Partager:

Pasca pandemi COVID-19, industri pariwisata kembali menggeliat. Menurut Ketua Umum Asosiasi Travel Halal Indonesia (Athin), Cheriatna wisata halal juga mengalami peningkatan. Kini, wisata halal telah menjadi tren di dunia pariwisata. Namun, apa perbedaan antara wisata halal dengan wisata non-halal? Dan apa keunggulan wisata halal dibandingkan dengan wisata konvensional?

***

Berdasarkan data yang dilansir oleh Biro Pusat Statistik (BPS) pada Desember 2023, kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia mencapai 1,14 juta. Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 22,91% dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month-to-month) dan naik 20,17% dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun sebelumnya (year-on-year). Wisman yang berkunjung ke Indonesia pada Desember 2023 didominasi oleh wisatawan dari Malaysia (18,45%), Singapura (16,41%), dan Australia (11,87%).

Secara kumulatif, kunjungan wisman dari Januari hingga Desember 2023 meningkat sebesar 98,30% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2022. Peningkatan tertinggi dicatat bandara Ngurah Rai dan Soekarno-Hatta, masing-masing mengalami peningkatan sebesar 143,64% dan 108,95%. "Pandemi COVID-19 membuat industri pariwisata lumpuh. Alhamdulillah, sekarang sudah pulih kembali," kata Cheriatna.

Sementara itu, jumlah perjalanan wisatawan domestik (wisnas) selama tahun 2023 mencapai 7,52 juta perjalanan. Jumlah tersebut mengalami peningkatan drastis sebesar 112,26% dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 3,54 juta perjalanan. Malaysia menjadi negara tujuan utama wisnas terbesar pada tahun 2023, dengan 27,98% dari total jumlah wisnas.

Dalam industri wisata halal, Indonesia juga meraih pencapaian yang membanggakan, yakni meraih predikat Top Muslim-Friendly Destination of The Year 2023 dalam Mastercard Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2023 di Singapura. Penghargaan ini diterima oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, pada Juni 2023.

Sebagai pengusaha travel wisata halal, menurut Cheriatna, Indonesia adalah negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, sehingga menjadi pasar wisata halal yang sangat potensial. Tak heran jika tourism board dari negara-negara non-Muslim gencar memasarkan destinasi wisata halal mereka. "Negara-negara non-Muslim yang memiliki destinasi wisata berlomba-lomba menarik calon wisatawan dari Indonesia agar mau berkunjung. Setiap kunjungan wisatawan berarti mendapatkan devisa," ujarnya kepada Edy Suherli, Bambang Eros, dan Irfan Medianto saat mengunjungi kantor VOI di Jakarta belum lama ini. Ini adalah kutipan lengkapnya.

Saat ini kata Ketum Athin Cheriatna, wisata halal sudah menjadi tren dunia. (Foto Bambang Eros, DI Raga Granada VOI)
Saat ini kata Ketum Athin Cheriatna, wisata halal sudah menjadi tren dunia. (Foto Bambang Eros, DI Raga Granada VOI)

Apa itu wisata halal dan apa perbedaannya dengan wisata pada umumnya?

Sebenarnya, wisata halal mirip dengan wisata konvensional. Yang membedakannya adalah adanya tambahan fasilitas ibadah yang dibutuhkan oleh umat Islam dan menu makanan yang halal selama dalam perjalanan. Tambahan tersebut menjadi pembeda utama antara wisata halal dan wisata non-halal. Jadi, tujuan wisata, objek wisata, dan atraksinya semua sama-sama. Ini meningkatkan kenyamanan wisatawan dalam berwisata.

Apakah ada lembaga yang memberikan rekomendasi tentang wilayah atau wisata halal?

Sampai saat ini, belum ada lembaga yang memberikan rekomendasi apakah suatu wilayah masuk dalam kategori wisata halal atau non-halal. Di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, ada lembaga Adhoc yang bertugas membantu percepatan wisata halal. Sebelum era Pak Sandiaga, lembaga Adhoc tersebut sudah ada.

