Pengusaha APD Baju Hazmat di Boyolali Kebanjiran Order hingga 1.800 Buah per Hari: Saya Bahkan Sering Menolak Pesanan
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Pengusaha produksi alat pelindung diri (APD) baju hazmat di Kabupaten Boyolali Jawa Tengah kebanjiran order seiring meningkatnya laju penambahan angka kasus COVID-19 di wilayahnya pada sebulan terakhir ini.

"Bahkan, APD baju hazmat menjadi barang wajib dalam penanganan pandemi COVID-19 ini, permintaan meningkat hingga 50 persen dibanding bulan sebelumnya," kata Yuli T.B. pemilik Gracia Garment Banyudono yang memproduksi baju hazmat di Boyolali, Jateng, dikutip dari Antara, Jumat 23 Juli.

Menurut Yuli pesanan baju hazmat produksinya meningkat sejak Juli ini. Padahal kemampuan memproduksinya sekitar 1.200 buah baju hazmat per hari dari tiga tempat produksi yakni satu di Banyudono dan dua di Sambi dengan jumlah total karyawan 60 orang.

"Saya sering menolak pesanan karena menyesuaikan kemampuan produksi. Order baju hazmat bulan ini, mencapai 1.800 buah per hari atau naik sekitar 50 persen dibanding bulan sebelumnya. Harga baju hazmat ini, dijual mulai Rp35.000 hingga Rp55.000 per buah," katanya.

Dia mengakui sudah kawalahan orderan dan menolak pesanan karena di luar kemampuan produksi. Selama ini, produksi baju hazmat miliknya disalurkan lewat distributor di daerah Solo dan sekitarnya, Semarang, Jakarta, serta Surabaya. Dari distributor baru disalurkan ke rumah sakit-rumah sakit atau relawan yang membutuhkan.

Menurut dia, baju hazmat memproduksinya ada dua jenis. Yakni baju hazmat untuk area ring 1 atau bersentuhan langsung dengan pasien COVID-19 seperti tenaga kesehatan (Nakes) di RS dan relawan pemakaman. Baju tersebut hanya bisa digunakan satu kali pakai dan bahannya impor.

Baju hazmat untuk area ring 2 bisa digunakan sampai dua kali. Dengan hamzat suit microporous breathable ini bersifat waterproof, antivirus, anti droplet, anti bakteri, anti debu, anti statik, tidak gerah dan nyaman digunakan. Produksi khusus untuk penanganan COVID-19 tertutama untuk suplai RS dan relawan.

Dia menjelaskan proses pembuatan baju hazmat tersebut dimulai dari pengukuran dan pemotongan kain. Bahan khusus itu, kemudian diobras dan penjahitan. Setelah itu, dilakukan proses shelling atau menutup rongga jahitan menggunakan selotip khusus. Guna meminimalisir kebocoran baju hazmat saat dipakai.