JAKARTA – Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, pemberlakukan pajak karbon akan sesuai dengan rencana awal, yakni mulai diterapkan pada 1 Juli 2022.
Dalam keterangan resminya, Airlangga mengatakan kebijakan baru itu sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai target penurunan emisi sesuai Paris Agreement.
“Mekanisme ini akan diterapkan pada Juli 2022 melalui skema cap-trade-tax di sektor pembangkit tenaga listrik. Melalui itu, pembangkit listrik tenaga batu bara dengan proses yang tidak efisien atau emisi yang lebih tinggi dari batas atas akan dikenakan biaya tambahan,” ujanya dikutip Rabu, 22 Juni.
Menurut Airlangga, pajak karbon merupakan salah satu instrumen Nilai Ekonomi Karbon (NEK) yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat untuk beralih kepada aktivitas ekonomi hijau.
"Pajak karbon diterapkan sambil mendorong perkembangan pasar karbon, inovasi teknologi, dan investasi yang lebih efisien, rendah emisi, serta ramah lingkungan,” tuturnya.
Selanjutnya, dia menerangkan berbagai alternatif mekanisme pendanaan menjadi penting untuk memenuhi financing gap yang cukup besar agar tidak terbatas hanya dari APBN. Misalnya melalui green sukuk, blended finance, dan menampung dana dari swasta untuk pengembangan energi terbarukan dan mitigasi perubahan iklim.
"Pemerintah juga terus meningkatkan kerja sama pembiayaan hijau dengan beberapa lembaga internasional berupa program energi baru terbarukan dan pembiayaan telah dibantu oleh lembaga donor, seperti Development Finance Institution dan Export Credit Agency," kata Airlangga.
Lebih lanjut, Airlangga mengungkapkan, penerapan ekonomi hijau di Indonesia telah didorong dengan Roadmap Keuangan Berkelanjutan 2021-2025 yang telah dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Selain itu, adanya Taksonomi Hijau Indonesia menjadikan Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara di dunia yang telah memiliki standar hijau sebagai acuan nasional.
"Penguatan fundamental pasar ini akan mendorong peluang untuk merebut pasar pembiayaan hijau sehingga mendorong proses transisi menuju ekonomi hijau dapat berlangsung lebih cepat dan lebih efektif," tegas Airlangga.
BACA JUGA:
Terakhir, Airlangga menyampaikan jika pertukaran informasi dan pengalaman, serta peningkatan kapasitas SDM dan teknologi, menjadi hal utama dalam mewujudkan reformasi nilai ekonomi karbon yang lebih baik.
“Efektivitas berbagai kebijakan untuk pencapaian komitmen mengurangi emisi karbon membutuhkan dukungan semua pihak. Terutama juga para cendekia yang sangat ditunggu masukannya untuk memperbaiki kebijakan ataupun menyempurnakan regulasi yang akan dikeluarkan oleh Pemerintah,” pungkasnya.