Pasca pandemi COVID-19, apakah pariwisata, khususnya wisata halal, sudah pulih?

Nyaris semua sektor lumpuh selama pandemi COVID-19, termasuk sektor pariwisata yang sangat terdampak. Alhamdulillah, sekarang sudah mulai pulih kembali.

Apakah wisata halal sudah menjadi kebutuhan bagi umat Islam?

Wisata halal telah menjadi tren di dunia karena umat Islam menyadari pentingnya berwisata, bukan hanya untuk berlibur dan melepas kepenatan dari rutinitas harian, tetapi juga sebagai anjuran agama. Dalam surah Al-Mulk;15, Allah mengingatkan umat manusia untuk menjelajahi bumi dan menikmati rezeki yang halal.

Apakah semua destinasi wisata di seluruh dunia merupakan destinasi wisata halal?

Secara umum, pengertian tersebut memang benar, tetapi ada perbedaan dalam fasilitas atau fitur tambahan yang diperlukan untuk beribadah serta dalam penyediaan makanan/minuman yang harus halal dan terjaga kehalalannya.

Apakah setiap destinasi wisata di berbagai negara, terutama di negara non-muslim, mampu menyediakan tempat beribadah dan makanan yang halal?

Indonesia memiliki populasi Muslim yang besar, sehingga menjadi pasar yang sangat potensial. Negara-negara non-Muslim yang memiliki destinasi wisata bersaing untuk menarik wisatawan dari Indonesia dengan menyediakan fasilitas seperti masjid, restoran halal, dan lainnya. Mereka juga melakukan promosi melalui media sosial seperti Facebook, Instagram, dan Google.

Agar lebih banyak wisatawan yang datang ke Indonesia,  Ketum Athin Cheriatna menegaskan kegiatan promosi wisata harus lebih agresif. (Foto Bambang Eros, DI Raga Granada VOI)
Agar lebih banyak wisatawan yang datang ke Indonesia,  Ketum Athin Cheriatna menegaskan kegiatan promosi wisata harus lebih agresif. (Foto Bambang Eros, DI Raga Granada VOI)

Yang banyak diminati wisatawan asal Indonesia untuk wisata halal itu di mana saja?

Salah satunya Spanyol, yang dulu pernah dikuasai oleh Dinasti Umayyah. Peninggalan mereka masih ada hingga kini di Cordova, Seville, dan kota-kota lainnya di negeri Matador tersebut. Bagaimana Islam masuk ke Eropa, berjaya, kemudian terusir dari Eropa. Negara-negara Eropa Tengah, Eropa Timur, dan Eropa Selatan seperti Austria, Yunani, Albania, Ceko, dan Slovakia juga memiliki peninggalan Islam meskipun tidak banyak. Ada masjid yang berubah menjadi gereja dan sebaliknya. Ini juga diminati oleh wisatawan kita. Sejarah seperti ini dapat menjadi pelajaran bagi umat Islam tentang pentingnya persatuan.

Wisatawan Timur Tengah yang datang ke Indonesia jumlahnya seberapa besar?

Jika dibandingkan dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand, jumlah wisatawan dari Timur Tengah yang datang ke Indonesia masih kalah jauh. Lebih banyak yang pergi ke negara-negara tersebut. Ini merupakan pekerjaan rumah bagi kita semua agar wisatawan dari negara-negara Timur Tengah mau berkunjung ke Indonesia. Total jumlah wisatawan yang datang ke negara-negara tersebut lebih dari 10 juta, bahkan Malaysia bisa lebih dari 20 juta dan Thailand lebih dari 30 juta. Padahal, kita memiliki kekayaan dan keberagaman yang lebih, tetapi kenyataannya yang datang lebih sedikit.

Mengapa bisa begitu?

