Bagikan:

JAKARTA - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani buka suara terkait pembebasan bea masuk Impor susu sapi ke dalam negeri dari sejumlah negara seperti Australia dan Selandia Baru.

Askolani menjelaskan kebijakan penghapusan bea masuk karena dampak adanya perjanjian perdagangan antara Australia dan Selandia Baru. dengan Indonesia.

Seperti diketahui, Indonesia dan negara ASEAN telah sepakat menandatangani ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA).

Oleh sebab itu, Askolani membenarkan adanya pembebasan fasilitas perdagangan bebas antara negara-negara tertentu yang telah menyepakati perjanjian tersebut.

"Itu terkait sama FTA (Free Trade Agreement) perjanjian trade agreement ya, antara biasanya dengan ASEAN, dengan Australia, dengan New Zealand, jadi itu yang kita jalanin juga," kata Askolani di kantor pusat Ditjen Bea Cukai, Kamis, 14 November.

Meski demikian, Askolani menyampaikan terkait ketentuan bea masuk 0 persen untuk susu apakah perlu dikaji ulang hal tersebut perlu koordinasi dengan Ditjen Pajak Kemenkeu.

"Nanti teman-teman dari pajak ya," ujarnya.

Sebelumnya, Menteri Koperasi (MenKop) Budi Arie Setiadi mengungkapkan penyebab anjloknya harga susu dalam negeri. Dalam konferensi pers di kantornya, Budi menyebut Selandia baru dan Australia sebagai negara pengekspor susu memanfaatkan Perjanjian Perdagangan Bebas atau free trade agreement (FTA) dengan Indonesia, yang menghapuskan bea masuk pada produk susu sehingga membuat harga produk mereka menjadi 5 persen lebih rendah dari pengekspor susu global lainnya.

"Kedekatan mereka dengan Indonesia juga membuat harga susu mereka sangat kompetitif," ujar Budi dalam konferensi pers di Gedung Kemenkop, Senin, 11 November.

Berdasarkan data pemerintah Indonesia, impor susu terbesar di ndonesia saat ini dipegang oleh Selandia Baru dengan produksi susu sebesar 21,3 juta ton.

Budi melanjutkan, kondisi ini diperparah dengan para Industri Pengolahan Susu (IPS) yang mengimpor susu skim atau susu bubuk, alih-alih mengimpor susu segar yang menyebabkan para peternak sapi perah Indonesia mengalami kerugian.

Budi bilang, akibat membanjirnya produk susu dari Selandia Baru dan Australia, harga susu segar Indonesia anjlok ke angka Rp7.000 per liter dari harga keekonomian sebesar Rp9.000 per liter.

"Padahal secara kualitas, susu skim jauh di bawah susu segar karena sudah melalui berbagai macam proses pemanasan (ultra proses)," kata Budi.

Lebih lanjut, Budi juga mengungkapkan produksi susu di Tanah Air masih terbatas sehingga kegiatan impor masih perlu dilakukan.

Berdasarkan data, Budi bilang produksi susu sapi nasional hanya sebesar 837.223 ton atau baru mencapai 20 persen sedangkan 80 persen kebutuhan susu nasional dipenuhi melalui impor.

"Konsumsi susu nasional pada 2022 dan 2023 sebesar 4,4 juta ton dan 4,6 juta ton," imbuh Budi.

Untuk mengurangi ketergantungan pada impor tersebut ia menyebut diperlukan langkah-langkah strategis guna meningkatkan produktivitas peternakan dalam negeri, baik dari segi kualitas maupun kuantitas hasil susu.

"Kemenkop akan berkoordinasi dengan koperasi susu dan IPS untuk menjamin penyerapan produksI," tandas Budi.