Bagikan:

CIKARANG UTARA - Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan ingin perundingan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif RI-Uni Eropa (IEU-CEPA) selesai lebih cepat.

Dia bilang, Indonesia sudah memenuhi banyak permintaan, namun belum juga ada kepastian.

Seperti diketahui, perundingan IEU-CEPA ini sudah memasuki putaran ke-19 sejak 18 Juli 2026 silam.

Artinya, perundingan ini sudah berlangsung selama 9 tahun. Terbaru, ada pertemuan untuk mengakselerasi perundingan, meski masih menemui hambatan pada isu deforestasi.

“Sudah dilaporkan, kita kasih tahu, silakan, kita sudah banyak memenuhi permintaan kalau nambah lagi, nambah lagi (permintaan Eropa) tentu repot ya,” katanya, di Cikarang Utara, Bekasi, Kamis, 26 September.

Pria yang akrab disapa Zulhas ini berharap perundingan itu bisa selesai lebih cepat. Artinya, kedua pihak bisa menyepakati dokumen perjanjian yang sudah dibahas sejak lama itu.

“Kita ingin IEU-CEPA selesai, tapi kan tergantung sananya juga kan. Ya tapi memang kalau kita mau, sananya enggak mau ya kan enggak bisa,” ujarnya.

Menurut Zulhas, perundingan kemungkinan akan lebih alot lagi di masa pemerintahan mendatang. Mengingat produksi minyak kelapa sawit Indonesia akan digiring ke peningkatan biodiesel atau B50 di era Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

“Kita kasih tahu, karena kalau pemerintahan baru nanti akan lebih sulit lagi saya kira. Pak Prabowo kan tahu sendiri, Pak Prabowo ingin agar CPO jadi B50 kan, jadi kita penuhi soal CPO, gak penting lagi ini,” tuturnya.

Sebelumnya diberitakan, Dirjen Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Djatmiko Bris Witjaksono mengatakan, Undang-Undang Anti Deforestasi Uni Eropa (EUDR) menjadi salah satu pembahasan dalam perundingan IEU-CEPA.

Djatmiko mengatakan, pembahasan EUDR berlangsung alot sebab Uni Eropa memiliki komitmen kuat terhadap isu keberlanjutan. Karena itu, Indonesia dan Uni Eropa saat ini sedang berupaya mencari jalan tengah terkait kesepakatan isu anti deforestasi ini.

“Terus terang kita belum mendapatkan komitmen yang konkret dari pihak Uni Eropa terhadap hal ini (isu anti deforestasi),” kata Djatmiko.

Dia mengatakan, Indonesia saat ini terus berupaya agar produk pertanian yang terdampak kebijakan anti deforestasi bisa tetap diterima pasar Uni Eropa. Seperti sawit, kakao, karet, dan kayu.

“Tapi sekali lagi, ini masih belum belum. Saya enggak tahu dan enggak bisa memprediksi seperti apa, karena masih dalam pembicaraan yang terkini,” ucapnya.