Persaingan Rumit, Pedagang Kecil Banyak yang Mati saat Beralih Jualan Online
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Founder & Chairman MarkPlus, Inc Hermawan Kartajaya berujar bahwa bisnis para pedagang kecil banyak yang mati saat beralih ke pasar digital atau online. Menurut dia, hal itu terjadi karena ketidaksiapan pedagang dalam mempersiapkan infrastruktur maupun peningkatan kualitas barang dagangannya.

Untuk bisa sukses dalam jual-beli secara daring, kata Hermawan, para pedagang harus memiliki perbedaan atau ciri khas tersendiri terhadap produknya. Sebab, dalam proses perniagaan secara daring banyak pesaing yang menawarkan barang yang sama.

"Sekarang dengan online ini jangan dikira persaingan menjadi gampang, malah menjadi lebih rumit lagi," tuturnya dalam diskusi daring di Jakarta, Kamis, 29 Juli.

Lebih lanjut, Hermawan mengatakan agar dapat bertahan dalam jual-beli online para pedagang harus melakukan inovasi yang mendalam terhadap produknya. Persiapan ini harus dilakukan secara matang sebelum memulai usaha.

Tak hanya itu, kemampuan berjualan juga menjadi tolok ukur utama dalam memulai bisnis. Sebab, semakin besar pasar yang dimasuki maka organisasi perusahaan harus semakin besar pula dan diiringi dengan modal serta aset yang banyak.

Hermawan mengibaratkan pedagang kecil yang mati dalam berjualan online seperti orang yang tidak dapat berenang namun dimasukkan ke dalam samudera. Para pedagang tersebut tidak mengetahui seberapa besar kemampuan mereka dalam berbisnis.

"Jadi ritelernya sendiri harus tau size (ukuran usaha) yang cukup untuk dia, bagaimana jangan banyak-banyak," ujarnya.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) pada tahun 2020 menyebutkan tingkat keberhasilan usaha rakyat dalam berjualan di platform digital sekitar 5 persen. Salah satu penyebabnya yakni pelaku usaha kesulitan dalam mendapatkan bahan baku dan tambahan modal.

Kondisi tersebut diperburuk dengan merebaknya pandemi COVID-19 yang membuat 60 persen usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) terpukul. Ini karena permintaan menurun di masa merebaknya wabah.

Padahal, sebagaimana diketahui UMKM selama ini mampu menjadi tulang punggung ekonomi nasional dengan menyerap 97 persen tenaga kerja. Selain itu, usaha kerakyatan ini juga berkntribusi terhadap 60 persen produk domestik bruto (PDB) nasional.