Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah sedang menyiapkan berbagai kebijakan fiskal untuk tahun 2025 dan rencananya akan diumumkan pada minggu depan. Di antaranya, keputusan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen.

Adapun hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto usai lakukan rapat koordinasi terbatas di kantornya saat ditemui awak media, Selasa, 3 Desember.

Meski demikian, Airlangga belum dapat memberitahukan detail terkait keputusan yang akan diambil oleh pemerintah, apakah tetap menaikkan tarif PPN atau menunda pemberlakuannya.  

"Nanti diumumkan minggu depan," ujarnya.

Adapun saat ditanyakan kembali terkait kemungkinan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, Airlangga menjelaskan hal tersebut masih dalam tahap pembahasan dan simulasi dengan kementerian terkait.

"Disimulasikan dulu," ujarnya.

Airlangga menyampaikan sebelum diumumkan pada minggu depan, akan terlebih dahulu melaporkan kepada Presiden Prabowo Subianto terkait hasil rapat koordinasi terbatas.

"Ya nanti kita laporkan sesudah rapatnya selesai," katanya.

Untuk diketahui, kebijakan tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada Pasal 7 ayat (1), tarif PPN 12 persen berlaku paling lambat 1 Januari 2025, setelah kenaikan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022.

Airlangga menjelaskan minggu depan selain mengumumkan keputusan terkait kenaikan PPN 12 persen akan diumumkan juga soal kebijakan fiskal lainnya seperti Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) kendaraan, insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP).

“Kami membahas beberapa hal terkait fiskal yang sedang dimatangkan. Kan di tahun ini contohnya ada PPNBM untuk otomotif Kemudian PPN DTP untuk perumahan. Nah ini lagi dimatangkan. Seminggu lagi nanti akan kami umumkan kebijakan untuk tahun depan,” jelasnya.

Selain itu, Airlangga menyampaikan Pemerintah akan memberikan insentif baru untuk industri padat karya yang akan diumumkan minggu depan.

"Ada insentif inisiatif baru tentu kita lihat dan juga tadi kita bahas juga insentif untuk misalnya industri padat karya, untuk revitalisasi permesinan di mana kita minta untuk dihitung kembali, scheme-nya seperti apa," ujarnya.

Menurut Airlangga agar insentif yang diberikan untuk industri padat karya mempunyai daya saing lantaran jika tidak memiliki berdaya saing tentu akan kalah dengan industri yang baru berinvestasi.

Di sisi lain, Airlangga menyampaikan terkait daya beli masyarakat yang kian tergerus, Pemerintah telah memiliki program bantuan sosial (bansos) yang sudah direncanakan. “Daya beli masyarakat kan sudah ada bansos. Jadi tentu kita akan lihat lagi,” jelasnya.

Selain itu, Airlangga menyampaikan pemerintah juga sedang melihat kebijakan global, seperti pajak minimum global yang akan berdampak pada insentif investasi di Indonesia.

“Kita tidak ingin perusahaan multinasional yang mendapat tax holiday di Indonesia justru dipajaki oleh negaranya. Jadi, ini masih kita lihat,” imbuhnya.