JAKARTA - PT Pertamina (Persero) resmi meluncurkan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU). Produk tersebut merupakan hasil kolaborasi Pertamina dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Langkah ini merupakan wujud komitmen Pertamina untuk menurunkan karbon emisi tahun 2030 sebesar 30 persen.
Sekadar informasi, SPKLU merupakan tempat pengisian daya (charge) listrik sebagai bahan bakar kendaraan listrik di Indonesia baik motor maupun mobil.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan pengisian daya tersebut akan diberikan secara gratis bagi pengguna kendaraan listrik. Namun, akan dikomersialisasikan setelah perizinan operasional dikantongi perseroan. Saat ini, manajemen tengah mengurus dokumen perizinan operasionalnya.
"Ada tiga lokasi yang dikerjasamakan dengan BPPT dan alhamdulillah sudah beroperasi. Kami masih mengurus perizinan sehingga operasi ini sudah dapat dioperasikan kepada masyarakat sudah dapat digunakan secara gratis dan akan dikomersialkan ketika perizinan ini sudah selesai," ujarnya, saat launching SPKLU secara virtual, Kamis, 5 Agustus.
Tiga lokasi SPKLU tersebut berada di beberapa titik Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) milik Pertamina. Hingga saat ini, perseroan telah mengoperasikan 6 SPKLU fast charging yang berlokasi di SPBU COCO Fatmawati, COCO MT Lenteng Agung, COCO MT Haryono, COCO Kuningan, SPBU area Bandara Soekarno Hatta dan di Puspiptek BPPT Serpong.
Sementara itu, perusahaan pelat merah itu menargetkan 50 SPKLU akan beroperasi dalam dua hingga tiga tahun mendatang. Di mana, 50 SPKLU di beroperasikan di titik-titik SPBU COCO milik Pertamina
BACA JUGA:
"Selain itu Pertamina juga mengembangkan terkait dengan men-support pemerintah dan mengembangakan kendaraan listrik ini," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala BPPT Hammam Riz mengatakan jika pemerintah mampu bertransformasi dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik secara massal maka akan mampu menghemat sebanyak 373 juta barel di tahun 2050. Untuk itu, langkah-langkah pengembangan harus segera dilakukan.
"Impor bensin sebanyak satu juta barel pada tahun 2020 dan sebesar 373 juta barel pada tahun 2050 dengan asumsi harga impor bensin yang digunakan serta nilai tukarnya sebesar Rp15.000 per dolar maka penghematan devisa dari impor BBM adalah 5,86 miliar dolar atau sekitar Rp87,86 triliun," kata Hammam.
Menurut Hammam, hingga sekarang pemerintah terus menyusun peta jalan dalam pengembangan kendaraan listrik nasional. Setelah berjalan secara bertahap, penurunan impor BBM pun akan mulai terlihat sejak tahun 2030.