Bagikan:

JAKARTA - Pemulihan perekonomian Indonesia terus mengalami perbaikan setelah sebelumnya mengalami kontraksi panjang, kini Indonesia berhasil keluar dari jurang resesi dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07 persen di kuartal II 2021. Capaian ini tidak terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam menjaga sektor perdagangan.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan bagaimana menjaga kinerja perdagangan Indonesia dalam situasi pandemi COVID-19. Dalam menjaga perdagangan, ia menyebut, sektor manufaktur terutama industri garmen dan tekstil menjadi sangat penting.

Lebih lanjut, Lutfi menjelaskan jika sektor tersebut terganggu atau tutup, maka akan berpengaruh langsung pada penurunan ekspor Indonesia ke negara mitra dagang seperti Amerika Serikat dan Singapura. 

"Kita tidak bisa tidak disiplin dan terpaksa mengorbankan kesehatan dan kemudian terjadi penurunan ekonomi domestik dan pasar ekspor," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 5 Agustus.

Menurut Lutfi, tanpa adanya pandemi pihaknya pun sudah mempunyai tantangan dalam menjaga kinerja perdagangan, apalagi dalam kondisi seperti sekarang. Sebab, ekspor Indonesia ke negara Uni Eropa berpotensi terganggu oleh rencana pengenaan pajak karbon lintas yurisdiksi atau carbon border tax di Uni Eropa.

Karena itu, Lutfi mengaku berinisiatif untuk mengumpulkan data-data terkait perdagangan guna mengatasi permasalahan tersebut.

Terkait rencana Uni Eropa tersebut, Lutfi mengakui hal tersebut menjadi tantangan terbesar dalam menjaga kinerja perdagangan Indonesia. Namun, dia menekankan, jika dirasa mengganggu ekspor, pihaknya pun akan bekerja sama dengan para pelaku usaha untuk membawa ke jalur hukum.

"Jadi ini dikenakan ke produk dengan jejak karbon tinggi. Dan ini sedang kita pelajari, kita sedang memastikan kebijakan ini tidak mengganggu ekspor indonesia dan kita merasa yakin ini bertentangan dengan kaidah dan aturan WTO," ucapnya.

Di samping itu, Lutfi mengatakan bahwa saat ini Indonesia sedang berevolusi dalam memaksimalkan perdagangan ke arah barang dengan nilai tambah, dan barang berteknologi tinggi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kinerja ekspor, dan memperluas ke pasar-pasar baru di luar negara tradisional atau mitra dagang utama.

Tak hanya itu, kata Lutfi, pihaknya juga memiliki langkah lanjutan yakni menutup Atase Perdagangan Indonesia di Denmark, lalu memindahkannya ke Turki. Kemudian, pihaknya pun akan menutup Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) di Milan, Italia, dan memindahkan ke Karachi, Pakistan.

"Jadi ini perubahan-perubahan shifting di mana kita mencari pasar tradisional, dan beralih ke eksportir barang setengah jadi menjadi barang industri dan berteknologi tinggi," jelasnya.