Bagikan:

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Soedeson Tandra, mendesak agar Kejaksaan Agung (Kejagung) bersikap transparan dan profesional dalam sidang praperadilan kasus Tom Lembong.

Desakan itu menyusul adanya dugaan JPU telah menyediakan kesaksian tertulis bagi dua saksi ahli yang dihadirkan Kejagung, yakni Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga Taufik Rachman.

"Kami minta agar penyidikan yang dilakukan itu berjalan secara transparan dan akuntabel."

"Artinya, bahwa pihak penyidik dalam hal ini kejaksaan harus benar-benar profesional. Tidak boleh sembarangan masalah yang berkaitan dengan hal teknis, ya," ujar dia dalam keterangan yang dikutip Sabtu, 23 November 2024.

Dia menilai akan sangat tidak profesional jika penyidik terbukti menyiapkan dokumen tertulis yang digunakan oleh saksi ahli dalam sidang praperadilan. Apalagi, isi dokumennya diduga sama.

"Nah, misalnya mengenai kalimat terakhirnya. Kalau itu sama, ya, kami menyayangkan. Kami tidak menemukan profesionalisme dari pihak penyidik," katanya.

Selain itu, Soedeson mengimbau Kejagung dan pihak tertentu tidak mencampuri independensi hakim dan proses praperadilan yang dimaksud.

"Kami harus mengetahui benar-benar latar belakangnya, ya. Karena ini, 'kan, sudah masuk ke dunia praperadilan."

"Saya khawatir jangan sampai kami terus dianggap mencampuri independensi hakim dan proses praperadilan. Itu dulu," ucap dia.

Soedeson percaya bahwa Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan sungguh-sungguh memeriksa kasus dugaan impor gula yang disangkakan ke Tom Lembong.

Dia tak menampik bahwa kasus ini menjadi fokus semua pihak, baik itu Pemerintah, DPR dan masyarakat. Sehingga, perlu dikawal secara terbuka.

"Jadi, kami cuma ingin mengingatkan semua pihak saja. Termasuk jaksa penuntut umum dan hakimnya agar benar-benar transparan dan akuntabel serta profesional," ujarnya.

Senada dengan Soedeson, Anggota Komisi III DPR RI, Benny K. Harman, menekankan bahwa hukum harus diterapkan secara equal untuk memenuhi asas persamaan di depan hukum. Artinya, semua orang sama di depan hukum.

Terlebih, adanya praduga motif politik di balik penetapan Tom Lembong sebagai tersangka. Soal ini, Benny menilai Kejagung harus menepis anggapan tersebut dengan memberi penjelasan secara transparan kepada publik.

"Asas bersamaan hukum itu adalah intinya hukum yang sama harus diterapkan kepada semua orang tanpa perbedaan."

"Kalau ada pelanggaran hukum sanksinya harus diterapkan kepada semua, siapa pun yang melanggar hukum. Nah, itu prinsipnya," tutur Benny.

Karena itu, kata Benny, penting bagi Kejagung untuk membuka kasus ini secara terang benderang di depan publik sehingga masyarakat bisa mengawasi dengan lebih saksama.

"Karena selama ini 'kan hanya seolah-olah impor gula. Impor gula 'kan semua menteri di kementerian itu impor gula. Impor gula itu 'kan kebijakan, belum tentu ada unsur perbuatan melawan hukum di situ. Kami 'kan nggak tahu waktu itu unsurnya," tutur dia.

Menurut Benny, demi menghindari bola panas secara liar terus berlanjut, DPR bahkan meminta Kejagung untuk bisa melaporkannya secara terbuka kepada wakil rakyat.

"Kani minta kalau bisa Kejaksaan Agung itu memberikan penjelasan lebih terbuka dan secara lengkap kepada Komisi III tentang soal ini. Kenapa? Supaya tidak ada tuduhan-tuduhan yang tadi itu, itu yang kami minta," tuturnya.