Bagikan:

JAKARTA - Pedagang kosmetik di Pusat Grosir Asemka mengeluhkan harga jual TikTok Shop yang jauh lebih murah dari harga modal. Imbas persaingan ini, banyak gerai di Asemka yang terpaksa harus gulung tikar lantaran tak mampu bertahan.

Salah seorang pedagang, Anton (21) mengatakan bahwa omzet tokonya sudah mengalami penurunan sejak 2021. Beban biaya yang harus dikeluarkan, kata Anton, tak sebanding dengan pemasukannya.

Di tahun 2023 ini, sambung Anton, pendapatan tokonya turun tajam menyentuh 70 persen akibat TikTok Shop. Kata Anton, sepinya pengunjung di Asemka karena harga di platform online jauh lebih murah.

Hal ini disampaikan Anton saat Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mendatangi tokonya saat melakukan kunjungan kerja ke Pusat Grosir Asemka, Jakarta Barat, Jumat, 29 September.

“Pendapatan kosong. Buat bayar karyawan, ngap-ngapan. Belum listrik, biaya sewa, yang offline kalah total malah (sama online),” ujar Anton.

Anton pun mengatakan pengunjung yang datang ke tokonya kerap membandingkan harga dengan yang dijual di online. Apalagi, belanja di marketplace sudah termasuk gratis biaya pengiriman.

“Jual bedak modal Rp22.000, di online bisa Rp15.000. Gimana orang gak ambil di online. Udah gratis ongkir, barang sama persis,” ujarnya.

“Jadi yang datang ke offline itu enggak ada sama sekali Pak. Udah datang, komplain lagi, masa di online segini, di sini segini,” sambungnya.

Karena persaingan harga dan juga sepinya pengunjung, kata Anton, banyak toko di Pusat Grosir Asemka yang terpaksa gulung tikar.

“Pengaruhnya besar banget. Toko-toko pada tutup, kasihan banget bos saya kadang-kadang udah kaya gimana buat bayar lapak, sampe karyawan. Turun banget, kasihan lah,” tuturnya.

Menanggapi hal ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan tidak melarang TikTok Shop, namun mengatur agar sosial media dengan e-commerce tidak boleh berada dalam satu aplikasi.

Zulhas sapaan akrab Zulkifli Hasan berharap dengan adanya Permendag Nomor 31 Tahun 2023 dapat mendorong toko offline bisa kembali menarik minat pembeli.

“Kita atur agar offline-nya laku, tapi nanti online itu pasarnya berbeda, misalnya social-commerce itu iklan kaya TV, pasti nanti belanjanya bisa di offline. Jangan dia jualan juga, iklannya juga, ngirim juga, diborong satu orang enggak boleh, (makanya) kita atur,” ujar Zulhas.