Hegemoni platform asing atas kue iklan digital di Indonesia sudah sekian lama terjadi. Situasi ini kata Wakil Ketua Dewan Pers Muhamad Agung Dharmajaya harus dikurangi. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) yang kini sedang dipersiapkan, diharapkan bisa diatasi. Dengan demikian akan terjadi perimbangan pendapatan yang berkeadilan bagi insan pers dalam negeri.
***
Dalam acara puncak Peringatan Hari Pers Nasional 2023 di Medan Sumatera Utara, Presiden Jokowi memberikan peringatan kepada semua pihak atas kondisi yang tidak adil ini. Saat ini terdapat ketimpangan yang amat jauh antara pendapatan iklan di media digital platform asing dan media lokal.
“Keberlanjutan industri media konvensional juga menghadapi tantangan berat, saya mendengar banyak mengenai ini, bahwa sekitar 60 persen belanja iklan telah diambil oleh media digital terutama platform-platform asing, ini sedih loh kita," demikian Jokowi dalam sambutannya.
Desakan agar terjadi perimbangan dan keadilan dalam pendapatan iklan ini menurut Muhamad Agung Dharmajaya sudah selayaknya menjadi perhatian semua pihak. Tujuanya adalah pendapatan yang lebih baik bagi media nasional yang akan bermuara pada keberlanjutan industri media di tanah air.
“Kami memang menginginkan ada kesetaraan, sekarang memang masih tidak imbang. Inginnya lebih adil, berapa besarnya itu relatif. Kita ingin teman-teman yang melakukan kerja-kerja di dunia pers itu bisa menikmati jerih payahnya. Jadi semoga dominasi beberapa platform asing yang menguasai iklan digital selama ini bisa dikoreksi dan teman-teman di sini bisa mendapatkan jerih payahnya secara wajar, konsepnya bisa lebih berkeadilan,” ujar Agung.
Usulan atas terjadi perimbangan pendapatan iklan digital ini akan diatur dalam Perpres tentang Keberlanjutan Media (Media Sustainability). Produk hukum ini akan mengatur pola kerjasama dan hubungan antara media di Indonesia dengan platform global, demi ekosistem pers yang berkeadilan.
Sebelum acara puncak HPN 2023 jajaran Dewan Pers sudah menghadap Presiden Jokowi di Istana Negara untuk membicarakan Perpres ini. Dan Presiden menargetkan pembahasan draf Perpres ini bisa selesai dalam satu bulan.
“Selain kami punya draf, pemerintah juga punya. Nanti tinggal kita sinkronkan antara draf Dewan Pers dan punya pemerintah. Semoga dalam dua pekan pembahasan bisa selesai, jadi bisa memenuhi target yang diminta Presiden Jokowi,” kata Muhamad Agung Dharmajaya kepada Edy Suherli, Savic Rabos dan Rifai dari VOI. yang menemuinya di Kawasan Gading Serpong, Tangerang, belum lama berselang. Inilah petikan selengkapnya.
Dari sambutan Pesiden Jokowi di puncak acara HPN 2023 kemarin apa yang Anda digarisbawahi?
Banyak hal yang bisa menjadi catatan usai Presiden Jokowi memberikan sambutan dalam puncak acara peringatan Hari Pers Nasional 2023 yang berlangsung di Medan, Sumatera Utara 9 Februari. Pertama adalah otokriktik untuk insan pers di seluruh Indonesia agar bisa bekerja lebih baik, tetap profesional dan patuh pada kode etik. Kedua bahwa keadaan sekarang ini industri pers kita tidak sedang baik-baik saja, karena itu harus dilakukan pembenahan di sana-sini. Harapannya keberlangsungan media ke depan bisa dipertahankan bahkan kalau bisa lebih baik.
Semoga kepercayaan publik kepada media tidak tergerus meski sekarang banyak bermunculan platform media sosial. Persoalan hoaks juga sering dikaitkan dengan media. Padahal kalau media massa, berdasarkan UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, dalam memproses berita prosesnya panjang, sampai layak disajikan sebagai sebuah berita. Jadi kalau sumbernya dari media massa sangat kecil kemungkinan akan hoaks. Dan kalau pun itu terjadi ada mekanisme bagi masyarakat, lembaga yang merasa dirugikan untuk menyampaikan hak jawab.
