Luhut: Jangan Marah ke China Terus ya, Kita Bergantung Obat-obatan dari Mereka
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. (Foto: Instagram @luhut,pandjaitan)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Invetasi Luhut Pandjaitan meminta kepada masyarakat Indonesia untuk tidak marah-marah kepada China. Sebab, Indonesia memiliki ketergantungan kepada negara tersebut dalam hal obat-obatan. Sementara, Negeri Tirai Bambu punya peran besar dalam suplai produk-produk kesehatan di dunia.

China, kata Luhut, telah menjadi produsen obat utama yang berkontribusi terhadap dua per tiga suplai obat-obatan di dunia. Karena itu, Luhut meminta agar masyarakat tidak memandang buruk kedekatan Indonesia dengan China.

"Kita jangan juga marah-marah sama China terus. Ternyata dua per tiga obat-obat dunia itu diproduksi dari China. Apa yang namanya MIT, namanya harvard, dan segala macam itu mesannya ke China," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Selasa, 15 Juni.

Selain itu, kata Luhut, China saat ini memiliki teknologi kelas tinggi. Karena itu, momentum tersebut harus dimanfaatkan Indonesia untuk melakukan kerja sama dalam bidang obat-obatan dan alat kesehatan.

"Kebetulan hubungan kita sangat baik, kita manfaatkan itu untuk technology transfer ke kita, mereka investasi ke kita, sehingga bahan baku dasar obat itu pun kita dapat," tuturnya.

Lebih lanjut, Luhut berujar kerja sama dengan China akan sangat menguntungkan bagi Indonesia, apalagi di masa pandemi COVID-19 ini. Sebab, Indonesia nantinya bisa memenuhi kebutuhan obat dan alat-alat kesehatannya secara mandiri.

"Sehingga kalau ada lockdown di beberapa negara, seperti India lockdown, kita tidak ada masalah dengan paracetamol yang belum ada produksinya. Sekarang Alhamdulillah kita bisa produksi walau masih ada hambatan," ucapnya.

Meski masih bergantung pada China, pemerintah tetap mendorong agar produksi dalam negeri perlahan-lahan dapat menggantikan obat-obatan dan alat kesehatan impor dari China maupun yang lainnya. Luhut menyoroti penggunaan produk kesehatan di dalam negeri masih lebih rendah jika dibandingkan dengan impor.

Hingga Juni 2021 pemesanan alat kesehatan dalam negeri hanya sebesar Rp2,9 triliun. Sedangkan alat kesehatan impor 5 kali besar dari produk lokal dengan nilai Rp12,5 triliun melalui e-katalog.

"Untuk itu perlu aksi afirmatif oleh pemerintah guna meningkatkan belanja alat kesehatan dalam negeri minimal sebesar Rp6,5 triliun untuk 5.462 barang untuk tahun anggaran 2021 melalui e-katalog. Selain itu, perlu peningkatan kapasitas produksi alat kesehatan dalam negeri dan investasi di bidang alat kesehatan," jelasnya.

Luhut mengatakan dari 358 jenis alat kesehatan yang sudah diproduksi dalam negeri, 79 jenis di antaranya sebenarnya sudah mampu mensubtitusi atau menggantikan produk impor untuk kebutuhan nasional.