Saya melihat kinerja menteri saat ini sudah bagus, namun masih ada ruang untuk peningkatan. Semoga penerusnya dapat melanjutkan apa yang sudah dilakukan dan meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia. Promosi menurut saya harus lebih agresif. Yang saya ketahui, tourism board dari berbagai negara sangat gencar dalam promosi, mereka mengunjungi agen perjalanan untuk menawarkan paket wisata mereka. Agen perjalanan saya juga didatangi oleh mereka.

Apa lagi saran Anda untuk pembenahan sektor pariwisata kita?

Promosi saja tidak cukup, langkah selanjutnya adalah pembenahan infrastruktur. Jalan menuju lokasi wisata harus diperbaiki, fasilitas di tempat wisata juga harus bersih. Penginapan seperti hotel dan wisma juga harus baik dan bersih. Masyarakat di daerah wisata juga harus siap menerima wisatawan. Bali sudah siap, tetapi daerah lain belum. Daerah lain harus belajar banyak dari masyarakat Bali.

Bagaimana dengan branding pariwisata Indonesia?

Setiap negara memiliki brand untuk mempromosikan wisatanya. Brand wisata Indonesia saat ini, "Wonderful Indonesia," bisa dievaluasi apakah masih kuat atau sudah harus diperbarui. Tentunya untuk menemukan jawaban tersebut, riset yang terpercaya harus dilakukan.

Bagaimana kesadaran wisatawan Indonesia terhadap wisata halal?

Mereka sangat memperhatikan masalah makanan. Pertanyaan yang paling sering diajukan apakah makanannya halal atau tidak. Ini wajar karena mereka harus menjaga makanan yang masuk ke dalam tubuh mereka. Setelah itu baru masalah tempat ibadah.

Apakah negara-negara tujuan wisata halal memiliki lembaga yang memberikan sertifikasi halal pada kuliner dan restoran mereka?

Mereka memiliki lembaga seperti MUI di sini yang berwenang menentukan kehalalan makanan dan restoran. Jika lembaga tersebut telah memberikan sertifikasi, maka kita percaya.

Ke depan apa lagi yang Anda harapkan dari wisata halal ini?

Potensi yang amat besar datang dari negara Timur Tengah. Mereka lebih banyak berkunjung ke Eropa dan Amerika. Bagaimana kita bisa menarik minat wisatawan Timur Tengah agar datang ke Indonesia? Sayangnya, potensi ini belum kita manfaatkan sepenuhnya. Indonesia memiliki beragam objek wisata, dan mayoritas penduduknya muslim, sama seperti orang Timur Tengah.

Mengapa wisatawan Timur Tengah dianggap potensial? Mereka cenderung menghabiskan waktu yang lebih lama saat berkunjung, kadang-kadang bersama keluarga. Wisatawan yang datang bersama keluarga biasanya menghabiskan lebih banyak uang dibandingkan dengan backpacker. Menurut saya, ini harus menjadi prioritas dalam pemasaran wisata halal. Citra wisata juga perlu diperbaiki karena ini merupakan wisata halal.

Bagaimana dengan dukungan penerbangan?

Saat ini, sudah ada penerbangan langsung dari beberapa kota ke Jeddah oleh Garuda Indonesia dan Lion Air. Emirates juga sudah menawarkan penerbangan langsung ke Bali. Jika lebih banyak maskapai yang membuka rute penerbangan langsung, tentu akan lebih baik lagi.

Bagaimana kesiapan masyarakat dalam menyambut wisatawan mancanegara?

Kesadaran masyarakat dalam menyambut wisatawan mancanegara sudah baik, tetapi harus terus ditingkatkan agar wisatawan terkesan dan ingin kembali. Selain itu, kepuasan wisatawan juga akan menjadi bagian penting dari promosi wisata kita.

Di China, saya memiliki pengalaman yang baik. Di sana, kita menginap langsung di rumah penduduk, makan bersama mereka, dan berpartisipasi dalam kegiatan bersama mereka. Hal serupa juga bisa diterapkan di sini dengan menyediakan homestay. Tentu saja, masyarakat yang menjadi tuan rumah harus dilatih untuk memberikan pengalaman yang memuaskan bagi wisatawan.