Salah satu yang ditekankan oleh Presiden Jokowi soal kebebasan pers. Menurut Presiden kebebasan pers di Indonesia sudah terjadi, yang belum itu bebas yang bertanggungjawab, bagaimana Anda melihat realitas ini?
Selama ini persoalan 5W+1H sudah menjadi hal yang biasa. Namun kami juga menekankan 5W+1H+I (impact), Presiden Jokowi mengemasnya dalam istilah bertanggungjawab. Jadi kebebasan yang ada seperti amanat UU No 40 itu harus dibarengi dengan tanggung jawab. Saat membuat sebuah berita harus benar-benar dipertimbangkan sebelum disebar kepada publik. Apa dampak yang akan ditimbulkan setelah sebuah berita tersebar.
Dalam dua tahun terakhir Dewan Pers mendapat pengaduan yang meningkat signifikan. Rata-rata 800 aduan yang masuk per tahun. Dari sekian aduan itu terbanyak untuk media online. Ini bisa menjadi catatan agar teman-teman bisa lebih berhati-hati. Masih ada teman-teman yang beripikir kalau kecepatan menyampaikan berita itu yang utama, nanti kalau salah alasannya bisa diralat. Ini yang menjadi perhatian kita. Kecepatan memang perlu tapi akurasi juga tidak kalah pentingnya.
Apa yang dilakukan untuk mengatasi keadaan ini?
Uji kompentensi sangat diperlukan agar teman-teman pers bisa lebih baik. Kami memberikan uji kompetensi kepada teman-teman media di seluruh provinsi. Memang jumlahnya masih terbatas. Harapannya teman-teman bisa lebih meningkat kompetensinya. Ada tiga kategori; Muda, Madya dan Utama untuk kompetensi ini. Karena yang bisa kami lakukan terbatas kami mendorong teman-teman media untuk melakukan uji kompetensi secara mandiri.
Bicara soal aduan, tempo hari DPP PDIP mengadukan beberapa media soal pemberitaan HUT ke-50 PDIP, bagaimana progres-nya?
Kami sudah memanggil para pihak yang terlibat. Sudah ada perwakilan media yang datang, namun bukan pemrednya, hanya diwakilkan oleh divisi legal. Kami masih menunggu pemrednya untuk hadir. Merujuk kepada UU Pers karena ini output-nya adalah berita, hal ini tidak bisa masuk ke ranah pidana atau UU ITE. Persoalannya adalah etik, kalau tidak selesai dengan hak jawab dan internal koreksi. Jadi masih terus berproses untuk aduan PDIP ini, tunggu saja bagaimana akhirnya.
Selama ini ada MoU antara Dewan Pers dan Polri soal perselisihan antara insan pers dan nara sumber, masih ada yang belum paham, bagaimana Anda melihat hal ini?
Memang MoU ini masih belum tersosialisasi dengan baik. Masih banyak orang yang merasa dirugikan dengan pemberitaan media mengadunya ke polisi. Padahal persoalan semacam ini penyelesaiannya di Dewan Pers. Kita terus melakukan sosialisasi, agar makin banyak pihak paham, terutama di lingkungan Kepolisian dan internal teman-teman pers. Di ajang HPN 2023 di Medan juga dilakukan sosialisasi.
Presiden Jokowi menegaskan soal Perpres Keberlanjutan Media (Media Sustainability) harus rampung dalam sebulan, apakah target ini bisa?
Prosesnya sudah lama, sudah lebih dua tahun. Kemarin sempat tertunda karena pandemi. Draf perpres ini sudah ada, tinggal penyelesaian. Persoalan ini idealnya memang diatur dalam undang-undang, namun prosesnya tidak sebentar, karena itu perpres menjadi pilihan sementara belum terwujud UU-nya.
