Bagikan:

JAKARTA - Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Mineral dan Batu bara (PPNS Ditjen Minerba) Kementeriam Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan penyelidikan terhadap penambangan tanpa izin di Dusun l Desa Bekulap, Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Tim yang dipimpin Sekretaris PPNS Ditjen Minerba, Sulistiyohadi menindaklanjuti laporan masyarakat tentang tindakan yang menghalangi aktivitas badan usaha yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), sehingga tidak bisa menjual materialnya.

Tim ternyata menemukan adanya aktivitas penambangan tanpa izin, yang diduga sudah berjalan lama di lokasi tersebut

“Setelah pengecekan, ternyata ditemukan kasus lain berupa kegiatan penambangan tanpa izin, yang berjarak 200 meter dari lokasi penambangan pemilik IUP," ujarnya yang dikutip Selasa, 29 Oktober.

Lebih lanjut, ia menambahkan, saat melakukan pemeriksaan di lokasi, pihaknya sudah tidak menemukan para pelaku penambangan.

Tim PPNS Ditjen Minerba hanya menemukan peralatan pertambangan, dump truk, eskavator, bekas aktivitas, hasil penyaringan batuan dan pasir, serta hasil pengolahannya.

Jika dilihat dari bekas yang ada serta barang bukti, penambangan tanpa izin tersebut sudah berlangsung lebih dari satu tahun.

Tim PPNS Ditjen Minerba langsung memasang papan larangan di tiga titik.

Pemasangan papan larangan merupakan upaya preventif terhadap penindakan, karena terdapat barang bukti.

“Jika upaya penambangan tersebut masih terus dilakukan dan dilanggar, maka akan ditindaklanjuti dengan penyelidikan dan penyidikan oleh PPNS Mineral dan Pertambangan," tegas Sulistiyohadi.

Sulistyohadi juga mengimbau kepada pemilik tambang segera mengurus perizinan kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Perizinan komoditi pasir batuan sudah didelegasikan ke pemerintah provinsi setempat.

Sulistyohadi menegaskan, pemerintah dirugikan dua kali bila terdapat penambangan tanpa izin.

Kerugian pertama karena hilangnya cadangan sumber daya pasir sirtu, kehilangan material sirtu, serta pajak yang seharusnya disetorkan ke negara.

“Ada dua pelanggaran pidana terhadap Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009, yakni pencemaran dan pidana karena kerusakan Lingkungan," tandas Sulistyohadi.