JAKARTA - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Thomas Dewaranu menyatakan implementasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro darurat berpotensi meningkatkan tren transaksi ekonomi digital.
“Pembatasan mobilitas masyarakat dan pembatasan jam operasi sentra-sentra ekonomi membuat platform digital menjadi opsi yang dapat dimanfaatkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya,” kata Thomas dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, dilansir Antara, Kamis, 1 Juli.
Menurut Thomas, perluasan akses Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) dan perlindungan konsumen menjadi dua hal yang patut diimplementasikan beriringan untuk mendukung peningkatan transaksi ekonomi digital.
Data Google dan Kementerian Perdagangan memperlihatkan bahwa selama pandemi COVID-19 sejak Maret 2020, konsumen digital baru dalam e-commerce di Indonesia meningkat sebanyak 37 persen sepanjang 2020.
Valuasi ekonomi digital Indonesia pun tumbuh lebih dari 40 persen per tahunnya sejak 2015 dan pada paruh waktu 2020 penyedia layanan digital di Indonesia telah memproses transaksi senilai 40 miliar dolar AS.
Sementara itu, jumlah penggunaan internet juga terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data BPS, Indonesia mengalami kenaikan pengguna internet secara signifikan dari 10,92 persen populasi pada 2010 menjadi 43,52 persen populasi pada 2019.
Namun, data yang sama juga menunjukkan bahwa ketimpangan digital di Indonesia banyak terjadi pada bottom of the pyramid (BOP), seperti masyarakat miskin, perempuan, lansia, dan penduduk dengan letak geografis timur Indonesia.
“Selain perluasan akses internet, perlindungan konsumen dan data transaksi ini juga perlu diperkuat. Legislasi Rancangan UU Perlindungan Data Pribadi harus memastikan konsumen mendapatkan perlindungan yang konsisten untuk transaksi, baik secara langsung maupun online,” ujar Thomas.
BACA JUGA:
Ia juga memaparkan perlunya upaya nyata dari pemerintah untuk meminimalkan, bahkan, menghilangkan ketimpangan akses teknologi informasi dan komunikasi (digital divide) antar daerah di Indonesia.
“Ketimpangan akses teknologi informasi dan komunikasi dapat menjadi hambatan dalam meningkatkan penetrasi ekonomi digital dan menciptakan peluang ekonomi untuk mereka yang tinggal di kota-kota kecil dan jauh dari pusat ekonomi,” ujarnya.
Lebih lanjut ia menyarankan pemerintah mengkaji ulang rencana kebijakan pembatasan produk impor di pasar digital sebagai upaya merespon meningkatnya transaksi online akibat PPKM mikro darurat.
Kebijakan tersebut, dinilainya, dapat membatasi pilihan ekonomi konsumen di pasar digital dan justru menambah beban bagi konsumen di pasar digital.
“Alih-alih melakukan kebijakan restriktif terhadap produk impor, perlindungan terhadap produsen lokal harus dilakukan dengan pendekatan ko-regulasi dan bekerjasama dengan platform digital,”
Ia pun mencontohkan pemberian wewenang terhadap platform seperti marketplace untuk mendukung produsen domestik dengan cara menyediakan lapak khusus dan memberikan label ‘bangga buatan Indonesia’ terhadap produk UMKM lokal. Upaya tersebut dinilainya jauh lebih baik dan minim distorsi dibandingkan dengan pembatasan peredaran barang impor.