Selain kami punya draf pemerintah juga punya. Nanti tinggal kita sinkronkan antara draf Dewan Pers dan punya pemerintah. Semoga dalam dua pekan pembahasan bisa selesai, jadi bisa memenuhi target yang diminta Presiden Jokowi.
Dalam konsep Dewan Pers, persoalan pers harus tetap bernaung di bawah UU No 40 tahun 1999 tentang Pers. Kita punya referensi soal ini dari Australia yang juga memiliki lembaga independen sejenis yang menaungi persoalan pers. Lembaganya siapa dan apa yang dilakukan ada di dalam perpres ini supaya tidak terjadi perdebatan setelah dikeluarkan. Kita ingin kesetaraan dan keadilan di dunia digital, selama ini siapa yang kuat dia yang dapat lebih banyak. Ini yang kita atur. Lalu siapa yang mengurusi, B2B (business to business) langsung atau ada wasitnya? Belum ada. Jadi selama ini yang pintar dapat banyak, sementara yang tidak pintar dapatnya sedikit. Ini tidak fair.
Kategori media dalam draf perpres ini apa saja, bagaimana dengan media baru?
Yang diatur adalah media massa, ada media cetak, media elektronik dan media online. Persoalan media baru (media sosial) itu lebih seksi, lebih punya pangsa pasar dan dianggap menarik silahkan. Namun akun media sosial yang dimiliki tadi semestinya ditautkan dengan dengan akun media massa yang ada, jadi akun resmi dari media pers. Ketika ada persoalan hukum bisa tahu bertautnya ke mana. Kalau media sosial murni mereka bukan kategori media pers. Saat ada persoalan hukum pihak Youtube, Instagram, Facebook, dan sejenisnya tidak mau ikut bertanggungjawab, semua diserahkan kepada content creator. Namun saat jumlah viewers-nya naik mereka mau juga menikmati. Satu lagi yang menarik, di media sosial ada kolom komentar untuk publik berinteraksi. Kalau ada komentar yang melanggar hukum, siapa yang bertanggungjawab? Ini juga belum diatur.
Persoalan kue iklan di media digital yang 60 persen direbut platform asing, dalam rancangan perpres, berapa perbandingan yang diharapkan?
Kami memang menginginkan ada kesetaraan, sekarang memang masih tidak imbang. Inginnya lebih adil, berapa besarnya itu relatif. Kita ingin teman-teman yang melakukan kerja-kerja di dunia pers itu bisa menikmati jerih payahnya. Jadi semoga dominasi beberapa platform asing yang menguasai iklan digital selama ini bisa dikoreksi dan teman-teman di sini bisa mendapatkan jerih payahnya secara wajar, konsepnya bisa lebih berkeadilan.
BACA JUGA:
Belajar dari pengalaman Australia yang menerapkan aturan agar Google, Facebook, dll., harus menyisihkan keuntungan untuk media lokal, mendapat penolakan yang amat besar, bukan tidak mungkin aturan ini akan ditolak juga, bagaimana menghadapinya?
Kepentingan bisnis mestinya bisa diakomodir dari dua pihak. Cuma butuh waktu untuk mengomunikasikan antara para pihak sehingga tidak muncul kecurigaan. Tahu mana yang menjadi haknya kita dan mana yang menjadi haknya mereka. Dengan akan terbitnya perpres ini posisi sebenarnya sudah memaksa agar hegemoni platform asing atas kue iklan digital bisa dikurangi.
Apa lagi yang akan dilakukan untuk perpres ini?
Kita ingin bekerja cepat, batas waktunya satu bulan. Kita akan melakukan pertemuan dengan konstituen Dewan Pers untuk meminta masukan. Minggu depan kami sudah melakukan persiapan. Diharapkan sebelum satu bulan posisinya sudah clear dan bisa ditandatangani oleh Presiden Jokowi. Teman-teman bisa berbisnis, dan platform asing juga bisa melakukan aktivitasnya namun ada kesetaraan dan pembagian keuntungan yang berkeadilan.
Apakah ada kalimat yang eksplisit misalnya berapa persen atau berapa rupiah pembagian untuk teman-teman media dari Indonesia yang beritanya tayang di platform asing?
