Pemerintah Berharap Inflasi Tak Naik Terlalu Cepat Demi Menjaga Momentum Pemulihan Ekonomi
Ilustrasi (Foto: Dok. Kemenkeu)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah melalui Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan bahwa besaran inflasi yang cenderung meningkat saat ini menjadi salah satu game changer dalam perekonomian nasional.

Menurut dia, level inflasi Indonesia yang kini bertengger di angka 4,9 persen year on year (yoy) masih relatif terkendali, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara peer group yang lain.

“Di dalam inflasi kita ada beberapa harga yang memang kelihatan meningkat, terutama harga pangan. Kita harus bisa menjaga inflasi jangan naik terlalu cepat supaya pemulihan ekonomi bisa berjalan sepanjang mungkin,” ujarnya dalam keterangan pers dikutip Rabu, 10 Agustus.

Suahasil menambahkan, fokus utama kini diarahkan pada lonjakan volatile food. Untuk itu, pemerintah berupaya memastikan ketersediaan suplai dan distribusi yang lancar.

“Kami terus melakukan serangkaian usaha agar sentra-sentra produksi pangan berjalan dengan baik, terutama ketika hari raya, hari libur, atau hari-hari besar yang lain,” tutur dia.

Lebih lanjut, Suahasil menjelaskan beberapa negara kini merasakan dampak dari kenaikan harga komoditas di sektor energi. Namun di Indonesia, terdapat beberapa komponen energi yang harganya ditentukan oleh pemerintah, seperti tarif listrik, LPG 3 kg, dan bahan bakar minyak (BBM).

“Ini menjadi sangat penting karena harga energi ini kemudian punya repercussion effect ke berbagai macam kegiatan ekonomi dan ke harga-harga produk lain,” tegas dia.

Menanggapi kondisi tersebut, pemerintah disebut akan tetap menjalankan strategi menstabilkan harga di dalam negeri guna mengurangi tekanan ekonomi nasional.

“Pemerintah mendapatkan windfall revenue karena harga komoditasnya naik, dan ini dipakai sebagian untuk membayar subsidi dan kompensasi tambahan dengan total mencapai Rp502 triliun,” terangnya.

Anak buah Sri Mulyani itu pun berharap inflasi akan tetap terkendali sehingga kegiatan produktif bisa terus berlanjut sembari mengoptimalkan APBN sebagai shock absorber dalam menjaga daya beli masyarakat dan juga memberi perlindungan sosial.

VOI mencatat, laju inflasi terus mengalami tren kenaikan sejak Februari 2022. Kala itu, level inflasi berada di kisaran 2,03 persen. Berturut-turut angka ini kemudian membengkak hingga menjadi 4,94 persen pada akhir Juli 2022.

Adapun, target inflasi dalam APBN 2022 adalah sebesar 3 persen plus minus 1 persen untuk sepanjang tahun ini. Level tersebut kemudian dikoreksi pemerintah menjadi 3,5 persen hingga 4,5 persen pada penutupan 2022 mendatang.

“Jadi sambil menggelontorkan APBN untuk menangani inflasi, kita juga mesti membuat keuangan negara sehat dengan defisitnya diturunkan ke bawah 3 persen pada tahun depan. Ini bisa membawa dampak bagus karena kita bisa menurunkan pembiayaan yang artinya jumlah utang bisa diminimalkan,” tutup Wamenkeu Suahasil Nazara.