Bagikan:

JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengungkap banyak pabrik non esensial yang melanggar aturan di masa PPKM Level 4 karena tak membatasi jumlah pekerja atau buruh yang masuk bekerja. Akibatnya, banyak buruh yang terpapar COVID-19 di lingkungan pabrik.

Presiden KSPI Said Iqbal meminta agar Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memberikan kejelasan mengenai aturan jam kerja bagi buruh pabrik selama masa PPKM Level 4.

Lebih lanjut, Iqbal mengatakan aturan tersebut penting untuk dikeluarkan, mengingat tidak banyak pabrik yang menerapkan aturan tracing dan tes antigen pada pekerjanya. Apalagi, kata dia, banyak buruh yang terpapar COVID-19. Bahkan, tak sedikit pula yang meninggal akibat COVID-19.

"Menaker belum mengeluarkan 1 surat pun yang mengatur tentang jam kerja bergilir. Perusahaan itu tidak akan mendengar imbauan kalau enggak ada payung hukumnya, apakah itu dari gubernur, bupati, wali kota atau menteri. Seharusnya peraturan itu segera keluar, termasuk bagaimana pelaksanaan IOMKI," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Senin, 26 Juli.

Iqbal mengatakan mekanisme bekerja di pabrik berbeda dengan di kantor. Kata Iqbal, di pabrik tidak ada istilah Work From Home (WFH), yang ada hanya Stay At Home. Ia juga menjelaskan, kebanyakan dari pekerja yang bekerja di pabrik dibayar upahnya secara harian.

"Buruh di pabrik tidak ada itu namanya WFH 50 persen dan WFO (Work From Office) 50 persen, yang ada stay at home dan jika mereka tidak kerja mereka tidak dibayar. Mereka memilih walaupun meriang-meriang tetap masuk kerja karena takut upahnya dipotong," ucapnya.

Di samping itu, Iqbal mengatakan berdasarkan hasil survei yang dilakukan KSPI terhadap 1.000 perusahaan selama PPKM level 3-4, terdapat 99 persen responden yang masih bekerja 100 persen.

Lebih lanjut, Iqbal mengungkapkan perusahaan yang tetap mewajibkan buruh bekerja 100 persen karena mendapat surat izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian di bawah pimpinan Agus Gumiwang Kartasasmita.

"Semua pabrik atau perusahaan non esensial menjawab 99 persen masih bekerja 100 persen, dengan demikian efektivitas PPKM level 4 ini tidak berjalan di pabrik. Penyebab utamanya adalah penerapan aturan yang tidak sinkron sesuai dengan yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian," tuturnya.