JAKARTA - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Thomas Dewaranu menyatakan, pengawasan terhadap perusahaan teknologi finansial (fintech) yang dilakukan OJK dan lembaga berwenang lainnya perlu seiring dengan edukasi mengenai literasi finansial kepada masyarakat.
"Mengawasi fintech perlu berjalan bersamaan dengan edukasi mengenai literasi keuangan agar masyarakat yang tidak memiliki akses ke perbankan dapat tetap menikmati layanan keuangan," kata Thomas Dewaranu dalam siaran pers di Jakarta, Sabtu, 23 Oktober.
Menurut dia, fungsi pengawasan atas fintech diperlukan untuk memastikan konsumen mendapatkan perlindungan atas penggunaan data mereka dan memastikan mereka memahami layanan yang mereka akses dengan baik serta transparan.
Ia menambahkan bahwa fungsi pengawasan juga dapat dilakukan melalui edukasi keuangan masyarakat agar mereka menghindari perusahaan pinjaman online (pinjol) sekaligus memiliki kemampuan manajemen keuangan untuk dapat menghindari gagal bayar.
Apalagi, lanjutnya, kegiatan ekonomi tradisional dengan lembaga keuangan seperti bank, saat ini sudah bertransformasi ke arah pemanfaatan teknologi yang masif yang memunculkan pemain baru yang menawarkan berbagai jasa, di antaranya adalah kemunculan fintech.
"Fintech memiliki fleksibilitas yang tidak dimiliki oleh lembaga keuangan lainnya, seperti menyediakan pinjaman dengan nominal yang lebih kecil, persyaratan lebih mudah dan proses yang relatif lebih singkat," katanya.
BACA JUGA:
Untuk itu, ujar dia, kehadiran Fintech berperan penting dalam mempercepat tercapainya keuangan inklusif, namun hal ini harus disertai dengan ekosistem yang juga mendukung hadirnya inovasi ini.
Sebelumnya, Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Tirta Segara mengatakan pemerintah mendukung penyelenggaraan FinEXPO BIK 2021 untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat.
"Tingkat literasi keuangan masyarakat masih rendah, yaitu hanya 38 persen di akhir 2019. Oleh karena itu, segala upaya mengakselerasi inklusi keuangan yang merata dan menjangkau masyarakat terdepan dan terluar, yang dibarengi upaya peningkatan literasi keuangan, menjadi sangat penting dan strategis," kata Tirta dalam pembukaan pameran produk dan layanan jasa keuangan FinEXPO BIK 2021 yang dipantau di Jakarta, Senin (18/10).
Meskipun inklusi keuangan pada tahun 2019 telah mencapai 76 persen atau di atas target yang sebesar 75 persen, menurut Tirta, inklusi keuangan masyarakat belum merata. "Akses keuangan di perkotaan mencapai 84 persen, jauh lebih tinggi dari akses keuangan di wilayah pedesaan yang hanya 69 persen," katanya.
Upaya peningkatan pemahaman masyarakat terhadap produk dan layanan jasa keuangan, menurut dia, diperkuat oleh arahan Presiden Jokowi melalui Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif.