Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan bahwa Indonesia termasuk negara yang cukup baik dalam mengelola keuangan negara (APBN) dalam situasi pandemi. Menurut dia, hal tersebut dapat dilihat dari rentang defisit anggaran yang terjadi dalam dua tahun belakangan ini.

“Banyak negara melakukan counter cyclical dengan kebijakan defisit fiskal lebih tinggi dari kita bahkan ada yang double digit sampai 11 persen, 15 persen (dari produk domestik bruto/PDB). Nah, kita menjaga itu tetap rendah dengan 6,1 persen untuk realisasinya pada 2020 lalu,” ujarnya dalam sebuah webinar, Jumat, 1 Oktober.

Febrio menambahkan, hal tersebut menandakan pemerintah memiliki kemampuan untuk menjaga instrumen keuangan negara tetap berada dalam kondisi yang cukup sehat.

“Artinya kita tahu bahwa kita butuh (pelebaran defisit anggaran) tetapi tidak ugal-ugalan. Kita jaga (APBN) dan kita hitung dengan benar berapa yang kita butuhkan untuk mengelola stabilitas ini,” tuturnya.

Lebih lanjut, anak buah dari Menteri Keuangan Sri Mulyani itu menyebut jika Indonesia menjadi satu-satunya negara berkembang (emerging country) yang berani memberikan kepastian bahwa penyehatan keuangan negara bakal dilakukan dalam waktu tiga tahun setelah pandemi COVID-19 melanda.

“Tidak ada di seluruh dunia yang saya dengar, emerging economy, apakah itu India, Malaysia, Thailand, yang menjanjikan akan kembali ke disiplin fiskal yang sehat dalam tiga tahun. Hanya Indonesia yang melakukan itu,” tegasnya.

Kondisi ini diklaim oleh Febrio memberikan keuntungan tersendiri bagi Indonesia. Pasalnya, kemampuan menjaga instrumen keuangan negara senantiasa kredibel kredibel namun tetap bisa melindungi masyarakat menjadikan RI cukup menarik di mata para pemilik modal.

“Janji ini, komitmen ini dapat menjadi sinyal kepada investor dan pasar global jika pemerintah Indonesia sangat kredibel dalam mengelola keuangan negara, dan itu akan terus membuat pasar kita semakin menarik dibandingkan dengan negara-negara lain,” jelas Febrio.

Sebagai informasi, sebelum situasi pandemi defisit APBN ditetapkan harus berada di bawah 3 persen PDB. Namun, kebutuhan anggaran melonjak cukup tinggi pasca pandemi COVID-19 pada awal tahun lalu.

Merespon hal tersebut, pemerintah dan DPR sepakat untuk memperlebar defisit anggaran di atas 3 persen sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Keuangan Negara.

Pada 2020, APBN tercatat mengalami defisit sebesar 6,1 persen. Adapun, untuk periode 2021 pemerintah memproyeksi akan sebesar 5,7 persen dari PDB.

Sementara untuk 2022 rencana defisit fiskal diyakini akan sebesar 4,85 persen. Asal tahu saja, UU No.2/2020 juga mengharuskan pemerintah membawa defisit APBN ke level di bawah 3 persen mulai 2023 mendatang.

Defisit anggaran sendiri terjadi akibat jumlah belanja negara yang lebih besar dibandingkan dengan sektor pendapatan. Selisih tersebut biasanya ditutupi pemerintah dengan cara merilis instrumen pembiayaan negara alias utang.