Bisa Tampung CO2 hingga 400 Gigaton, Nilai Perdagangan Karbon RI Bakal Capai 15 Miliar Dolar AS
Ilustrasi energi hijau (Foto: dok. unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B Pandjaitan mengungkapkan bahwa Indonesia mampu menampung karbon hingga 400 giga ton pada depleted reservoir dan saline aquifer.

"Kita mungkin salah satu negara yang bisa menampung CO2 karna kita punya reservoir dan kita punya saline aquifer yang bisa menyedot kira-kira 400 gigaton jadi ini angka yang sangat besar," ujar Luhut kepada media, Senin 24 Juli.

Luhut juga memperkirakan nilai perdagangan karbon di Indonesia bisa mencapai 1 hingga 15 miliar dolar AS.

Ia juga menyebut jika penerapan Carbon Capture Storage (CCS) bisa menjadi strategi jangka pendek yang penting dalam mengurangi emisi sektor minyak dan gas.

Lebih jauh Luhut juga menyebut jika pemerintah berencana meluncurkan bursa karbon pada bulan September 2023. Hal ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan dan mencapai net zero emision pada tahun 2060.

"Dan Indonesia sebagai salah satu ekonomi terbesar di Asia Tenggara ingin memangkas emisinya hingga lebih dari 30 persen pada tahun 2030," ujar Luhut.

Nantinya perdagangan karbon akan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan hanya entitas yang beroperasi di Indonesia yang diizinkan untuk berdagang di bursa.

"Dan skemanya akan mirip dengan perdagangan saham dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan mengawasi kegiatan di bursa karbon," imbuh Luhut.

Pada kesempatan yang sama, Kemenkomarves dan Kedutaan Besar Inggris Jakarta danmenandatangani Pengaturan Pelaksanaan Program Nilai Ekonomi Karbon UKPACT (UK Partnering for Accelerated Climate Transitions) di Jakarta.

Luhut mengungkapkan jika kesepakatan tersebut menindaklanjuti MoU Inggris-Indonesia tentang Aksi Iklim dan Nilai Ekonomi Karbon, yang ditandatangani di sela-sela KTT G20 di Bali tahun lalu.

Adapun kesepakatan tersebut menunjukkan kerjasama Inggris-Indonesia terkait nilai ekonomi karbon dan pasar karbon, komponen penting dari pendekatan Indonesia untuk pembangunan rendah karbon.

Ia menjelaskan, melalui program ini, Inggris berkomitmen sebesar 2,7 juta poundsterling untuk bantuan teknis guna mendukung pengembangan dan koordinasi teknis dalam aksi iklim dan nilai ekonomi karbon (NEK).

Program ini akan mendukung Kemenkomarves dalam memimpin Komite Pengarah NEK Indonesia, dan melibatkan Kementerian dan Lembaga terkait termasuk Kementerian Keuangan khusus untuk pajak karbon.