Bagikan:

JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak Kejaksaan Agung untuk mengusut adanya dugaan penggelapan uang bermodus impor emas senilai Rp47,1 triliun melalui Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Soekarno Hatta, Tangerang.

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan angkat bicara mengenai hal ini. Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC Kemenkeu Syarif Hidayat menjelaskan saat ini, impor emas dapat diklasifikasikan ke dalam empat klasifikasi tarif Bea Masuk (BM).

Berikut perinciannya:

1. HS 7108.12.10 untuk emas batangan yang akan diolah kembali (dalam bentuk bongkah, ingot atau batang tuangan) dengan tarif BM 0 persen.

2. HS 7108.12.90 selain dalam bentuk bongkah, ingot atau batang tuangan, dengan tarif BM 5 persen.

3. HS 7108.13.00 untuk emas bentuk setengah jadi lainnya, dengan tarif BM 5 persen.

4. HS 7115.90.10 untuk emas batangan yang langsung siap dijual, dengan tarif BM 5 persen.

"Pengklasifikasian yang dilakukan oleh Bea Cukai sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku," katanya, dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa, 15 Juni.

Menurut Syarif, importir melakukan pengajuan Pemberitahuan Impor Barang dengan klasifikasi pada HS 7108.12.10. Atas pemberitahuan tersebut, Bea Cukai melakukan penelitian terhadap uraian barang berdasarkan ketentuan dan kaidah-kaidah serta referensi-referensi yang diatur dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) yang dituangkan dalam Ketentuan Umum Menginterpretasi Harmonized System atau KUM HS, catatan bagian, catatan bab, dan explanatory notes.

Lebih lanjut, Syarif mengatakan hasil penelitian mendapati bahwa emas tersebut tidak dimasukkan sebagai minted gold bar dikarenakan barang tersebut tidak dihasilkan melalui rolling, drawing, maupun cutting dan hanya berbentuk sebagaimana asalnya atau dalam bentuk sesuai moulding-nya.

Berdasarkan referensi lainnya, kata dia, disebutkan terkait dengan marking yang ada pada permukaan atasnya tidaklah merubah karakteristik sebagai ingot, dan oleh sebab itu tidak dimasukkan sebagai bentuk semi manufactured (setengah jadi). Atas dasar hasil penelitian tersebut maka klasifikasi importir dapat diterima.

"Atas importasi tersebut Bea Cukai dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan pada saat ini sedang melakukan review kembali terkait penetapan tarif BM Emas batangan tersebut," ucapnya.

Kata dia, saat ini review atas jenis emas batangan tersebut masih berjalan secara internal di Bea Cukai, dengan melihat ketentuan di BTKI, jenis emas batangan yg diimpor, dan ketentuan di World Customs Organization (WCO).

Hasil dari review tersebut kemudian akan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan antara lain:

a) bila emas batangan tersebut memang masuk spesifikasi HS 7108.12.10, maka tarif BM akan tetap dikenakan 0 persen sesuai dengan yang sudah berjalan saat ini.

b) bila emas batangan tersebut masuk spesifikasi HS 7108.13.00 dan HS 7115.90.10, maka tarif BM akan dikoreksi menjadi 5 persen. Dan kemudian akan ada penelitian ulang untuk menghitung kembali beban BM dalam 2 tahun berjalan, sesuai ketentuan Perundang-undangan.

"Dalam pelaksanaan tugas, Bea Cukai senantiasa mengedepankan proses pengenaan pungutan negara secara optimum dan adil," ujarnya.

Sekadar informasi, dugaan penggelapan uang bermodus impor emas senilai Rp47,1 triliun melalui Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Soekarno Hatta, Tangerang, ini diungkap anggota Komisi III Arteria Dahlan dalam rapat kerja antara Komisi III DPR RI dan Kejaksaan Agung di ruang rapat Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 14 Juni.

"Ini ada masalah penggelapan. Ini ada masalah orang maling terang-terangan, Pak. Saya ingin sampaikan coba diperiksa kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Soekarno-Hatta. Namanya inisialnya FM. Apa yang dilakukan Pak? Ini terkait impor emas senilai Rp47,1 triliun. Ulangi pak, Rp47,1 triliun. Kita nggak usah ngurusin pajak rakyat Pak," ujar Arteria.

Menurut Arteria, yang dilakukan ada indikasi ada perbuatan manipulasi atau pemalsuan dengan menginformasikan hal yang tidak benar. Sehingga produk tidak dikenai bea impor dan tidak dikenai pajak penghasilan impor. Adapun potensi kerugian negaranya mencapai Rp2,9 triliun. Ia menilai angka ini bukan angka yang kecil.

Arteria lantas mengungkapkan modus yang dilakukan para pihak. Modusnya adalah impor emas Rp 47,1 triliun dengan mempergunakan HS yang tidak sesuai.

"Ini bukan temuan pertama Pak, ini temuan kesekian kalinya. Saya tadi dikatakan Pak Suding ada PT Jardin Traco Utama April 2020. Pelakunya sama pak, Finani dan petinggi kantor pusat Bea Cukai," ujarnya.