Penetapan PPKM Darurat Dibayangi Penurunan Daya Beli, Inflasi Inti Hanya Tumbuh 0,09 Persen
Kepala Badan Pusat Statistik Margo Yuwono (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono mengatakan pandemi COVID-19 membawa dampak yang cukup signifikan terhadap ketahanan daya beli masyarakat.

Terlebih, lonjakan kasus harian yang relatif tinggi akhir-akhir ini memaksa pemerintah untuk menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada 3-20 Juli mendatang.

“Dampak pandemi COVID-19 secara umum terhadap daya beli masyarakat memberikan pengaruh,” katanya dalam konferensi pers secara daring, Kamis, 1 Juli.

Menurut Margo, guna memastikan apakah PPKM Darurat memberikan tekanan lebih lanjut pada daya beli maka perlu ditunggu catatan yang akan terjadi pada sepanjang bulan ini.

“Kami belum dapat pastikan apakah berdampak pada perkembangan harga, jadi kita tunggu bagaimana pengaruhnya kebijakan itu terhadap ekonomi,” tuturnya.

Meski hanya melontarkan jawaban diplomatis, Kepala BPS anyar pengganti Suhariyanto yang memasuki masa pensiun tersebut membeberkan beberapa catatan penting.

Pertama, inflasi inti hingga akhir Juni 2021 hanya mampu tumbuh tipis 0,09 persen. Artinya, geliat ekonomi berada dalam kondisi yang tidak cukup kencang pada sepanjang bulan lalu.

“Secara umum kondisi Juni tetap terjaga meski inflasi intinya hanya tumbuh tipis,” tutur dia.

Kedua, Margo juga melaporkan bahwa pada bulan lalu terjadi deflasi sebesar 0,16 persen secara month-to-month (m-t-m). Angka tersebut merupakan deflasi pertama yang terjadi pada sepanjang tahun ini.

Adapun, bukuan deflasi pada Juni berdasarkan pengamatan di 90 kota di seluruh Indonesia, dimana 56 kota yang mengalami deflasi serta 34 kota lainnya mengalami inflasi.

“Deflasi tertinggi terjadi di Kupang (NTT) sebesar 0,89 persen dengan kontributor utama dari penurunan harga kangkung, biaya tarif angkutan udara, dan penurunan harga tomat,” tuturnya.

Sementara untuk kota dengan raihan inflasi tertinggi ada di Singkawang, Kalimantan Barat sebesar 1,36 persen yang disebabkan oleh adanya kenaikan harga daging babi, tahu mentah, dan daging ayam ras.