FABA Berpotensi Jadi Primadona Baru dalam Pengembangan Industri
Ilustrasi batu bara (unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - FABA sebutan untuk limbah padat hasil pembakaran batu bara, dinilai cukup berpotensi dalam pengembangan industri nasional. Sehubungan dengan itu, pemerintah diminta untuk segera membuat petunjuk teknis (juknis) pemanfaatan FABA.

"Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia mengapresiasi dukungan jajaran PWI atas legalitas yang didapat FABA sebagai limbah yang tidak beracun, sebagaimana sudah ditetapkan oleh pemerintah," kata Ketua Umum Masyarakat Ketenagalistrikan  Indonesia (MKI), Wiluyo Kusdwiharto dalam diskusi webinar yang diselenggarakan PWI, Jumat, 9 April.

Webinar Forum PWI Jaya Series "Mengoptimalkan Manfaat FABA untuk Pembangunan Ekonomi" diselenggarakan di tengah meningkatnya perhatian tentang daya guna dari limbah batu bara tersebut. Khususnya setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang mengeluarkan limbah batu bara dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). 

Webinar Forum PWI Jaya Series "Mengoptimalkan Manfaat FABA untuk Pembangunan Ekonomi" 

PP tersebut merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Berdasarkan lampiran 14 PP Nomor 22 Tahun 2021 disebutkan, jenis limbah batu bara yang dihapus dari kategori limbah B3 adalah fly ash dan bottom ash

Dalam pemanfaatannya, FABA menjadi tumpuan untuk mendukung pengembangan industri. Termasuk industri berat, misalnya di sektor pertanahan.

"FABA tak hanya untuk dijadikan bahan paving-block atau batako, tetapi juga untuk industri-industri berat seperti bandara, atau konstruksi lainnya," imbuhnya.

Senada Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Kemaritiman dan Investasi, Dr.Ir. Nani Hendiarti, M.Sc, mengutarakan legalitas FABA sebagai bahan baku pembangunan dan pengembangan industri. 

Mengingat di banyak negara FABA sudah berpotensi menjadi primadona baru dalam pengembangan industri. Di mana limbah batu bara yang tidak termasuk bahan beracun berbahaya (B3). 

"FABA ini seperti Cinderella yang sedang menunggu pinangan seorang pangeran," ungkap Dosen ITS Dr.Eng.Januarti Jaya Ekaputri, ST, MT.

Sementara pengamat masalah lingkungan, Prof.Dr.Ir.H.Fachrurrozie Sjarkowi, M.Sc, menyatakan, geliat FABA sekarang ini menumbuhkan peluang sekaligus tantangan. Akademisi dari Unsri, Palembang, memaparkan beberapa hasil risetnya yang berhubungan dengan FABA. Hasil risetnya, antara lain, melegitimasi material FABA dapat dimaanfaatkan untuk pengembangan lingkungan. "Material FABA tidak berbahaya," tegas Fachrurrozie.

"Pemanfaatan FABA untuk bidang manufaktur dan infrastruktur memang tidak diragukan lagi," tegas Fachrurrozie. Tetapi, untuk bidang pertanian, masih harus dilakukan riset dan penelitian panjang.