Bagikan:

JAKARTA - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan industri dan perkebunan kelapa sawit memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi. Sebab, Indonesia merupakan penghasil kelapa sawit terbesar di dunia dengan menguasai 55 persen ekspor global.

Sementara, berdasarkan data BPS tahun 2019, 41,35 persen perkebunan kelapa sawit di Tanah Air dikuasai oleh perkebunan rakyat.

Lebih lanjut, Ma'ruf mengatakan pemerintah menyadari pentingnya memberikan perhatian khusus kepada perkebunan rakyat, terutama untuk lebih meningkatkan kesejahteraan petani. Untuk meningkatkan nilai tambah dan perbaikan kesejahteraan petani, kata Ma'ruf, terdapat setidaknya tiga klaster yang perlu dikelola dengan baik.

Pertama, kata Ma'ruf, penguatan sektor hulu, yang dilakukan melalui pembibitan dan pengelolaan selama masa tanam, peningkatan produktivitas tanaman sawit rakyat, serta tanaman sela dan integrasi dengan ternak atau disebut sebagai pertanian terintegrasi.

"Kedua, memperkuat industri hilir. Dilakukan melalui penguatan permodalan, pengembangan dan pengelolaan produksi sawit pasca panen, hilirisasi atau pengembangan dan pengolahan produk turunan dengan nilai tambah tinggi, pengembangan pemasaran dan penguatan pasar sawit, serta tetap menjaga harga CPO," katanya dalam acara 'Panen Perdana Kelapa Sawit Program Peremajaan Sawit Rakyat', Kamis, 2 September.

Terakhir adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang dilakukan melalui pembinaan, pelatihan, magang, studi banding, dan konsultasi. Selanjutnya manajemen usaha serta penguasaan teknologi untuk perbaikan sistem produksi dan kontrol kualitas. Termasuk pengembangan desain dan rekayasa produk, peningkatan efisiensi penggunaan bahan baku, dan juga pemanfaatan teknologi untuk pemasaran.

"Guna meningkatkan nilai tambah, perkebunan rakyat harus mulai masuk ke industri hilir untuk meningkatkan pendapatan dan peluang pengembangan usaha yang lebih luas," ucapnya.

Lebih lanjut, Ma'ruf mengatakan, salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan produktivitas kebun sawit rakyat yang masih tergolong rendah adalah dengan menghadirkan program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Pasalnya, produktivitas kebun sawit rakyat masih tergolong rendah tercatat hanya sekitar 3,7 ton per hektar per tahun. Padahal, potensi yang dapat dihasilkan bisa mencapai delapan ton per hektar, per tahun.

Ma'ruf mengatakan pada tahun 2021 program Peremajaan Sawit Rakyat ditargetkan menyasar tanah seluas 180.000 hektare dengan alokasi dana sebesar Rp5,567 triliun. Target peremajaan sawit sampai tahun 2022 pada lahan seluas 540.000 hektare.

Untuk mencapai target tersebut, kata Ma'ruf, pemerintah bersama seluruh pemangku kepentingan industri sawit perlu bersatu padu, bekerja bersama, dan berkolaborasi.

"Diperlukan kerja sama yang erat oleh tiga pihak dalam rangka pengelolaan sawit berkelanjutan, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat," ujarnya.

Kata Ma'ruf, saat ini petani swadaya merupakan aktor utama sektor perkebunan kelapa sawit. Petani swadaya menguasai hampir separuh perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Karena itu, pemerintah memandang penting untuk memberikan perhatian khusus kepada perkebunan rakyat, terutama untuk lebih meningkatkan kesejahteraan petani.

Sekadar informasi, Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2019, dari sekitar 14,6 juta hektare perkebunan kelapa sawit, diperkirakan sebesar 6,04 juta hektare atau 41,35 persen dikuasai oleh perkebunan rakyat dengan produksi minyak sawit 16,2 juta ton atau 34 persen.