JAKARTA - PT Minna Padi Asset Manajemen (MPAM) dalam pengembalian dana nasabah, menawarkan dua skema dan telah disepakati. Pertama, skema in-cash atau dana tunai, dan kedua, skema in-kind atau pengembalian dalam bentuk efek saham. Namun, para nasabah ingin dibayarkan tunai secara penuh.
Perwakilan investor MPAM Jackson mengatakan nasabah menuntut agar pengembalian dana dilakukan secara in-cash atau tunai. Nasabah yang MPAM sendiri berjumlah lebih dari 4.000 orang.
"Iya (tunai). Karena 100 persen kita di sana ditawari adalah deposito. Kalau kita masuk uang diharapkan yang kembali dengan uang," tuturnya, saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat, 11 Juni.
Jackson mengatakan bahwa nasabah menuntut Minna Padi untuk bertanggung jawab membayarkan dana investasinya seperti yang dijanjikan dimulai dengan menggunakan nilai aktiva bersih (NBA) pembubaran. Namun, sejak dibubarkan OJK pada akhir 2019, perusahaan tidak berniat membayarkan sesuai dengan janjinya tersebut.
"Minna Padi harus bertanggung jawab sesuai dengan perjanjian dengan nasabah. Jika tidak dengan pokok tapi sesuai perjanjian 6 bulan berapa, 1 tahun berapa. (Tapi) dari awal tidak disebutkan berapa," katanya.
Jackson mengatakan, para nasabah menuntut MPAM untuk bergantung jawab penuh atas segala kerugian yang timbul akibat kegagalannya. Termasuk meminta agar direksi dan komisaris perusahaan bertanggung jawab secara pribadi karena kelalaiannya mengawasi PMAM.
"Kalau pelanggaran hukum ya seperti yang tertera di surat pembubaran disampaikan mereka harus tanggung jawab penuh semuanya. Bahkan sampai ke harta pribadinya baik itu dewan komisaris, dewan direksi dan lain-lain," ucapnya.
Sekadar informasi, pembayaran dana investor pertama telah dilakukan oleh MPAM pada Maret 2020 senilai Rp1,6 triliun dari total kerugian yang besar Rp4,8 triliun dari enam reksadana yang dibubarkan OJK tersebut.
"Waktu sudah berjalan hampir dua tahun, namun hingga kini kejelasan pengembalian dana tabungan Nasabah Korban MPAM masih tidak jelas," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pengamat Pasar Modal Hasan Zein Mahmud mengatakan Minna Padi harus berani tampil untuk menyelesaikan masalah ini. Sebab, kata dia, hal ini berkaitan dengan etika bisnis.
BACA JUGA:
"Imbauan untuk Minna Padi, kalau Anda punya etika tampil lah selesaikan. Anda tidak dapat membeli kehormatan, Anda harus mendapatkan dengan perilaku Anda. Kalau mereka punya aturan, etika, datanglah," ucapnya.
Menurut Hasan, gagal bayar itu merupakan hal yang biasa dalam bisnis. Setiap hari ada perusahaan yang gagal bayar, tapi gagal karena pelanggaran itu sesuatu yang luar biasa. Karena itu, kata Hasan, Minna Padi harus duduk bersama dengan nasabahnya untuk menyelesaikan kasus ini.
"Korbankan seluruh kekayaan pribadi. Di luar (negeri) sebuah perusahaan bangkrut, pemiliknya bangkrut. Di Indonesia perusahaan bangkrut, pemiliknya makin kaya. Itu etika bisnisnya sama sekali tidak ada. Tolong lah bantu penyelesaian. Saya kira kalau kita terbuka insyaallah bisa diselesaikan," katanya.
Sebagaimana diketahui berdasarkan perintah OJK kepada MPAM dengan nomor surat S-1422/PM.21/2019 tertanggal 21 November 2019 untuk melakukan pembubaran terhadap enam reksa dana yang dikelola MPAM.
Pembubaran ini disebabkan karena OJK menemukan berbagai pelanggaran UU dan peraturan OJK yang dilakukan oleh MPAM termasuk pihak utama pengurus yakni direksi dan dewan komisaris maupun oleh pihak utama pengendali yaitu pemegang saham pengendali.
Adapun enam reksadana tersebut adalah Amanah Saham Syariah, Hastinapura Saham, Pringgodani Saham, Pasopati Saham, Properti Plus Saham dan Keraton II.