Eksklusif, Ketua Umum PB PDHI Muhammad Munawaroh Ungkap Penyakit pada Hewan Kurban Setelah PMK Terkendali  

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) sempat menjangkiti hewan ternak di Indonesia tahun lalu. Ketua Umum Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI), Dr. drh. H. Muhammad Munawaroh, MM., mengapresiasi aksi cepat pemerintah dengan melakukan vaksinasi pada hewan ternak. Hasilnya tahun 2023 ini PMK sudah terkendali, tapi masih ada penyakit ternak yang muncul meski tidak menular. Inilah yang harus diwaspadai terutama jelang penyembelihan hewan kurban 1444 H.

***

Masa trauma pada wabah PMK memang sudah berlalu. Namun bukan berarti penyakit ini sudah benar-benar tak ada lagi di Indonesia atau sudah bebas dari PMK. "Kalau dibilang bebas, ya belum. Kita masih ada wabah PMK, tapi sudah bisa dikendalikan," ujar Muhammad Munawaroh.

Kewaspadaan berikutnya selain terhadap sisa-sisa PMK adalah pada penyakit hewan yang tidak tergolong sebagai penyakit zoonosis atau zoonotik.  Lalu apa saja penyakit yang harus tetap diwaspadai selain PMK?

Meski tidak fatal namun penyakit ini tetap harus jadi perhatian. "Setelah PMK bisa diatasi, yang muncul bukan penyakit menular, seperti sakit pernapasan dan diare. Dokter biasanya akan memberikan obat untuk menyembuhkan hewan yang sakit. Dan ada juga penyakit LSD (Lumpy Skin Disease), yang menyerang kulit ternak," ungkap Muhammad Munawaroh.

Dalam urusan penyembelihan hewan kurban, meski sudah dilakukan bertahun-tahun, ia tak bosan mengingatkan terutama pada pengurus masjid atau lembaga lainnya yang menyelenggarakan penyembelihan hewan kurban mandiri. "Idealnya penyembelihan itu dilakukan di RPH, namun hal itu tidak memungkinkan karena banyak sekali hewan yang disembelih dalam waktu bersamaan. Para panitia kurban dan pengurus masjid atau siapa pun yang menyelenggarakan harus memerhatikan tata laksana penyembelihan, pencacahan, pendistribusian, dan pengolahan limbah dengan benar," harapnya tentang penyembelihan hewan kurban Idul Adha 1444 H.

Satu lagi yang terus diperjuangkan Muhammad Munawaroh sebagai dokter hewan dan pucuk pimpinan organisasi profesi adalah memperjuangkan RUU Kesehatan Hewan. Ia berharap pemerintah menjadikan hal ini sebagai sesuatu yang mendesak dan prioritas. Sehingga anggota legislatif pun akan menyikapi dan memproses RUU Kesehatan Hewan dengan segera. "Saat ini pemerintah belum menjadikan RUU Kesehatan Hewan ini sesuatu yang urgen. Jadi tidak heran kalau DPR pun belum memasukkannya dalam prolegnas (program legislasi nasional) yang biasanya mendapat prioritas. Tapi kami tidak akan berhenti berjuang sampai UU ini terwujud," tegasnya kepada Edy Suherli, Savic Rabos, Rifai, dan Irfan Medianto dari VOI yang mendatangi kantornya di Menara I65 Jln.TB. Simatupang, Cilandak, Jakarta Selatan, belum lama berselang. Inilah petikannya.

Ketua Umum PB PDHI Muhammad Munawaroh mengatakan tahun ini penyakit kuku dan mulut (PMK) yang biasa menjangkiti hewan kurban sudah terkendali. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga VOI)

Apa saja persoalan yang kerap muncul pada hewan kurban di Indonesia?

Alhamdulillah, untuk tahun ini kita sudah tak perlu khawatir lagi dengan PMK, karena pemerintah sudah bergerak cepat melakukan vaksinasi pada seluruh ternak yang potensial terjangkit PMK dan membuat tak layak menjadi hewan kurban. Kita patut bersyukur PMK ini sudah bisa diminimalisir. Jadi, kasus penyakit ini sudah jarang ditemukan, mungkin saja masih ada, tapi jumlahnya kecil sekali. Berbeda sekali dengan tahun lalu, banyak ternak terpapar, sampai tak boleh keluar kandang. Aparat keamanan ikut dikerahkan untuk melarang ternak yang terjangkit keluar kandang.

