Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah melonggarkan syarat perjalanan bagi penumpang penerbangan Jawa-Bali yakni dapat menggunakan rapid test Antigen dengan masa berlaku 1x24 jam. Namun, kebijakan ini hanya berlaku untuk penumpang yang telah mendapatkan suntikan vaksin sebanyak dua dosis. 

Lalu apakah kebijakan ini dapat mendorong sektor penerbangan bangkit?

Pengamat penebangan Alvin Lie menilai bahwa kebijakan pemerintah ini tidak berampak pada sektor transportasi udara. Sebab, pemerintah masih punya kendala dalam logistik pengadaan dan distribusi vaksin.

Apalagi, kata Alvin, total masyatakat yang sudah menerima vaksinasi dosis kedua baru 20 persen dari target. Sedangkan total masyarakat Indonesia yang sudah mendapat suntikan vaksin dua kali baru sekitar 12 persen dari total target.

"Peraturan ini terlalu rumit dan membatasi sama tidak ada pengaruhnya bagi transportasi udara karena distriktif, terlalu ketat peraturannya dan sama sekali tidak mendukung pulihnya kembali tansportasi udara," tuturnya saat dihubungi VOI, Minggu, 15 Agustus.

Pemerintah sebelumnya menerbitkan peraturan anyar tentang perjalanan pesawat di rute domestik dan internasional pada masa PPKM level 10-16 Agustus 2021. Beleid itu tertuang dalam Surat Edaran Kementerian Perhubungan Nomor 62 Tahun 2021 yang mulai berlaku pada 11 Agustus.

Di dalam surat edara ini, pemerintah mengatur penumpang intra Jawa-Bali dengan vaksin COVID-19 dosis pertama harus menyertakan tes RT-PCR. Sedangkan, penumpang dengan vaksin dosis kedua dapat memilih hasil Antigen.

Namun aturan tersebut tidak berlaku di moda transportasi lainnya, seperti bus, kereta api, maupun kapal laut. Ia menilai semestinya tidak perlu ada perbedaan kebijakan untuk angkutan udara karena akan menyulitkan pelaku usaha dan penumpang."Ini jauh terlalu rumit membingungkan konsumen, membingungkan petugas juga," ucapnya.