Apakah mayoritas wisatawan yang datang ke Indonesia saat ini adalah keluarga atau backpacker?

Mayoritas wisatawan yang datang lebih cenderung menjadi backpacker atau wisatawan individual yang ingin mengetahui lebih banyak tentang Indonesia. Namun, wisatawan yang membawa keluarga memiliki nilai lebih karena mereka cenderung menghabiskan lebih banyak waktu dan uang di destinasi wisata. Hal ini menjadi fokus bagi kita semua.

Kapan waktu kunjungan wisatawan paling ramai?

Waktu kunjungan paling ramai adalah selama liburan akhir tahun dan liburan sekolah sekitar bulan Juni-Juli. Itulah waktu-waktu di mana wisatawan Indonesia berwisata paling aktif. Sedangkan untuk wisatawan asing, puncak kunjungan terjadi menjelang musim semi dan musim panas.

Apa nilai tambah dari menggunakan wisata halal?

Selain makanan yang halal dan fasilitas untuk ibadah, kegiatan lainnya juga terjamin sesuai dengan syariat Islam. Tidak ada acara yang melanggar aturan agama. Hal ini memberikan rasa aman bagi keluarga yang membawa anak-anaknya berwisata halal. Jadwal perjalanan juga jelas, dan pemandu wisata memahami persoalan agama. Hal ini berbeda dengan paket wisata umum yang seringkali memiliki acara tambahan yang tidak jelas.

 

     

          

Cheriatna, Terispirasi Pesawat Haji yang Terbang di Atas Rumah

Saat masih anak-anak Cheriatna yang tinggal di kasawan Bintaro, Jakarta Selatan terpesona dengan pesawat haji yang melintas atas rumahnya. Itu terjadi setahun sekali, saat musim haji tiba. Selesai musim haji rute pesawat yang melintas di tas kediamannya pun tak ada lagi. “Saat itu saya dan teman-teman sebaya sekitar 3 atau 4 tahun berteriak saat pesawat melintas di langit. Pesawat, pesawat, pesawat,” kata pria kelahiran Jakarta, 5 Agustus 1974 ini mengenang masa kecilnya.

Ingatan masa kecil itu terbawa sampai dia lulus SMA dan  kemudian ingin melang-lang buana seperti pesawat yang dilihatnya. “Lulus SMA saya langsung bekerja di Jepang. Di sana saya mengalami susahnya mendapatkan menu yang halal, susah menemukan masjid untuk salat berjemaah,” katanya.

Pulang dari Jepang Cheriatna sudah membulatkan tekad untuk tak lagi bekerja dengan orang lain. “Saya mantap untuk berhenti jadi karyawan. Saya berusaha menjadi distributor makanan organik. Karena saya mencapai target dapat bonus wisata ke luar negeri,” aku pria yang sudah menyambangi Malaysia, China dan beberapa negara lainnya.

“Saat berwisata ke China saya menemukan problem yang sama, susah mencari makanan halal dan tempat untuk beribadah. Soalnya memang negara itu bukan seperti Indonesia yang mayoritas muslim,” katanya.

Tahun 2010 saya ditawari membuka bisnis agen wisata haji dan umroh. “Hasilnya ternyata luar biasa bagus. Saya lalu berpikir, mungkin Allah memberikan ini sebagai jalan saya. Setelah dua tahun bekerja di travel itu. Tahun 2012 saya memberanikan diri membuka travel sendiri,” kata pemilik Cheria Holiday ini.

Dari Kedutaan China

Jalan untuk menekuni wisata makin terbuka saat, China Tourism Board datang ke kantornya. “Mereka menawarkan program wisata halal lewat travel saya. Setelah saya tawarkan, paket wisata halal ke China ternyata disambut publik. Tak butuh edukasi yang banyak, yang bergabung lumayan banyak,” ungkapnya.

Pihak China memahami benar kebutuhan masyarakat muslim Indonesia yang ingin berwisata namun terkendala oleh menu halal yang susah dicari dan tempat ibadah yang sulit. Semua itu dijawab dengan amat baik oleh pihak China dengan menawarkan program wisata halal,” katanya.

