Banyak Negara Bikin Utang, Sri Mulyani Prediksi Pasar Keuangan Dunia Akan Bergejolak Pasca Pandemi
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani memprediksi kondisi pasar keuangan dunia akan mengalami dinamika yang cukup kuat dalam beberapa tahun ke ke depan. Asumsi itu didasarkan pada banyaknya negara yang mencari pembiayaan untuk mengatasi dampak pandemi COVID-19 di wilayahnya.

“Seluruh dunia mengalami countercyclical, itu artinya defisit meningkat dan utang publik meningkat,” ujarnya dalam konferensi pers virtual, Kamis, 29 April.

Menurut Menkeu, seluruh bangsa di dunia tetap memprioritaskan penanganan pandemi sebagai fokus utama sembari berkonsentrasi menekan dampak pada sektor ekonomi.

“Ini menjadi persoalan global yang dihadapi dunia saat ini, sekali lagi di dunia,” tegasnya.

Pernyataan tersebut dilontarkan sebagai bentuk jawaban atas defisit anggaran pemerintah yang melebar dalam setahun pandemi.

“Untuk itu Indonesia perlu untuk menjaga dan mengelola APBN untuk kembali sehat. Namun kita juga tahu bahwa APBN masih dibutuhkan untuk kembali memulihkan ekonomi, masih diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan yang penting,” jelasnya.

Sebagai informasi, APBN 2021 ditargetkan pendapatan negara sebesar Rp1.743 triliun, dengan belanja Rp2.750 triliun. Komposisi itu mengakibatkan defisit sebesar Rp1.000 triliun atau 5,7 persen dari produk domestik bruto (PDB).

Sementara untuk rencana APBN 2022, pendapatan negara tahun depan diperkirakan sekitar Rp1.823 triliun dengan sektor belanja disebutkan sebesar Rp2.631 triliun. Dari estimasi tersebut dapati bahwa defisit anggaran akan berada pada kisaran Rp800 triliun atau setara 4,5 persen dari PDB.

Gambaran tersebut masih lebih baik dari defisit anggaran Amerika Serikat yang sebesar 15,6 persen dari PDB-nya, serta China  yang sebesar 11,9 persen.

Dari lingkungan Asia tenggara, Indonesia masih tercatat lebih baik dari Singapura dengan defisit 10,8 persen, dan Filipina yang sebesar 8,1 persen.

“Dibandingkan dengan negara lain, baik itu di G20 dan ASEAN utang dan defisit Indonesia masih lebih baik,” katanya.

Mengutip data Bank Indonesia, utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2021 sebesar 422,6 miliar dolar AS atau setara Rp6.145,7 triliun (kurs: Rp14.542).

Bukuan tersebut meningkat 4,0 persen dibandingkan dengan periode yang sama 2020, atau lebih tinggi dari pertumbuhan Januari 2021 yang tercatat 2,7 persen.

ULN Indonesia pada Februari 2021 tetap terkendali, tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap PDB yang tetap terjaga di kisaran 39,7 persen. Adapun, dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 diatur batasan rasio utang tidak boleh melebihi 60 persen PDB.