Selain PMK, penyakit apa lagi yang kerap muncul pada hewan ternak?

Dokter hewan yang tergabung di PDHI setiap tahun melakukan pemeriksaan terhadap hewan yang akan dikurbankan. Setelah itu, baru kita keluarkan surat kalau hewan itu sehat dan layak kurban. Setelah PMK bisa diatasi, yang muncul bukan penyakit menular, seperti penyakit pernapasan dan diare. Dokter biasanya akan memberikan obat untuk menyembuhkan hewan yang sakit.

Ada juga penyakit LSD (Lumpy Skin Disease), yang menyerang kulit ternak. Seperti ada cacar dalam tubuhnya. Hewan terjangkit LSD tak layak untuk menjadi hewan kurban. LSD dan PMK itu bukan penyakit zoonosis, tadi hewan yang terjangkit masih bisa dikonsumsi, namun membuat nilai jual hewan jadi menurun.

Jadi, kita ini sudah bebas dari PMK atau belum?

Kalau dibilang bebas, ya belum. Kita masih ada wabah PMK, tapi sudah bisa dikendalikan.

Bagaimana dengan temuan hati hewan kurban yang ada cacingnya?

Pemeriksaan hewan kurban itu ada dua macam, antemortem (sebelum disembelih) dan postmortem (setelah disembelih). Hewan yang terkena cacing di organ hati biasanya terdapat cacing jenis fasciola hepatica. Hati hewan yang ditemukan cacing jenis ini sebaiknya tak dikonsumsi.

Selain rumah potong hewan (RPH), saat musim kurban masyarakat juga menggelar penyembelihan di sekitar masjid atau lokasi tertentu. Bagaimana sebaiknya tata laksana penyembelihan hewan kurban yang sehat?

Karena hewan yang disembelih banyak dan waktu relatif sama, tak memungkinkan kalau di RPH semua. PDHI sering melakukan penyebaran informasi tentang cara penyembelihan hewan kurban di luar RPH. Setiap penyembelih hewan diharapkan memiliki sertifikat juru sembelih halal. Dia tahu persis bagaimana cara dan syariat dalam penyembelihan hewan kurban. Ada satu lagi yang kita tambahkan mengenai kesejahteraan hewan. Saat menyembelih, sebaiknya tidak dilihat oleh hewan lain yang belum disembelih. Ini berpengaruh, karena hewan yang belum disembelih bisa mengalami stres.

Ternyata menurut Ketum PB PDHI Muhammad Munawaroh,  soal kompetensi dokter hewan Indonesia masih harus ditingkatkan agar bisa bersaing dengan dokter hewan asing. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga VOI)

Seperti apa penyembelihan yang sesuai syariat dan sehat?

Secara syariat harus menghadap kiblat dan menyebut asma Allah. Penyembelihan harus menggunakan pisau yang sangat tajam. Jadi harus sekali sayat selesai, tidak boleh maju mundur berkali-kali. Ini dilakukan dalam rangka menyejahterakan hewannya. Yang harus dipotong adalah kerongkongan, tenggorokan, dan vena jugularis yang menyuplai darah ke otak hewan. Tiga hal tersebut harus dipotong. Ini yang harus menjadi perhatian bagi penyembelih dadakan.

Bagaimana dengan mencacah daging kurban, seperti apa aturannya?

Jangan menggunakan alas yang mudah tercemar, seperti daun. Sebaiknya menggunakan terpal yang diberi jarak antara tanah dengan terpal. Saat mencacah jeroan, tak boleh bersatu dengan daging. Berikan jarak sekitar 5 meter. Saat memasuki area penyembelihan, pastikan kaki penjagalnya bersih, sehingga daging yang sampai itu higienis. Jika menemukan hati yang ada cacingnya, itu dipisahkan dan dibuang. Sedangkan untuk membungkus daging kurban, sebaiknya jangan menggunakan plastik, tapi gunakan besek dari bambu yang mudah didaur ulang. Jika seluruh Indonesia menggunakan plastik, berapa juta yang akan mencemari lingkungan.

Bagaimana aturan mengelola limbah penyembelihan hewan kurban?

Limbah itu berupa darah dan kotoran dari dalam perut hewan, sebaiknya disiapkan lubang sebelum menyembelih. Jadi, jangan dibuang di sungai.

Sekarang soal hewan peliharaan, apa saja problem yang sering muncul?

