Bagikan:

JAKARTA - Mahasiswa S3 Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (UI) Bahlil Lahadalia mengungkapkan fakta menarik terkait imbas hilirisasi yang dilakukan di wilayah sekitar Morowali.

Melalui Disertasinya yang berjudul Kebijakan, Kelembagaan, dan Tata Kelola Hilirisasi Nikel yang Berkeadilan dan Berkelanjutan di Indonesia, Bahlil menunjukkan bahwa hilirisasi membawa dampak buruk bagi kesehatan masyarkat sekitar kawasan industri.

Berdasarkan data yang dipaparkan, prevalensi Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Sulawesi Tengah, khususnya di Morowali telah mencapai 54 persen akibat hilirisasi yang dijalankan di lingkungan Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP).

"Saya harus sampaikan ini, kesehatan ISPA di Sulawesi Tengah, khususnya di Morowali itu 54 persen kena semua. Sementara di Halmahera Tengah, jauh lebih baik," ujar Bahlil dalam Sidang Terbuka Promosi Doktor di Makara Art UI, yang dikutip Kamis, 17 Oktober.

Bahlil mengemukakan sejatinya tidak ada yang bisa disalahkan dari meroketnya angka prevalensi ISPA ini lantaran hilirisasi merupakan hal baru dilakukan di Indonesia sehingga pasti ada kekurangan yang harus menjadi bahan pelajaran untuk mengambil kebijakan di kemudian hari.

"Kita tidak bisa menyalahkan kenapa di Morowali seperti ini karena ini adalah barang baru. Kita selama ini bicara hilirisasi, hilirisasi, hilirisasi, tapi belum ada yang berani melakukan," kata Bahlil.

Adapun hasil penelitian yang dilakukan Bahlil Lahadalia dalam studi doctoral bidang Kajian Stratejik Glonal menunjukkan empat masalah utama dari dampak hilirisasi yang membutuhkan penyesuaian kebijakan.

Empat masalah tersebut adalah ketidakadilan dana transfer daerah, keterlibatan pengusaha daerah yang minim, keterbatasan partisipasi perusahaan Indonesia dalam sektor hilirisasi bernilai tambah tinggi, serta belum adanya rencana diversifikasi pasca-tambang.

Sebagai peneliti Bahlil Lahadalia juga menekankan pentingnya pembentukan Satuan Tugas yang dapat mengorkestrasikan implementasi kebijakan hilirisasi untuk menjadi lebih efektif.

"Lembaga tersebut perlu mendapat mandat dari presiden sehingga berwenang melakukan koordinasi seluruh pihak baik pemerintah maupun pelaku usaha dan mobilisasi sumber daya untuk menyukseskan hilirisasi," ujar Bahlil.