Bagikan:

JAKARTA - Taman Mini Indonesia Indah (TMII), objek wisata yang berada di Jakarta Timur, menjadi sorotan dalam sebulan terakhir. Selama hampir 46 tahun berdiri, ternyata TMII pernah diselimuti berbagai polemik. Mulai dari pembangunan ditentang, tak pernah setor pajak hingga akhirnya diambil alih oleh negara.

Dirangkum dari berbagai sumber, Senin 12 April, berikut polemik yang pernah menyelimuti TMII:

1. Pembangunannya ditentang

Konon, pembangunan TMII terinspirasi dari Disneyland. Tak sembarang tiru. Siti Hartinah alias Ibu Tien Soeharto ingin TMII jadi Disneyland dengan versi yang lebih spiritual. Dikutip dari situs Kemdikbud, konsep dasar tentang TMII di kepala Bu Tien adalah agar TMII jadi miniatur dari Indonesia dengan seluruh kekayaannya. Bu Tien ingin kebanggaan akan Indonesia tumbuh di dada setiap warga.

TMII mulai dibangun tahun 1972 dan diresmikan 20 April 1975. TMII dikelola di bawah Yayasan Harapan Kita, dengan Bu Tien sebagai ketuanya. Sejak kehendak proyek pembangunan TMII tercetus, muncul gelombang penolakan. Gagasan Bu Tien sempat ditentang oleh mahasiswa dan kalangan intelektual.

Muncul satu kelompok yang memberikan kritik paling keras terhadap gagasan Ibu Tien. Kelompok itu bernama Gerakan Penghematan atau yang disingkat Gepeng, yang beranggotakan 10 orang.

Apa yang dilakukan Bu Tien dianggap bertolak belakang dengan seruan Soeharto yang kala itu mewanti-wanti agar para kepala daerah dan segenap masyarakat berhemat.

"Jangan melakukan pemborosan-pemborosan karena sebagian besar rakyat masih hidup miskin," kata Soeharto dalam pertemuan bersama gubernur, merujuk Menyilang Jalan Kekuasaan Militer Otoriter (2004) oleh Rum Aly dan hatta Albanik.

Selain merogoh uang pusat dan urunan daerah, proyek TMII juga melibatkan banyak pihak lain. Konon, dana yang dibutuhkan saat itu berkisar di angka 100 hingga 300 juta dolar AS, dengan kurs sebesar Rp200 saat itu. Kabar ini sempat dibantah Bu Tien yang menyebut biaya pembangunan adalah Rp10 miliar.

2. Terancam disita perusahaan asal Singapura

Perusahaan asal Singapura Mitora Pte Ltd meminta Museum Purna Bhakti Pertiwi yang berlokasi di TMII untuk disita. Hal itu tercantum dalam gugatan Mitora yang dilayangkan kepada 5 anak Presiden Soeharto melalui Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).

"Sebidang tanah seluas +/- 20 Ha (lebih kurang dua puluh hektar) dan bangunan yang berdiri di atasnya beserta dengan seluruh isinya yang ada dan melekat serta menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan, yakni Museum Purna Bhakti Pertiwi dan Puri Jati Ayu," demikian bunyi gugatan tersebut, dikutip VOI, Senin, 12 April.

Perusahaan tersebut juga diketahui terlibat dalam proyek pengembangan TMII. Dikutip dari situs resmi PSUD, proyek tersebut merupakan pengembangan area TMII yang menyatukan seni dan teknologi. Desain proyek itu diterbitkan pada tahun 2014, yang mencatat Mitora sebagai klien.

Perusahaan itu melayangkan gugatannya pada Maret 2021 lalu. Nilai gugatan tersebut mencapai Rp584 miliar yang terdiri dari Rp84 miliar untuk membayar kewajiban dan Rp500 miliar sebagai ganti rugi immateriil.

