Bagikan:

JAKARTA - Nilai tukar rupiah pada perdagangan Kamis, 31 Oktober 2024 diperkirakan akan bergerak menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS).  

Mengutip Bloomberg, nilai tukar Rupiah hari Rabu, 30 Oktober 2024, Kurs rupiah di pasar spot ditutup naik 0,42 persen di level Rp15.705 per dolar AS. Sementara, kurs rupiah Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) ditutup menguat 0,18 persen ke level harga Rp15.732 per dolar AS. 

Direktur PT.Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyampaikan pasar juga waspada sebelum serangkaian isyarat tentang ekonomi AS dan suku bunga dalam beberapa hari mendatang.

Selain itu, data produk domestik bruto kuartal ketiga akan dirilis pada hari Kamis, sementara data indeks harga PCE, pengukur inflasi pilihan Federal Reserve dan data penggajian nonpertanian akan dirilis pada hari Jumat. 

"Data tersebut muncul beberapa hari sebelum pertemuan Fed, di mana bank sentral secara luas diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin," ujarnya dalam keterangannya dikutip, Kamis, 31 Oktober.  

Ibrahim menjelaskan ketegangan di Timur Tengah juga masih terjadi, mengingat Iran masih bersumpah untuk membalas serangan Israel baru-baru ini. Israel juga terus melakukan pemboman dan serangan terhadap Hamas dan Hizbullah, yang menghadirkan ruang lingkup terbatas untuk de-eskalasi dalam konflik tersebut. 

Sementara dari dalam negeri, Ekonom memprediksikan utang pemerintah di era Prabowo Subianto berpotensi semakin bertambah besar menjadi Rp12.893,96 triliun dalam lima tahun mendatang. Berdasarkan dokumen World Economic Outlook (WEO) yang dirilis oleh International Monetary Fund (IMF) edisi Oktober 2024. 

Ekonom menilai proyeksi dari lembaga internasional tersebut memang melihat adanya penurunan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2029 menjadi 39,57 persen. Posisi utang pemerintah diproyeksikan meningkat secara nominal walaupun rasionya stabil selayaknya posisi saat ini yang per Agustus 2024 sebesar 38,49 persen. 

Meningkatnya utang tersebut tidak lain berasal dari peningkatan belanja, sementara pendapatan stagnan. Alhasil, defisit akan terus meningkat secara nominal.  Tercatat dari proyeksi IMF bahwa pendapatan negara diproyeksikan meningkat secara nominal namun stagnan  Sedangkan, persentasenya atas PDB pada periode 2025-2029 di kisaran 14,5 persen. Belanja negara juga diproyeksikan meningkat secara nominal dan stagnan rasionya di ksiaran 17 persen. 

Utang pemerintah tidak mungkin berkurang karena utang saat ini pun pemerintah bayar dengan penarikan utang baru.  Dari sisi yang lain, proyeksi dari IMF tersebut sekaligus persuasi kepada pemerintah untuk lebih melakukan disiplin belanja.  Pasalnya, proyeksi tersebut diyakini belum mempertimbangkan penambahan belanja yang signifikan oleh Prabowo.  

Sebelumnya, posisi utang pemerintah mencapai Rp8.461,93 triliun per 31 Agustus 2024 atau setara 38,49 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut turun sekitar Rp40,76 triliun dibandingkan posisi utang pemerintah pada bulan sebelumnya atau Juli 2024 sebesar Rp8.502,69 triliun. Komposisi utang pemerintah terdiri atas Rp7.452,65 triliun dari surat berharga negara (SBN) dan pinjaman Rp1.009,37 triliun.  

Ibrahim memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif namun ditutup menguat pada perdagangan Kamis, 31 Oktober 2024 dalam rentang harga Rp15.650 - Rp15.720 per dolar AS.