Lagu Lama Itu Bergema Lagi, Konsumsi Rumah Tangga Jadi 'Juru Selamat' Pertumbuhan Ekonomi Indonesia hingga Sentuh 7,07 Persen
Ilustrasi (Foto: Dok. Kemenkeu)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) menginformasikan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal II 2021 yang sebesar 7,07 persen year-on-year (y-o-y) masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Hal tersebut ditegaskan oleh Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers yang digelar secara virtual hari ini.

“Sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga yang sebesar 3,17 persen. Diikuti kemudian, PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) sebesar 2,30 persen, net ekspor 0,98 persen, konsumsi pemerintah 0,61 persen, dan lain-lain sebesar 0,01 persen,” ujarnya, Kamis, 5 Agustus.

Dalam penjelasan Margo, secara spesifik konsumsi rumah tangga pada trimester kedua tahun ini naik menjadi 5,93 persen dibandingkan dengan trimester pertama lalu yang masih di angka minus 2,22 persen.

“Penguatan terjadi pada kelompok penjualan, yaitu makanan, minuman, tembakau, sandang suku cadang dan aksesoris, bahan bakar kendaraan, serta barang lainnya,” tutur dia.

Margo menambahkan, konsumsi kendaraan bermotor juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan didorong oleh insentif perpajakan yang diberikan oleh pemerintah.

“Penjualan wholesale mobil penumpang dan sepeda motor masing-masing tumbuh sebesar 904,32 persen dan 268,64 persen year-on-year,” tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut bos BPS yang baru menjabat sekitar dua bulan itu mengungkapkan pula bahwa secara umum tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada sepanjang kuartal II 2021 tercatat sebesar 7,07 persen y-o-y.

Adapun, secara year-to-date (Januari-Juni 2021) pertumbuhan ekonomi disebutkan sebesar 3,10 persen.

Perlu sumber pertumbuhan baru

Terpisah, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengungkapkan jika Indonesia perlu membuka ruang sumber pertumbuhan ekonomi baru yang lebih berkelanjutan (sustainable) selain sektor konsumsi.

Menurut Wimboh, strategi ini dianggap bisa menjadi solusi atas potensi masalah yang kerap timbul sebagai akibat dari pengetatan mobilitas masyarakat.

“Jadi sumber pertumbuhan baru ini bisa tetap menyerap tenaga kerja. Kami menilai sektor usaha yang berorientasi ekspor bisa dipilih agar ekonomi dapat tumbuh lebih stabil dan berkesinambungan,” katanya.