Kalau mengacu kepada prinsip bisnis semua pihak akan diakomodir, cuma kita punya kedaulatan juga harus dijunjung tinggi dan keadilan bisa ditegakkan. Saat kepentingan semua pihak bisa diakomodir, saya kira itu sudah solusi. Mudah-mudahan apa yang akan ditetapkan dalam perpres ini bisa membantu. Selama ini teman-teman sudah menunggu, tapi mau teriak bagaimana, apa lagi mereka jauh dari Jakarta. Situasi dan kondisinya sudah mendukung saat ini.
Memasuki tahun politik 2024 (Pemilu) peran media diminta banyak pihak agar netral dan adil, menurut Anda bagaimana media bersikap adil di tengah kuatnya pengaruh pemilik modal?
Berkaca pada pemilu sebelumnya, kami tetap mengharapkan teman-teman pers untuk tetap bekerja profesional dan taat kode etik. Kalau ada teman-teman yang memiliki keberpihakan secara pribadi pada calon tertentu itu pilihan. Tapi kalau ada yang terlibat sebagai caleg atau tim sukses salah satu calon ada baiknya keluar dari institusi pers. Selama dia menjadi caleg dan tim suskses itu tidak bisa terlibat dalam kerja-kerja jurnalistik.
Teman-teman di newsroom media juga harus punya kontrol, terlepas media tersebut dimiliki oleh pemilik modal yang juga petinggi partai politik. Secara pribadi bisa saja dia memiliki media tersebut, namun dia tidak bisa menegaskan kalau media tersebut adalah media yang digunakan untuk partainya. Kalau itu dilakukan yang dirugikan bukan hanya masyarakat namun juga media tersebut. Ketika publik tahu media tersebut sudah berafiliasi pada salah satu partai politik maka orang tidak akan membaca atau menonton media tersebut. Jadi teman-teman harus profesional dan jaga newsroom dari pengaruh politik. Kami juga meminta masyarakat untuk mengawasi hal ini. Silahkan melaporkan ke Bawaslu kalau ada dugaan pelanggaran dalam pemberitaan.
Apa sanksinya kalau terjadi pelanggaran?
Untuk medianya akan diminta melakukan koreksi. Tapi ke teman-teman persnya ada sanksi etik. Lebih jauh soal sanksi ini adalah wewenang dari Bawaslu.
Soal pers yang ramah anak, ramah difabel dan tidak bias gender seperti apa perkembangannya saat ini?
Anak-anak, difabel dan perempuan punya hak yang sama. Dalam beberapa kegiatan kita dorong insan pers untuk berlaku adil pada mereka. Setiap tahun Dewan Pers mengadakan indeks kemerdekaan pers yang dibuat di seluruh Indonesia dengan menggunakan metode persepsi. Ada keterwakilan dari tiap provinsi, ada 12 informan ahli yang menyampaikan pertanyaan terkait dengan survei. Di sana kami mengawasi juga dalam kaitan survei tersebut soal pemberitaan anak, difabel dan gender. Dari tahun ke tahun ada perbaikan tapi harus didorong terus dalam indeks kemerdekaan pers kita terus membaik, dari 77,8 naik beberapa persen. Semoga ke depan akan lebih baik lagi.
Ini Kiat Agung Dharmajaya Menjaga Kesehatan
Menjaga kesehatan jauh lebih baik daripada mengobati. Hal ini disadari benar oleh Muhamad Agung Dharmajaya, sebelum semuanya terlambat dia melakukan langkah antisipasi. Bagi pria yang menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pers ini salah satu kiat sehat yang dilakoninya adalah olahraga dan menjaga pola makan.
Sesibuk apa pun ia berusaha untuk melakoni olah raga. Dan bagi dia tidak perlu olahraga yang mahal, yang olahraga yang murah pun jadi. Prinsipnya adalah melakoni gerak badan dan berkeringat.
