Erick Thohir Sebut Penerapan Pajak Karbon Akan Sejalan dengan Pengembangan Pasar yang Sudah Berjalan
Menteri BUMN Erick Thohir/ Foto: IST

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan bahwa penerapan pajak karbon yang akan diterapkan oleh pemerintah mulai tahun depan harus dilihat dari berbagai sisi. Pajak karbon itu sendiri merupakan salah satu upaya pemerintah menerapkan green economy atau ekonomi hijau.

Seperti diketahui, pemerintah telah memasukkan pajak karbon dalam instrumen perpajakan. Pajak karbon akan berlaku mulai April 2022 mendatang seperti yang tercantum dalam Pasal 13 Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Pada tahap awal, pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara dengan menggunakan mekanisme pajak yang mendasarkan pada batas emisi (cap and tax).

Nantinya akan diterapkan tarif Rp30 per kilogram karbondioksida ekuivalen (CO2e) pada jumlah emisi yang melebihi cap yang ditetapkan. Hal ini sejalan dengan pengembangan pasar karbon yang sudah mulai berjalan di sektor PLTU batu bara.

"Jadi kita lihat di 2 sisi, jadi pajak karbon ada, nanti income dari karbon kita akan terus kencangkan dengan penanaman kembali dengan alam-alam. Jadi saya rasa ini hal yang balance lah, ini sesuatu yang baik," ujarnya dalam launching PT EMI ke dalam PLN Group secara virtual, dikutip Sabtu, 23 Oktober.

Karena itu, menurut Erick, pelaku industri penghasil emisi karbon harus mulai menyusun rencana bagaimana nantinya juga bisa mencetak pendapatan dari upaya mengurangi emisi karbon di Tanah Air. Hal tersebut juga akan dilakukan oleh BUMN, salah satunya dengan konservasi lahan bekas tambang.

"Kementerian BUMN juga terus memastikan daripada penanaman ulang supaya bekas tambang ini menjadi friendly (bersahabat) lagi kepada alam. Kita juga mendorong perubahan-perubahan jangka pendek yang sedang dilakukan oleh power plant yang ada di PLN apakah dengan mix dengan wood chip, atau dengan gabungan dengan chemical seperti yang ada di Jepang kita benchmarking, atau perubahan signifikan kepada EBT secara menyeluruh," ujarnya.

Seperti diketahui, Indonesia telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri atau 41 persen dengan bantuan internasional pada 2030 dari kondisi business as usual. Komitmen tersebut tertuang di dalam dukumen nationally determined contribution (NDC).