JAKARTA - Untuk mendukung pemerintah menjalankan implementasi regulasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK) pada 1 April mendatang, PT PLN (Persero) telah mempersiapkan beberapa langkah strategis.
Direktur Manajemen Sumber Daya Manusia PLN Yusuf Didi Setiarto menyebutkan salah satu inisiatif dekarbonisasi oleh PLN adalah pemanfaatan instrumen NEK yakni perdagangan karbon (carbon pricing).
"Untuk itu kami sudah mempersiapkan dua skema perdagangan karbon,"ujar Didi dalam keterangan tertulisnya yang dikutip Jumat, 21 Januari.
Didi menjelaskan, PLN telah melakukan uji coba perdagangan karbon nasional melalui dua skema, yaitu perdagangan kuota emisi dan pengimbangan emisi. Perdagangan emisi terjadi antara pembangkit yang melebihi emisi dengan pembangkit yang memiliki alokasi emisi yang tidak terpakai.
"Adapun pengimbangan emisi dilakukan oleh PLTU dengan membeli kredit karbon atau sertifikat penurunan emisi yang dihasilkan oleh suatu aksi mitigasi perubahan iklim," ucapnya.
Hingga saat ini, PLN telah memperoleh sertifikat penurunan emisi (kredit karbon) sejumlah 7,9 juta ton CO2e dan memasarkan kredit karbon tersebut pada pasar karbon internasional maupun nasional.
"Penyelenggaraan implementasi NEK merupakan salah satu pilar strategis untuk memenuhi target penurunan emisi nasional dan aspirasi NZE 2060," katanya.
Didi mengakui, masih ada beberapa tantangan dalam implementasi regulasi NEK yang saat ini dihadapi oleh PLN. Beberapa di antaranya terkait kapasitas sumber daya manusia yang masih perlu dikembangkan; sistem pengukuran, pelaporan dan verifikasi (Measurement, Reporting, Verification/MRV) yang belum beroperasi secara penuh; serta perencanaan implementasi nilai ekonomi karbon yang masih belum optimal.
"Karena itu, ketentuan mengenai mekanisme implementasi cap, trade and tax dibutuhkan sebagai rujukan bagi PLN untuk melakukan perencanaan dan strategi yang matang sebagai persiapan implementasi NEK di Indonesia," ujar Didi.
BACA JUGA:
Sejak 2005, PLN telah berpartisipasi dalam perdagangan karbon internasional. Beberapa pembangkit energi terbarukan, seperti Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong dan PLTP Kamojang telah mengadopsi Clean Development Mechanism (CDM) yang merupakan salah satu mekanisme perdagangan karbon pada Protokol Kyoto.
"Selain CDM, PLN juga telah mengadopsi mekanisme Verified Carbon Standard (VCS) pada Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Musi, PLTA Renun, dan PLTA Sipansihaporas," imbuh Didi.
Instrumen NEK lainnya yang berhasil diimplementasikan PLN ialah uji coba perdagangan karbon nasional di PLTU Tanjung Jati B dan 25 PLTU lainnya. Langkah itu diganjar Penghargaan Subroto Bidang Efisiensi Energi Tahun 2021 Kategori C: Penurunan dan Perdagangan Emisi Karbon di Pembangkit Listrik.