JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto mengklaim, pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,9 persen merupakan angka yang tinggi meskipun masih di bawah angka pertumbuhan nasional.
Airlangga menuturkan, memang tidak seluruh sektor usaha tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,05 persen (yoy) pada kuartal II 2024.
Dengan demikian, Airlangga menyatakan bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,93 persen masih berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, ini merupakan hal yang normal.
"Tidak semua sektor di bawah pertumbuhan ekonomi nasional (seperti) manufaktur yang di bawah pertumbuhan ekonomi nasional. Hanya beberapa sektor yang loncat, itu termasuk konstruksi, makanan-minuman dan lain-lainnya. Jadi, itu hal normal, tapi kami lihat seluruhnya positif," ujar Airlangga di kantornya, Senin, 5 Agustus.
Dia juga mengklaim bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara lain. Terlebih sektor tersebut masih menjadi sektor yang berkontribusi dominan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di kuartal II 2024.
"Kalau dibandingkan negara lain, secara relatif angka itu tinggi. Dan kontribusinya masih dominan, konsumsi masih 54,3 persen dari total PDB," kata dia.
"Konsumsi ini tentu kemarin didorong Ramadan, Idulfitri dan kegiatan mobilitas masyarakat. Termasuk kegiatan-kegiatan di hotel, restoran dan kafe," pungkasnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal II 2024 sebesar 4,93 persen secara year on year (yoy).
Pertumbuhan ini melambat jika dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang mencapai 5,22 persen.
SEE ALSO:
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh. Edy Mahmud menyampaikan, pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat disebabkan pada sebagian komoditas seperti pakaian dan transportasi mengalami pertumbuhan yang tidak tumbuh setinggi periode sama tahun lalu.
"Jadi, untuk sub kelompok atau komoditas pakaian dan transportasi mengalami pertumbuhan yang meskipun positif tapi tidak setinggi pertumbuhan tahun lalu. Selain itu, ada juga pergeseran Ramadan tahun lalu di April. Kemudian tahun ini sebagian besar di Maret dan di April. Pergeseran Ramadan mempengaruhi polanya, sehingga konsumsi Idulfitri sudah dilakukan di kuartal I," ujarnya dalam konferensi pers, Senin, 5 Agustus.
Menurut Edy, perlambatan tersebut terlihat dari indeks perdagangan dan eceran real yang melambat serta penjualan sepeda motor yang melambat.