Sejak 2010, jumlah pemilik hewan semakin meningkat. Ini ada korelasi dengan pendapatan masyarakat yang semakin meningkat. Di negara maju seperti Jepang, Italia, dan lain-lain,  ada yang memiliki lebih banyak hewan peliharaan daripada anak. Orang di sana ada yang tidak memiliki anak, tapi memiliki lima anjing, tiga kucing. Secara makro di Indonesia, pemilik hewan belum bisa menjadi pet lover, biasanya hanya sebagai pet owner.

Apa bedanya pet lover dan pet owner?

Seorang pet lover sudah menjadikan hewan sebagai bagian dari keluarganya. Hewan tersebut sudah seperti anaknya. Sedangkan pet owner tidak begitu. Mereka hanya memiliki hewan tanpa memberikan perhatian. Saya lebih suka pet lover daripada pet owner. Pet lover pasti menjadi pet owner, namun sebaliknya, pet owner belum tentu menjadi pet lover.

Selama pandemi COVID-19 kemarin, bagaimana praktik dokter hewan?

Saat pandemi kemarin, ketika bisnis lain terhenti, praktik dokter hewan tetap stabil bahkan ada yang meningkat. Soalnya semakin banyak hewan yang berobat.

Penyakit apa saja yang sering muncul pada hewan peliharaan ini?

Untuk kucing, penyakit yang sering muncul adalah panleukopenia, calicivirus, rhinotracheitis, dan FIP (Feline Infectious Peritonitis). Penyakit panleukopenia, calicivirus, dan rhinotracheitis sudah ada vaksinnya, namun untuk FIP belum. Penyakit ini ada di lapangan, tetapi pemerintah belum mengakuinya. Aturan di Indonesia, jika penyakitnya tidak diakui, tidak boleh memasukkan vaksin. Pemerintah harus melihat realitas ini agar vaksin bisa diizinkan masuk. Sementara untuk pet food sudah cukup banyak di sini, ada sekitar 200 merek yang beredar.

Bagaimana dengan praktik dokter hewan?

Praktik dokter hewan kian hari kian meningkat. Terutama di kota besar seperti di Jabodetabek. Namun untuk di daerah memang masih kurang. Di Bekasi misalnya, lebih dari 200 dokter  praktik. Tapi di Palembang misalnya tak lebih dari 30. Jadi masih relatif sedikit.

Prospek bisnis klinik hewan ini seperti apa?

Ke depan bisnis klinik ini akan makin berkembang. Sebentar lagi akan masuk investor yang akan membuka rumah sakit khusus hewan, ada yang dari Jepang dan dari Rusia. Sedangkan dari investor lokal ada dua yang akan buka RS Hewan. Sebentar lagi akan diresmikan Cikajang Rumah Sakit Hewan. Ini RS yang dilengkapi dengan CT Scan. Jakarta sudah saatnya punya RS Hewan bertaraf Internasional.

Bagaimana kesiapan dokter hewan Indonesia menghadapi globalisasi?

Dibandingkan dengan dokter hewan dari  Singapura, Thailand, Jepang, dll., kita ketinggalan secara pengetahuan. Ini yang membuat dokter kita tidak kompetitif. Kami dari PDHI tertantang untuk meningkatkan kompetensi dokter hewan Indonesia. PDHI bekerjasama dengan Chulalongkorn Hospital di Bangkok. Dokter hewan kita bisa magang di sana. Mereka cukup lengkap, bisa menyembuhkan penyakit kulit sampai kanker. Ada juga CT Scan dan MRI untuk hewan. Indonesia masih jauh tertinggal.

Bagaimana dengan skill dokter hewan kita?

Alumni kedokteran hewan kita belum memenuhi standar dokter hewan yang profesional. Skill-nya ada tapi sangat minim. Ini tantangan kami untuk memberi masukan ke Fakultas Kedokteran Hewan di seluruh Indonesia yang jumlahnya ada 12.

Bagaimana dengan attitude dokter hewan kita yang sempat dipermasalah di Tangerang belum lama ini?

Dokter hewan itu ada kode etik yang wajib dipahami seluruh anggota PDHI. Nah sedihnya tidak semua dokter hewan memahami kode etik. Ini juga PR kami sebagai organisasi profesi. Padahal di kampus mereka sebenarnya sudah belajar etika veteriner. Banyak yang komplain ke instagram saya. Tapi saya tidak mau menanggapi mereka yang komplain melalui media sosial, kalau mereka komplain resmi bersurat ke Advokasi PDHI akan kami tanggapi. Setiap cabang saya tekankan untuk memberikan training singkat sebelum kasih rekomendasi praktik untuk dokter hewan.