“Banyak upaya apa yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan dengan berolahraga. Tidak perlu yang mahal-mahal, yang murah meriah juga oke kok. Saya berusaha setiap hari untuk jalan pagi. Engga usah jauh-jauh di sekitar rumah juga bisa,” kata pria yang mengawali kariernya di tahun 1996 pada manajemen perusahaan telekomunikasi, perusahaan penerbitan majalah dan industri penyiaran televisi dan radio.
Tak hanya berjalan pagi di sekitar rumah, saat menjuju tempat aktivitas pun Agung sedapat mungkin berjalan kaki. “Kalau masih memungkinkan, saya juga jalan kaki menuju tempat aktivitas,” katanya.
Saat ada waktu yang lebih banyak, ia melakoni olahraga tenis di komplek perumahannya. “Sebenarnya saya tidak jago-jago banget dalam main tenis. Yang penting berkeringat itu sudah cukup,” aku pria yang menyelesaikan studi S3 di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Jawa Tengah dalam program studi Ilmu Manajemen ini.
Pola Makan
Agung sadar saat usia makin merambat, ia harus membatasi asupan makanan dan juga mengatur waktu makan. “Dulu saya masih masih berani makan meski sudah malam. Kalau tamu atau teman yang ajak makan meski sudah larut malam saya ladeni saja. Tapi sekarang saya sudah harus mematuhi ajuran dokter dalam urusan makan,” kata.
Diakui Agung dia untuk makanan tertentu yang banyak mengandung lemak, gula dan karbohidrat dia sudah mematasi. “Dilarang sih engga, cuma disarankan dokter untuk dibatasi asupannya agar tidak menumpuk dan menjadi beban di dalam tubuh,” uarainya.
Di masa pandemi COVID-19 yang lalu, ia merasakan sekali perubahan dalam dirinya. “Dulu bobot saya sekitar 75 atau 76 kg. Selama masa pandemi, bobot saya meningkat menjadi 80-an kg lebih. Sudah terasa gerakan agak lamban karena bobot yang berlebih. Karena itu target saya mengembalikan ke bobot semula seperti sebelum pandemi,” ungkap Agung yang menjabat sebagai Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers periode 2019 - 2022.
Keluarga
Meski sibuk dengan beragam aktivitas di kantor dan juga Dewan Pers, Agung masih memberikan perhatian untuk keluaga. Keluarga adalah segalanya bagi pria yang aktif sebagai wakil sekretaris jenderal Keluarga Besar Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI-Polri (KB FKPPI) ini.
“Kita boleh sibuk dengan beragam aktivitas di kantor atau lembaga yang kita tekuni. Namun perhatian pada keluarga tetap menjadi prioritas saya. Saat ada waktu, seperti di akhir pekan saya akan memaksimalkan bersama keluarga,” katanya.
Namun sekarang sekarang setelah putra semata wayangnya melanjutkan studi di salah satu perguruan tinggi di Malang dia lebih banyak menggunakan kecanggihan teknologi komunikasi dalam menjaga perhatian dengan keluarga, terutama sang putra. “Biasanya saya, istri dan anak video call atau zoom meeting bersama untuk sekadar bertegursapa. Kalau ada waktu kami yang ke Malang. Tapi bisa juga anak saya yang pulang ke sini kalau libur,” ungkap Agung yang duduk di Dewan Pers Agung yang mewakili Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI).
Setiap tahun ia dan istri mengagendakan berlibur minimal dua kali untuk refreshing. “Biasanya kami sekeluarga mengunjungi lokasi wisata di tanah air. Kalau ada rezeki ya menyambangi objek wisata di mancanegara,” kata Muhamad Agung Dharmajaya.
"Kami menginginkan ada kesetaraan, sekarang memang masih tidak imbang. Inginnya lebih adil, berapa besarnya itu relatif. Kita ingin teman-teman yang melakukan kerja-kerja di dunia pers itu bisa menikmati jerih payahnya. Jadi semoga dominasi beberapa platform asing yang menguasai iklan digital selama ini bisa dikoreksi dan teman-teman di sini bisa mendapatkan jerih payahnya secara wajar, konsepnya bisa lebih berkeadilan,"