Bagikan:

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan pemerintah Indonesia sudah tidak ingin berlama-lama membahas perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif RI-Uni Eropa (IEU-CEPA) dengan pihak komisi Uni Eropa.

Airlangga mengatakan, pemerintah Indonesia memiliki batasan dalam menanti kepastian hasil perundingan IEU-CEPA.

Dalam perundingan kali ini, ungkapnya, Indonesia akan menegaskan posisinya dan memberikan ultimatum atau peringatan ke Uni Eropa.

Sekadar informasi, perundingan IEU-CEPA ini sudah memasuki putaran ke-19 sejak 18 Juli 2026 silam. Artinya, perundingan IEU-CEPA sendiri sudah berlangsung selama 9 tahun.

“Ini perundingan ke-19 dan nanti saya akan tegaskan, kalau Eropa terus pindah gawangnya (isunya), ada batasnya,” ucapnya saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Rabu, 25 September.

Sementara itu, Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan, Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR) menjadi salah satu pembahasan dalam perundingan IEU-CEPA.

Lebih lanjut, Djatmiko mengatakan, pembahasan EUDR berlangsung alot sebab Uni Eropa memiliki komitmen kuat terhadap isu keberlanjutan.

Karena itu, Indonesia dan Uni Eropa saat ini sedang berupaya mencari jalan tengah terkait kesepakatan isu anti deforestasi ini.

“Terus terang kita belum mendapatkan komitmen yang konkret dari pihak Uni Eropa terhadap hal ini (isu anti deforestasi),” kata Djatmiko.

Djatmiko mengatakan, Indonesia saat ini terus berupaya agar produk pertanian yang terdampak kebijakan anti deforestasi bisa tetap diterima pasar Uni Eropa. Seperti sawit, kakao, karet, dan kayu.

“Tapi sekali lagi, ini masih belum belum. Saya enggak tahu dan enggak bisa memprediksi seperti apa, karena masih dalam pembicaraan yang terkini,” ucapnya.