Adapun gugatan Mitora yang dilayangkan kepada 5 anak Presiden Soeharto terdaftar dengan nomor 244/Pdt.G/2021/PN JKT.SEL. Pihak-pihak yang tergugat antara lain:

1. Yayasan Purna Bhakti Pertiwi

2. Ny Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana

3. Tn H. Bambang Trihatmodjo

4. Ny Siti Hediati Hariyadi

5. Tn H Sigit Harjojudanto

6. Ibu Siti Hutami Endang Adiningsih

3. Tidak bayar pajak

Pada Oktober 2018, Pemerintahan Kota Jakarta Timur menyegel beberapa bangunan yang dilaporkan menunggak pajak. Tunggakan tiga wahana TMII senilai Rp1,9 miliar tersebut tak kunjung dilunasi. Namun, kala itu Pemkot Jakarta Timur tidak menutup operasional 3 wahana tersebut, dan masih bisa dibuka untuk melayani pengunjung.

Berdasarkan data dari Suku Badan Pajak dan Retribusi Daerah Jakarta Timur, tunggakan pajak beberapa wahana di TMII sebesar Rp1,9 miliar. Rinciannya, tunggakan pajak Snowbay Rp871 juta, Teater Imax Keong Mas Rp386 juta, dan Taman Aquarium Air Tawar menunggak Rp360 juta. Kemudian Skylift kereta gantung menunggak Rp168 juta, Desa Wisata Rp74 juta, dan Sasono Langgeng Budoyo Rp79 juta.

Namun, manajemen Taman Mini Indonesia Indah (TMII) membantah tak pernah menyetorkan penghasilannya kepada negara. Audit badan pemeriksa keuangan (BPK) yang dilakukan terhadap TMII pada tahun 2018-2020 tidak menemukan kasus yang mengakibatkan kerugian negara.

Direktur Utama TMII Tanribali Lamo mengatakan pengelola tak mungkin melakukan hal-hal yang melanggar aturan lantaran diawasi oleh BPK. Apabila Taman Mini ada yang tidak melaksanakan setoran, bagi hasil, dan sebagainya, manajemen akan ditegur BPK. Sejauh ini BPK menyatakan tidak ada kerugian negara.

"Kalau kita simak pernyataan ini maka sebenarnya tidak ada lagi yang tidak pernah disetorkan kepada TMII sepanjang itu menjadi kewajiban TMII," katanya, dalam konferensi pers secara virtual, Minggu, 11 April.

4. Diambil alih negara

Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) mengambil alih pengelolaan TMII dari Yayasan Harapan Kita. Hal ini dilakukan setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengeluarkan Perpres Nomor 19 Tahun 2021.

Sekadar informasi, Yayasan Harapan Kita didirikan pada 23 Agustus 1968 oleh Siti Hartinah atau istri Presiden kedua RI Soeharto, Tien Soeharto. Saat ini yayasan dibina oleh Soehardjo, Bambang Trihatmodjo, dan Rusmono dan Siti Hardiyanti Indra Rukmana sebagai Ketua Umum.

"Intinya penguasaan dan pengelolaan Taman Mini Indonesia Indah dilakukan oleh Kemensetneg dan berarti ini juga berhenti pula pengelolaan yang selama ini dilakukan oleh Yayasan Harapan Kita," kata Menteri Sekretariat Negara (Mensesneg) Pratikno dalam konferensi pers yang digelar secara virtual, Rabu, 7 April.

Pratikno mengatakan, keputusan ini dilakukan lewat pembahasan yang cukup lama dan mendengarkan rekomendasi dari sejumlah pihak termasuk BPK.

"Jadi Yayasan Harapan Kita ini sudah hampir 44 tahun mengelola milik negara ini, yang tercatat di Kementerian Sekretariat Negara dan kami berkewajiban untuk melakukan penataan," ungkapnya

Setelah TMII diambil oleh Kemensetneg, kata Pratikno, pihaknya akan melakukan penataan sehingga kawasan seluas 1.467.704 meter persegi bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Menurutnya, hal semacam ini juga sudah pernah dilakukan terhadap Gelora Bung Karno (GBK) dan lapangan golf Kemayoran.

Ke depannya, kawasan ini juga akan dioptimalkan dengan berbagai fungsi. Selain untuk sarana edukasi, TMII juga akan menjadi taman bermain atau theme park dengan standar internasional.