Bagikan:

JAKARTA - Peneliti Utama Balai Besar Keramik Subari mengatakan Fly Ash dan Bottom Ash atau FABA yang dihasilkan dari limbah Pembangkit Listrik Tenaga Uap dapat diolah menjadi beragam produk diversifikasi bidang konstruksi.

"Selama ini industri konstruksi bertingkat masih menggunakan split batu gunung, jika itu terus dilakukan batu itu akan habis sehingga kami membuat artifisial split atau split buatan yang menggunakan FABA," kata Subari dalam keterangannya di Jakarta, dikutip dari Antara, Kamis 1 April.

Balai Besar Keramik telah bekerjasama dengan PT Indonesia Power dalam melakukan berbagai penelitian tentang pemanfaatan FABA sejak belasan tahun silam. Pada 2006, campuran 50 persen Fly Ash dan 20 persen Bottom Ash dari PLTU Paiton dapat dibuat bata beton untuk pasangan dinding.

Penelitian selanjutnya dengan komposisi 25 persen Fly Ash yang dicampur tanah liat di PLTU Suralaya bisa dibuat genteng keramik. Komponen pasir silika yang banyak terkandung pada FABA menjadikan komoditas ini kian familiar dalam industri konstruksi, terlebih saat pemerintah mengeluarkan FABA dari daftar limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) pada 2 Februari 2021.

FABA bisa dimanfaatkan untuk produk industri keramik dan industri beton yang kualitas produknya memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

"Ketika kami bekerjasama dengan PLTU, Kami sudah membuat diversifikasi produk berbasis FABA di antaranya paving block, tetrapod untuk penahan pantai, ubin tembus air, maupun conblock," kata Subari.

Bahkan industri Semen Gresik dan Semen Cap Gajah, lanjut Subari, juga sudah menggunakan FABA sebagai bahan campuran dalam pembuatan semen.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan pemerintah saat ini sedang melakukan penyusunan regulasi terkait pengelolaan dan penggunaan FABA untuk kepentingan industri turunan.

"Kami sedang melakukan finalisasi standar operasional prosedur penggunaan dan pengelolaan FABA supaya nanti bisa dikelola dengan baik," kata Rida Mulyana.