Cheriatna baru saja pulang dari China untuk memenuhi undangan menjajal paket wisata halal di Provinsi Guilin. “Kami diundang ke Guilin. Dan mereka amat siap menyambut wisatawan muslim dari Indonesia dan negara lainnya. Masjid, resto halal semua sudah disiapkan. Kita patut mencontoh apa yang dilakukan China dalam mengembangkan wisata halal,” katanya.

Untuk mengembangkan wisata halal ini pemerintah China menyertakan masyarakat muslim di provinsi Guilin. Mereka menjadi pemandu, juru masak dan lain sebagainya. Jadi dengan model ini masyarakat juga senang karena dilibatkan,” ujarnya.

Apa yang dilakukan China dalam menarik wisatawan muslim asal Indonesia menurut Cheriatna bisa ditiru oleh pemangku kepentingan pariwisata di Indonesia. “Misalnya pemerintah ingin membidik orang Arab Saudi dan negara Timur Tengah lainnya untuk datang ke Indonesia. Apa saja kebutuhan calon wisatawan asal Arab Saudi, itu yang perlu disosialisakan kepada pengusaha yang terlibat,” katanya.

Prospek Wisata Halal

Karena prospek wisata halal ini bagus, banyak pengusaha travel wisata yang tadinya belum melayani wisata halal pelan-pelan juga terlibat. “Ada gula ada semut. Mereka yang jeli melihat peluang tak mau ketinggalan. Ikut ambil bagian memasarkan wisata halal,” katanya.

Uniknya wisata halal ini bukan hanya diminati masyarakat muslim. Mereka yang non-muslim pun suka dan ikut paket wisata halal. “Alasannya mereka mau ikut karena mereka lihat lebih bersih dan sehat. Juga jadwal kegiatannya engga macam-macam,” katanya.

Karena sudah percaya dengan wisata halal, ada pelanggan yang non-muslim bisa pesan lagi sampai lima kali. “Saking percayanya pada wisata halal, ada pelanggan saya yang sampai lima kali repeat order,” ungkap Cheriatna yang sudah menyambangi lima benua.

Hal lain yang membuat mereka percaya wisata halal lebih menenangkan. “Kalau paket wisata umum itu dicampur. Ada yang LGBT, ada yang mabuk. Kalau di wisata halal tak bisa begitu. Semua harus berdasarkan syariat Islam. Kami dengan tegas tak menerima kalau ada pasangan yang belum punya akte nikah,” lanjut Cheriatna yang menanamkan agar semua anaknya punya impian.

Untuk menjalankan bisnis wisata halal, Cheriatna melibatkan ke-11 anak dan seorang mantunya dalam bisnis ini. “Semua anak saya home shcolling. Semua terlibat dalam bisnis wisata halal ini. Ada yang jadi tour leader, pemandu dan lain-lain. Jadi nyaris setiap hari saya bersama mereka,” ungkapnya

Sejak anaknya berumur 12 tahun Cheriatna sudah mengajak anaknya terlibat aktif. Saat mereka 17 tahun sudah siap membawa rombongan wisata. “Anak saya yang 17 tahun sudah bisa bawa rombongan ke China, Korea dan Eropa,” kata Cheriatna.  Soal tugas dia bisa lebih keras pada anak-anaknya. Ia juga menerapkan punishment and reward.

"Sebenarnya wisata halal itu mirip dengan wisata konvensional. Cuma dalam wisata halal ada tambahan fasilitas ibadah yang dibutuhkan umat Islam dan menu makanan yang halal selama dalam perjalanan. Tambahan itulah yang menjadi pembeda utama antara wisata halal dan wisata non-halal,"

Cheriatna

 


The English, Chinese, Japanese, Arabic, and French versions are automatically generated by the AI. So there may still be inaccuracies in translating, please always see Indonesian as our main language. (system supported by DigitalSiber.id)