Begini Strategi Sri Mulyani Kerek Inflasi ke Level 3 Persen pada 2022
Ilustrasi (Foto: Dok. Kemenkeu)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut bahwa target inflasi sebesar 3 persen diharapkan bisa terjadi pada sepanjang 2022.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan angka tersebut merupakan level yang paling tepat sesuai dengan rencana pemerintah dalam pembangunan jangka menengah.

“Inflasi diperkirakan akan menguat pada 2022 seiring dengan membaiknya permintaan. Oleh karena itu kami memproyeksi besaran inflasi pada tahun depan adalah sebesar 3 persen plus-minus 1 persen,” ujarnya saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR yang disiarkan secara virtual, Senin, 30 Agustus.

Menurut Menkeu, target inflasi jangka menengah sesuai dengan agenda reformasi struktural.

“Pemerintah akan terus melihat kondisi pasar yang diperkirakan akan lebih efisien. Selain itu, faktor inflasi juga bisa disebabkan oleh insentif yang diberikan kepada dunia usaha,” tuturnya.

Menkeu menambahkan, peningkatan inflasi pada tahun depan diyakini akan berpengaruh pula oleh peningkatan kapasitas produksi dan perbaikan tata kelola pangan.

“Untuk tahun-tahun selanjutnya akan terus kami lihat perkembangan ini secara hati-hati. Pemerintah akan melihat berbagai reformasi dari sisi komunikasi, distribusi, pasokan (barang dan jasa), serta pola dari konsumsi musiman (lebaran, natal, tahun baru),” jelasnya.

Selain inflasi yang sebesar 3 persen, dalam Rancangan Undang-Undang APBN 2022 pemerintah mengajukan beberapa asumsi makro ekonomi kepada DPR, yakni pertumbuhan ekonomi sebesar 5-5,5 persen, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS Rp14.350, dan suku bunga surat utang negara (SUN) 10 tahun sebesar 6,82 persen.

Untuk diketahui, inflasi sendiri merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang cukup penting karena dapat menjadi tolak ukur dari aktivitas ekonomi suatu negara dalam satu periode.

Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi. Apabila inflasi tersebut ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan dan mengadakan investasi.

Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah atau pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat.

Pemerintah sendiri dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 124/PMK.010/2017 tentang sasaran inflasi menetapkan besaran 3-4 persen angka inflasi dengan deviasi (plus-minus) sebesar 1 persen. Adapun, pada tahun ini inflasi diyakini akan berada pada level 1,6 persen.