JAKARTA - Limbah padat hasil pembakaran batu bara pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), boiler, dan tungku industri atau yang dikenal dengan FABA (Fly Ash dan Bottom Ash), dinilai cukup berpotensi untuk memberikan manfaat lebih secara ekonomi.
Akademisi Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Januarti Jaya Ekaputri mengatakan pihaknya menyambut baik inisiasi pemerintah yang mengeluarkan FABA dari daftar limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun).
“FABA sebenarnya adalah limbah yang bisa memberikan nilai tambah, baik sebagai baku konstruksi dan sumber material maju,” ujarnya dalam webinar Mengoptimalkan Manfaat FABA untuk Pembangunan Ekonomi yang diselenggarakan oleh PWI Jaya, Jumat, 9 April.
Menurut Januarti, penggunaan FABA untuk berbagai keperluan harus tetap menerapkan prinsip kehatian-hatian meskipun telah ada pengecualian dari daftar limbah B3.
“Pemanfaatan FABA sudah sering dibahas, digunakan untuk bahan baku berbagi produk dan ini nantinya bisa menopang sektor industri,” tuturnya.
Senada, Akademisi Masalah Lingkungan Hidup Fachrurrozie Sjarkowi menegaskan bahwa pada dasarnya limbah bahan industri memiliki dua sisi berbeda, yakni positif dan negatif. Adapun, terkait FABA ini dia menjelaskan jika manfaat besar bisa didapatkan apabila diolah dengan tepat guna.
“FABA dalam jangka panjang bisa menghasilkan sumber ekonomi baru dan membantu pemerintah dalam pembangunan infrastruktur karena limbah yang dimanfaatkan bisa untuk konstruksi,” katanya.
Dia juga menjelaskan Indonesia berpeluang sebagai salah satu negara pemanfaat FABA terbesar di dunia karena konsumsi batubara nasional cenderung cukup tinggi.
“Jadi kita harus bisa memiliki cara cerdas bagaimana mengoptimalkan agar bisa lebih bermanfaat. Hal ini sejalan dengan prinsip kelestarian alam karena memanfaatkan limbah, apalagi kita punya banyak PLTU,” sebutnya.
BACA JUGA:
Sebagai informasi, rata-rata penggunaan batubara untuk kegiatan produksi di dalam negeri mencapai 80 juta ton per tahun.
Dari jumlah tersebut, kadar limbah abu yang dihasilkan sekitar 8 hingga 10 persen. Artinya, ketersedian FABA nasional yang bisa dimanfaatkan sebesar 4,8 juta ton sampai dengan 8 juta ton setiap tahunnya.
Untuk diketahui, pemerintah baru-baru ini telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memuat arahan pengelolaan limbah B3 dan Non-B3 dari kegiatan pembakaran batubara (FABA).
Beleid itu sendiri merupakan turunan dari UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dirilis negara sebagai bagian dari kebijakan reformasi struktural di Indonesia.