JAKARTA - Kepala Badan Standardisasi dan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Andi Rizaldi mengatakan, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib bagi produk pangan akan secara langsung meningkatkan daya saing industri makanan dan minuman dalam negeri.
Dengan menerapkan SNI, lanjutnya, pelaku industri turut berpeluang meningkatkan akses pasar yang lebih luas, sekaligus efisiensi biaya operasional.
"SNI wajib bagi produk pangan bertujuan memastikan pemenuhan standar mutu nasional, yang dapat memberikan perlindungan kepada konsumen, serta memperkuat daya saing produk lokal,” kata dia dilansir ANTARA, Senin, 23 Desember.
Pihaknya bersama Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah mengadopsi ISO 9001:2015 menjadi SNI ISO 9001:2015.
Standar ini mendukung pengembangan budaya kerja kondusif dan pencapaian tujuan bisnis yang optimal.
Namun demikian, saat ini masih diperlukan upaya strategis untuk meningkatkan penerapan standar tersebut di sektor industri kecil menengah (IKM) pangan.
Upaya itu antara lain mendukung pelaku usaha dengan pengurangan biaya sertifikasi, meningkatkan pemahaman pelaku usaha tentang manfaat dan proses sertifikasi, serta merancang prosedur sertifikasi yang lebih mudah diakses oleh pengusaha IKM.
Kepala Balai Besar Standardisasi dan Pelayanan Jasa Industri Agro (BBSPJIA) Bogor Siti Rohmah Siregar menyatakan, pihaknya juga telah mengkaji bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terkait penerapan ISO 9001:2015 dan SNI wajib untuk IKM pangan.
Hasil kajian menunjukkan masih sedikit pengusaha IKM yang menerapkan standardisasi sertifikasi, seperti SNI atau ISO, dan juga masih minimnya pelaku IKM yang menggunakan internet sebagai sarana pemasaran produk.
Padahal, bagi IKM yang telah mempunyai atau menerapkan SNI/ISO, akan memiliki tingkat produktivitas 14 persen lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak memilikinya.
BACA JUGA:
Hal ini turut berlaku terhadap IKM yang memiliki akses internet dan SNI/ISO. Bahkan, bagi IKM yang memiliki kedua hal tersebut, dinilai memiliki tingkat produktivitas 15 persen lebih tinggi daripada IKM yang tidak memiliki keduanya.