JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) 2022 merupakan formulasi keuangan yang dapat menghasilkan dampak jangka panjang hingga 5-10 tahun ke depan.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu mengatakan dalam menyusun rancangan fiskal tahun depan, pemerintah tidak melihat indikator makro yang terjadi pada 2021 saja tetapi juga proyeksi sampai 2025 mendatang.
Di sini pemerintah jelas sangat serius untuk melakukan reformasi secara komprehensif sehingga tidak hanya terpaku pada kegiatan business as usual,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin, 7 Juni.
Febrio menambahkan, selain mengusung semangat reformasi fiskal, pemulihan dan akselerasi pertumbuhan ekonomi pasca pandemi dapat diraih dengan mengoptimalkan bonus demografi untuk meningkatkan produktivitas. Adapun, cara pertama yang akan dilakukan adalah peningkatan sumber daya manusia.
“Sementara cara kedua dengan penyediaan infrastruktur mulai dari infrastruktur dasar yang mendorong konektivitas. Lalu selanjutnya adalah bagaimana energi harus tersedia, pangan juga harus tersedia, dan dorongan industrialisasi harus terus kita lakukan,” tuturnya.
Selain itu, sambung dia, yang tidak kalah penting adalah reformasi birokrasi dan regulasi yang kemudian diterjemahkan menjadi kemudahan berusaha bagi masyarakat serta investor dengan tujuan menciptakan lebih banyak lapangan kerja.
“Inilah yang kemudian bisa mendorong perekonomian kita bisa bekerja di level yang lebih tinggi dalam beberapa tahun ke depan,” imbuhnya.
BACA JUGA:
Seperti yang diberitakan VOI sebelumnya, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022, pemerintah menetapkan pertumbuhan ekonomi berada di level 5,2 persen hingga 5,8 persen.
Lalu, inflasi diperkirakan pada kisaran 2-4 persen, serta estimasi nilai tukar rupiah pada kisaran Rp13.900 hingga 15.000 per dolar AS.
Sementara untuk pendapatan negara pada 2022 diproyeksi sekitar Rp1.823 triliun dengan rencana belanja sebesar Rp2.631 triliun.
Dari estimasi tersebut dapati bahwa defisit anggaran akan berada pada kisaran Rp800 triliun atau setara 4,5 persen dari produk domestik bruto (PDB).