sekitar menjadi indah, namanya Taman Sunan Jogo Kali.
Di taman ini ada panggung yang bisa menjadi tempat pementasan musik dan kesenian lainnya. Ada pula kursi taman, perahu wisata dan wahana permainan anak-anak tersedia di tempat ini. Dan yang tak ketinggalan adalah stand UMKM yang menjajakan aneka makanan dan minuman mulai dari makanan ringan hingga hidangan berat seperti nasi, lontong.
“Kami mulai membuat taman ini sejak saya tidak lagi menjadi wali kota, Februari 2021. Pela-pelan akhirnya jadilah tempat ini,” Rudy saat ditemui VOI di Taman Joko Kali, Jebres, Surakarta, Sabtu 18 November.
Soal nama yang Taman Sunan Jogo Kali ternyata ada kepanjangannya. “Sunan Joko kali itu kepanjangan dari Senajang Uripe Nandang Atine Nelangsa, Jejeg Ora Goyah, Ora Goreh, KAnthi Linambaran Iman. Artinya meski hidup susah tetap lurus, tidak goyah dan khawatir. Berpegang pada iman dan kepercayaan pada Tuhan Yang Maha Esa,” terang pemilik nama lengkap Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo ini.
Kini Rudy dan warga sekitar yang berjualan di taman, menjadi juru parkir dan tenaga kebersihan bisa tersenyum. Taman Sunan Jogo Kali sudah menjadi destinasi wisata baru di Kawasan Jebres dan kota Solo bagian Timur.
Memang mayoritas pengunjungnya masih wisatawan sekitar. Namun satu dua ada juga yang berasal dari luar Solo. “Dulu di sini semak belukar setelah permukiman di sini direlokasi. Banyak ular dan hewan liar lainnya di sini. Sekarang sudah menjadi taman yang indah ini,” kata sembari menambahkan semalam bisa sampai 2000 pengunjung yang datang ke Taman Sunan Jogo Kali.
Keterbatasan dana tak membuat Rudy kehilangan akal. Ia mencari bahan-bahan bekas seperti bekas bongkaran halte, conblok yang sudah tak terpakai dan material bekas lainnya untuk mendandani taman ini. “Kami memanfaatkan material bekas di berbagai instansi. Dari pada tidak terpakai ya kami ajukan permohonan untuk dimanfaatkan di sini. Tapi tidak semua material bekas, ada juga material yang dibeli dalam kondisi baru. Tapi tidak banyak,” ungkap pria kelahiran Surakarta 13 Februari 1960 ini.
Yang menarik, untuk masuk ke taman ini tak dipungut biaya. Hanya persyaratannya pengunjung tidak boleh membawa makanan dan minuman dari luar. Peraturan ini tertulis jelas di pintu masuk taman. Dengan begitu UMKM yang berjualan di sini bisa menjual dagangannya.
Perahu Naga Basuki
Sungai Bengawan Solo yang tenang saat musim kemarau, juga dioptimalkan untuk perahu motor yang bisa membawa pengunjung ke arah hulu. Di pinggir dermaga terdapat sebuah perahu berhiaskan kepala naga. Nama perahu itu Naga Basuki, kok mirip dengan nama seorang Menteri Kabinet Indonesdia Maju?
Ya, perahu ini menurut FX Hadi Rudyatmo memang diambil dari nama Menteri PUPR Basuki Hadimuljono yang menyumbangkan perahu bermotor tersebut. “Perahu ini memang sumbangan Pak Basuki, sebagai bentuk penghormatan pada beliau yang sudah bermurahhati menyumbang kami sematkan nama dia di perahu ini,” ujarnya sembari menunjuk perahu yang sedang terparkir di dermaga kecil di sisi kali Bengawan Solo.
Pada hari Senin sampai Jumat buka jam 15.00 sampai sore. Sedangkan di akhir pekan buka pada pukul 10.00 sampai sore. Pengelola mematok tarif Rp30.000 kalau ingin dapat kupon kuliner. Dan hanya Rp20.000 tanpa kupon kuliner untuk bisa naik perahu.
Selain perahu naga Basuki, ada juga kano yang bisa membawa penumpang tunggal yang bisa digunakan untuk menyusuri sungai.
Mengelas Sendiri
Untuk pempercantik Taman Sunan Jogo Kali, Rudy tak segan turun tangan, bahkan dia mengelas sendiri beberapa bagian fasilitas taman, seperti stand untuk UMKM, panggung utama dan beberapa bagian lainnya.
“Karena saya sendiri yang ngelas, wartawan pada memberitakan. Eh ternyata jadi viral mantan Wali Kota jadi tukang las,” kata pria berkumis tebal ini terkekeh.
Rudy sama sekali tidak malu menjadi tukang las, meski sebelumnya ia pernah menjadi orang nomor satu di Kota Surakarta. “Kenapa harus malu, pekerjaan ini halal kok. Saya kan tidak merugikan orang lain lewat kegiatan yang saya lakukan. Jadi apa yang aneh dengan saya mengelas,” katanya Rudy yang juga menjadi pengumpul sampah yang bisa dijual kembali seperti botol bekas, drum bekas dan lain-lain.
Lewat aktivitas menjadi tukang las ini ada pesan moral yang ingin disampaikan Rudy kepada siapa pun yang pernah menduduki jabatan, baik sebagai wakil rakyat atau kepala daerah seperti Bupati, Wali Kota atau Gubernur. “Tak perlu malu dengan aktivitas tukang las dan mengumpulkan sampah. Yang penting apa yang kita lakukan ini halal,” katanya.
Melalui aktivitas yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat ini adalah cara yang jitu untuk dikenal. Tidak perlu neko-neko, apalagi sampai merugikan keuangan negara. “Cukup dengan gaji yang diberikan dan sisanya usaha. Ingat jabatan itu hanya sampiran, harta itu hanya titipan dan nyawa itu hanya pinjaman. Jadi harus dikelola dengan baik. Kekuasaan itu untuk kesejahteraan rakyat bukan untuk diri sendiri atau kelompok,” kata FX Hadi Rudyatmo menyudahi perbincangan.
"Menjadi Wali Kota itu bukan untuk mencari pekerjaan dan jabatan atau uang. Tapi untuk melayani rakyat atau masyarakat,"