Bagaimana perjuangan PDHI soal RUU Kesehatan Hewan?

Persoalan Kedokteran Hewan yang di bawah Departemen Pertanian belum jadi prioritas pemerintah. Yang menjadi prioritas adalah hewan reproduksi, bagaimana  meningkatkan produksi sapi, kambing, domba, susu, telur, dll. UU yang membawahi praktik dokter hewan itu hanya ada 1, yaitu UU no 18 tahun 2009 yang sudah direvisi menjadi UU No 41 tahun 2014. UU ini masih sangat global. Kami butuh UU yang mengatur secara rinci soal kesehatan dan kedokteran hewan. Kalau UU yang lama itu lebih banyak ke soal peternakan.

Prosesnya sampai di mana untuk RUU Kesehatan Hewan ini?

Kami sedang membuat draf dan kajian akademis soal ini. Selama pemerintah menganggap ini tidak urgen, sulit untuk segera direalisasikan. Masih butuh perjuangan untuk mewujudkannya. Tapi kami tidak akan pernah henti memperjuangkan RUU Kesehatan Hewan, karena ini penting.

Muhammad Munawaroh Tinggalkan Warisan untuk PDHI

Sebagai Ketum PB PDHI Muhammad Munawaroh tak pernah henti memperjuangkan RUU Kesehatan Hewan. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga VOI)

Kongres atau musyawarah organisasi adalah ajang untuk berebut pucuk pimpinan. Namun kondisi itu tak terjadi di Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) saat suksesi di tahun 2022. Tak ada kandidat yang berani bertarung mengadapi petahana. Sehingga Dr. drh. H. Muhammad Munawaroh, MM., terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum Pengurus Besar PDHI periode (2022-2026).

Dok Mun—begitu dia kerap disapa—sejatinya menginginkan suksesi di organisasinya berlangsung alamiah. Artinya ada kandidat lain juga yang maju untuk memaparkan program sebagai calon pemimpin puncak PB PDHI periode berikutnya. Namun apa daya, tak satu pun peserta kongres yang berlangsung di Hotel Claro Makassar yang berani tampil sebagai kandidat ketum. Setelah diumumkan lagi apakah ada kandidat lain yang akan tampil, namun tetap tak ada juga.

Akhirnya penentuan ketum PB PDHI dilakukan secara aklamasi oleh panitia kongres. "Jadi, saat itu tak ada voting seperti yang kerap dilakukan untuk menentukan ketua sebuah organisasi. Karena semua setuju, akhirnya saya ditetapkan lagi sebagai Ketum PB PDHI periode 2022-2026," kenangnya.

Mengapa tak ada yang berani maju sebagai calon ketum PB PDHI. "Saya enggak tahu mengapa sampai begitu. Mungkin di PDHI tak seperti organisasi lain yang posisi ketua itu jadi rebutan. Atau juga tak ada yang percaya diri untuk tampil. Jadi enggak ada yang berani maju sebagai calon ketua umum," kata alumni Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universita Gadjah Mada (UGM) yang melanjutkan Magister Manajemen Universitas Satyagama, Jakarta.

Di masa kepemimpinan Munawaroh sebagai Ketum PDHI periode pertama (2018-2022), dia sudah meninggalkan beberapa legasi yang belum bisa dilakukan oleh kepengurusan sebelumnya. Dia berhasil membeli gedung kantor di bilangan Lenteng Agung, Jaksel. Ada juga kendaraan operasional untuk Ketua PDHI. "Dan ada program digitalisasi untuk data pengurus dan administrasi. Di akhir masa jabatan, kas organisasi juga ada sedikit. Kalau kepengurusan sebelumnya malah meninggalkan utang. Itu mungkin yang membuat anggota yakin dengan saya," ungkap alumnus program Doktor Sain Veteriner FKH Universita Airlangga Surabaya.

Peluang Usaha

Menurut  Ketum PB PDHI Muhammad Munawaroh hewan peliharaan punya nilai ekonomi yang tinggi, ini peluang yang harus dimanfaatkan. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga VOI)

Di dunia kedokteran hewan, menurut Munawaroh, ada banyak peluang usaha yang belum dioptimalkan. Karena itulah ia berharap peluang ini bisa dimanfaatkan oleh dokter hewan dan mereka yang punya kemampuan dalam bisnis. "Jumlah pet lover itu kian hari kian banyak seiring dengan meningkatnya pendapatan orang. Mereka yang sudah mencintai hewan peliharaan tak lagi hitung-hitungan dalam menyembuhkan kalau hewan peliharaannya sakit dan merawat pertumbuhan hewannya. Itu semua peluang usaha yang bisa dimanfaatkan," katanya.

