Sektor Manufaktur Diyakini ‘Kebal’ di Tengah Kasus COVID-19 yang Menggila Saat Ini
Ilustrasi (Foto: Dok. Indofood)

Bagikan:

JAKARTA - Pengamat Ekonomi Center of Reform on Economics (​CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai lonjakan kasus COVID-19 yang saat ini terjadi sangat berpotensi untuk menekan kinerja ekonomi. Menurut dia, kondisi ini dapat menghambat momentum pemulihan ekonomi yang kini sedang diakselerasi pemerintah.

“Akibat peningkatan kasus ini tentu aktivitas masyarakat akan jauh berkurang dibandingkan dengan periode sebelumnya, meskipun beberapa sektor produktif masih dapat beroperasi dengan standar dan protokol kesehatan yang ketat,” ujarnya ketika dihubungi VOI, Rabu, 23 Juni.

Dia menambahkan, sebagian besar lini usaha pasti mengurangi kegiatan dan juga kapasitas produksi. Walaupun hal tersebut diyakini terjadi, Yusuf percaya masih ada sektor yang bisa bertahan bahkan berpeluang untuk tetap tumbuh.

“Situasi ini agaknya tidak terlalu berdampak pada sektor manufaktur, khususnya bagi korporasi yang bergerak dalam industri makanan dan minuman,” tuturnya.

Dalam asumsinya, industri yang kerap disebut mamin itu malahan cukup potensial untuk menopang laju pertumbuhan ekonomi.

“Saat sektor lain mengalami tekanan, industri makanan dan minuman bisa memainkan peranan lebih untuk mengerek angka pertumbuhan ke level yang lebih baik,” ucapnya.

Selain manufaktur, ekonom itu mengungkapkan pula jika sektor pertanian dan perkebunan dapat menjadi tumpuan dalam menggejot produktivitas di dalam negeri.

“Saya kira sektor-sektor ini masih bisa tetap jalan di tengah kenaikan kasus COVID-19 karena mempunyai resiliensi yang cukup kuat,” tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyebut jika sektor manufaktur termasuk dalam kategori growth driver.

“Untuk sektor growth driver ini juga sama-sama terkena dampak pandemi dan kontraksinya dalam. Tetapi mereka bisa pulih dengan waktu yang relatif cepat. Hal tersebut bisa dilihat dari aktivitas produksi yang terus meningkat,” katanya beberapa waktu lalu.

Adapun, kebalikan dari sektor growth driver adalah slow starter yang berarti terdampak pandemi namun gerak pemulihannya lambat.

Selain itu, slow starter jika dilihat dalam gambaran kurva tidak simetris antara penurunan dan juga waktu pemulihan. Beberapa contoh dari lini usaha yang masuk dalam kategori ini adalah perdagangan, konstruksi, transportasi, dan jasa.