Bagikan:

JAKARTA - Dampak kabut asap imbas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang meningkat signifikan dibandingkan tahun lalu di sejumlah kota di Indonesia wajib dibarengi dengan peningkatan pelayanan fasilitas kesehatan (faskes) menyusul banyaknya kasus ISPA yang diduga disebabkan karena kabut asap, khususnya pada anak.

Diketahui sejak Agustus kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan, Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, sampai Papua sudah masuk dalam tahap krisis. Seperti di Kalimantan Barat, hingga kini karhulta masih terus terjadi. Karena kondisi makin rawan, Kalbar lalu menetapkan status tanggap darurat bencana asap. Kalimantan Tengah juga melakukan hal serupa.

Dampak Karhutla yang terus meluas juga ikut dirasakan hingga negara tetangga. Bahkan Pemerintah Malaysia melayangkan surat protes kepada Pemerintah karena kabut asap imbas karhutla di wilayah Indonesia sudah melewati batas negara.

Sementara itu, kabut asap juga berdampak pada kesehatan khususnya penyakit saluran pernapasan seperti ISPA yang sangat berdampak buruk bagi kesehatan anak. Puan mengingatkan agar Pemerintah tak menganggap sepele dampak dari karhutla yang terjadi.

“Masalah Karhutla sendiri dapat dikategorikan bencana besar karena dampaknya yang signifikan kepada masyarakat, termasuk dalam hal kesehatan,” kata Ketua DPR RI Puan Maharani, Kamis 11 Oktober.

Di Kota Jambi, jumlah kasus ISPA pada bulan Juli mencapai 5.310 kasus sementara bulan Agustus meningkat menjadi 5.477. Mayoritas yang mengalami ISPA di wilayah tersebut merupakan anak usia di atas lima tahun yang sensitif mengidap penyakit itu.

Kemudian menurut catatan Dinas Kesehatan Banjarbaru, Kalimantan Selatan juga terjadi peningkatan kasus ISPA Juli 2023 sebanyak 2.793 kasus dan meningkat menjadi 3.635 kasus pada Agustus 2023.

Melihat meningkatnya kasus ISPA di sejumlah daerah, Puan mendesak Pemerintah untuk meningkatkan upaya penanganan kesehatan khususnya bagi anak-anak yang terdampak.

"Pemerintah harus memastikan ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai bagi masyarakat, terutama dalam menghadapi peningkatan jumlah pasien ISPA," terang Puan.

Bukan hanya itu, mantan Menko PMK ini menilai penting untuk memastikan bahwa fasilitas kesehatan ditingkatkan baik dari segi tenaga medis, obat-obatan, maupun peralatan medis untuk menghadapi peningkatan kasus ISPA. Puan mengatakan, keselamatan warga harus menjadi prioritas.

"Hal ini adalah tindakan mendesak yang harus diambil untuk melindungi kesehatan anak-anak kita. Pemerintah harus melakukan gerak cepat dalam memberikan pelayanan yang maksimal bagi kesehatan masyarakat," urainya.

Di sisi lain, Puan mengungkapkan penyakit gangguan saluran pernapasan seperti ISPA bukan hanya akan berdampak pada masalah kesehatan fisik. Ia menyebut, ISPA pun dapat menganggu perkembangan psikologis dan sosialisasi anak-anak.

"Mereka harus berjuang melawan penyakit yang dapat menghambat perkembangan fisik dan psikologis mereka. Anak-anak juga menghadapi kesulitan dalam bersekolah dan bersosialisasi, yang seharusnya menjadi hak mereka untuk menikmati masa kanak-kanak mereka dengan bebas," papar Puan.

Karhutla sendiri telah menyebabkan sejumlah daerah memberlakukan sekolah jarak jauh, seperti saat pandemi Covid-19. Puan menilai, aspek kognitif dan sosial pastinya ikut berdampak dengan adanya kebijakan tersebut.

“Maka penting sekali agar permasalahan karhutla cepat diatasi, karena dampaknya sangat nyata ke masyarakat,” sebutnya.

Puan mengimbau Pemerintah pusat dan daerah perlu memberikan edukasi dan sosialisasi akan dampak kabut asap terhadap gangguan kesehatan. Ia juga mengimbau agar masyarakat yang berada di lingkaran kabut asap agar menggunakan masker sebagai pelindungan diri.

"Perlu ditingkatkan pengawasan dan edukasi kepada masyarakat tentang cara melindungi diri dari dampak kabut asap dan menghindari ISPA," terang Puan.