Ketika bepergian ke luar kota yang tak memungkinkan seorang pet lover membawa hewan tercintanya, dia akan mencari tempat penitipan hewan yang bagus. "Kalau dia lihat sebuah penitipan hewan kurang bagus, dia akan cari lagi tempat lain. Sekarang yang namanya hotel hewan itu sudah jadi bisnis yang menggiurkan. Ayo, ini dimanfaatkan," seru Ketua Umum Pengurus Pusat Indonesia Cat Association (ICA)  2006-2014.

Dok Mun senang karena tak lama lagi akan ada investor yang mau menanamkan modalnya untuk mendirikan rumah sakit khusus hewan. Soalnya dalam pengamatannya, apa yang ada di Indonesia masih ketinggalan jauh dengan negara lain seperti Thailand, Singapura, Jepang, dll.

Peluang ini juga harus diiringi dengan meningkatkan kompetensi oleh dokter hewan. "Jangan cepat puas dengan apa yang sudah didapat. Teruslah meningkatkan kompetensi, karena sektor ini juga akan menjadi bidikan dokter hewan asing. Kalau dokter hewan kita tidak siap, bagaimana mau bersaing dengan dokter hewan dari negara lain," kata Dok Mun yang juga memiliki klinik hewan dan usaha distribusi alat kesehatan hewan.

Hidup Seimbang

Ini pengalaman pribadi  Ketum PB PDHI Muhammad Munawaroh, tak boleh terlalu ngoyo dalam bekerja, perlu ada kesimbangan antara kerja dan istirahat. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga VOI)

Sebagai seorang dokter, Munawaroh tahu bahwa kunci kehidupan yang sehat itu adalah seimbang. Antara bekerja dan istirahat ada porsi tersendiri yang proporsional. Namun kadang ia sebagai seorang insan, juga lalai. Inilah yang membuat ia sempat menginap di RS Pusat Otak Nasional (PON) Cawang, Jakarta Timur. Dia divonis mengalami stroke.

"Ceritanya, saya ada tugas ke Brasil selama 10 hari. Dalam tugas itu saya menempuh perjalanan dengan pesawat hingga dalam durasi yang panjang. Dari Jakarta menuju Sao Paolo Brasil, selama 25 jam. Lalu istirahat sehari berangkat lagi dengan pesawat ke salah satu provinsi. Kemudian menyambung lagi dengan private jet untuk sampai ke lokasi. Itu berlangsung selama 10 hari. Baru pulang ke Jakarta," kata Direktur PT Sel Punca Indonesia Veteriner.

Lazimnya, lanjut Dok Mun, orang yang melakukan perjalanan panjang dengan pesawat udara itu jetlag. Istirahat total selama beberapa hari sampai keadaan pulih. "Namun saya enggak istirahat. Sampai di Jakarta langsung tugas lagi ke Yogyakarta. Pulangnya baru timbul masalah. Tiba di stasiun Gambir saya tak bisa menyebutkan sebuah nama taksi dengan benar. Meski akhirnya bisa panggil taksi dan sampai juga ke rumah. Mengetahui kronologi yang saya lalui itu, akhirnya istri saya mengajak saya ke RS PON. Di sana saya divonis stroke dan dirawat selama 5 hari," aku pria yang sudah menyambangi banyak negara dalam rangka tugas.

>

Setelah keluar dari RS PON, ia menjalani terapi dengan dokter akupuntur, untuk pemulihan penyakit stroke yang dialaminya. Kini ia sudah bisa kembali beraktivitas dengan normal. "Ini pelajaran yang amat berharga bagi saya, bahwa tak boleh ngoyo. Kerja harus seimbang dan ada waktu untuk istirahat dan berkumpul dengan keluarga. Saya beruntung punya istri yang pintar mengatur jadwal bertemu dan berkumpul bersama keluarga meski sibuk dengan beragam aktivitas," kata Muhammad Munawaroh yang pernah bertugas sebagai Representatif Manager Zhuhai Laboratories China ini.

"Saat menyembelih hewan kurban, sebaiknya tidak dilihat oleh hewan lain yang belum disembelih. Ini berpengaruh, karena hewan yang belum disembelih bisa mengalami stres,"

Muhammad Munawaroh