JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bakal menggelar aksi unjuk rasa turun ke jalan untuk menuntut upah minimum kabupaten/kota (UMK) sebesar 10 persen. Adapun aksi akan digelar di kantor pemerintah daerah yang tersebar di 24 provinsi, besok pagi dan diikuti oleh lebih dari 10.000 buruh atau pekerja secara nasional.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan unjuk rasa tersebut akan diikuti 1.000 pabrik di 24 provinsi, dan lebih dari 100 kabupaten/kota. Unjuk rasa akan dimulai pukul jam 09.00 atau 10.00 waktu setempat hingga selesai.
"Besok, 26 Oktober, seluruh anggota KPI akan melakukan unjuk rasa lapangan bukan virtual. Jumlah masa yang akan terlibat lebih dari 10 ribu orang secara nasional. Serempak secara nasional di kantor DPRD, Bupati, Walikota, Gubernur, tidak ada aksi di DPR, Istana, Tapal Kuda, untuk wilayah Jakarta aksi akan dipusatkan di kantor Gubernur di Balai Kota," tuturnya dalam konferensi pers secara virtual, Senin, 25 Oktober.
Ia menekankan bahwa aksi unjuk rasa tidak akan dilakukan di depan Istana Negara, Gedung DPR dan Patung Kuda. Sebab, kata Iqbal, aksi ini merupakan aksi daerah yang dilakukan serempak nasional.
"Untuk wilayah Jakarta, aksi aksi bakalan dipusatkan di Balaikota, kantor Gubernur DKI Jakarta," jelasnya.
Iqbal mengatakan aksi unjuk rasa itu sebagai sikap awal buruh yang meminta kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun depan mencapai 7 hingga 10 persen. Karena berdasarkan hasil survei nya, rata-rata 60 item kebutuhan hidup layak (KHL) mengalami kenaikan.
"Dari survei ditemukan yang paling mengalami lonjakan kenaikan harga adalah transportasi, terutama angkot dengan pandemi sedikit sekali yang beroperasi jadi berpindah ke transportasi online sehingga biaya transport meningkat tajam. Terus harga bahan pokok juga meningkat rata-rata 7-10 persen," ucapnya.
Iqbal mengatakan jika aksi besok tidak direspons oleh pemerintah, maka pihaknya akan melakukan aksi yang lebih besar lagi dan tidak menutup kemungkinan akan berujung aksi mogok nasional dengan setop produksi.
"Besok adalah aksi awal buruh turun ke jalan. Kalau tidak didengar, itu akan ada aksi lanjutan dan puncaknya tidak menutup kemungkinan melakukan aksi pemogokan, setop produksi, tapi kita akan lihat perkembangannya," jelasnya.
Selain UMK 2022, Ada sejumlah tuntutan lain dari buruh yakni soal upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK). Iqbal meminta UMK tetap diberlakukan meskipun ketentuan itu telah dihapus dalam Undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja.
Alasanya, kata Iqbal, saat ini UU Omnibus Law Cipta kerja masih dalam proses judicial review atau uji formil sejak digugat dan belum mendapatkan keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK).
"Omnibus Law Cipta Kerja sedang digugat, belum ada keputusan dari MK. Untuk mengisi kekosongan hukum, maka harus mengikuti PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan (ada UMSK), bukan PP 36 Tahun 2021 (tidak ada UMSK)," jelasnya.
BACA JUGA:
Tak hanya itu, Iqbal mengatakan dalam aksinya besok serikat buruh juga akan menyuarakan untuk mendesak pemerintah mencabut UU Omnibus Law Cipta Kerja. Menurut Iqbal, undang-undang tersebut adalah kejahatan perburuhan.
"Negara lain melindungi buruh baik buruk yang akan masuk pasar kerja, buruh yang sedang bekerja, dan buruh yang akan mengakhiri pekerjaannya karena hari tua atau pensiun," ucapnya.
Terakhir, isu yang akan diangkat pada aksi besok adalah perjanjian kerja bersama (PKB). Iqbal mengatakan pihak yang menolak nilai PKB diturunkan seperti yang ada di Omnibus Law.
Iqbal mengatakan PKB dicantumkan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003, namun di dalam Omnibus Law tidak ada.
"Misalnya UU Omnibus Law mengatur UMK untuk karyawan kontrak yang masa kerja 1 tahun ke bawah. Dalam PKB dia mengatur karyawan tetap 1 tahun ke atas berapa upahnya. Berarti ini kan nilainya lebih tinggi, kita enggak mau nilai PKB diturunkan seperti Omnibus Law," jelasnya.