Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mendorong perluasan keuangan syariah, khususnya bagi kalangan muda guna meningkatkan inklusi keuangan di masyarakat.

Asisten Deputi Keuangan Inklusif dan Keuangan Syariah Erdiriyo mengatakan, hal tersebut sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menargetkan indeks keuangan inklusif pada 2024 yaitu sebesar 90 persen.

“Strategi Nasional Keuangan Inklusi (SNKI) bertujuan untuk mempercepat dan meningkatkan akses keuangan kepada seluruh masyarakat,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu, 21 April.

Erdiriyo menambahkan, pihaknya telah melakukan sinergi implementasi program keuangan inklusif dengan Pengurus Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah. Peran organisasi kemasyarakatan keagamaan tersebut cukup strategis karena memiliki 28.159 unit jaringan dan empat juta anggota.

Sinergi itu sejalan dengan yang telah ditetapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang menginginkan partisipasi pemuda dalam perluasan akses layanan keuangan. Menko Airlangga menganggap bahwa pemuda merupakan salah satu kelompok prioritas dalam hal ini.

Sebagai informasi, survey Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019 menunjukkan bahwa indeks keuangan inklusif Indonesia hanya sebesar 76 persen. Sementara untuk indeks inklusi keuangan syariah masih cukup rendah dengan 9,1 persen di tahun yang sama.

“Dengan besarnya populasi penduduk muslim di Indonesia yang mencapai 87 persen dari total penduduk berjumlah 255 juta jiwa, Indonesia merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sehingga terdapat potensi yang besar untuk meningkatkan indeks inklusi keuangan syariah di Indonesia,” jelasnya.

Untuk itu, Erdiriyo berharap agar besarnya potensi tersebut dapat disertai dengan sinergi yang lebih koordinatif antar pemangku kebijakan.

Sebagai informasi, sektor ekonomi syariah utamanya perbankan, diproyeksi menjadi salah satu sumber pertumbuhan baru. OJK menyebut bahwa performa pembiayaan perbankan syariah tumbuh 9,5 persen pada 2020.

Hal tersebut bertolak belakang dengan perbankan konvensional yang mencatatkan pertumbuhan kredit minus 2,41 persen untuk periode yang sama.