Bagikan:

JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menginginkan Indonesia bisa mengatur harga acuan komoditas tambang dunia. Adapun komoditas yang dimaksud mencakup batu bara, nikel, hingga timah.

Selama ini, sambung Bahlil, harga sejumlah komoditas tambang mineral dan batu bara diatur oleh negara lain. Padahal, Indonesia kaya akan seluruh komoditas tadi.

Atas dasar itu, Bahlil ingin harga batu bara, nikel, hingga timah diatur oleh pemerintah Indonesia. Artinya, Indonesia tidak lagi bergantung pada penetapan harga oleh negara lain.

“Saya pastikan, untuk harga timah, harga batu bara, harga nikel ke depan harus ditentukan oleh Pemerintah Republik Indonesia,” ujar Bahlil dalam acara Green Initiative Converence di Hotel Borobudur, Jakarta, Rabu, 25 September.

“Saya tidak mau negara ini diatur oleh orang lain. Yang tahu tujuan negara ini adalah kita. Pemerintah dan rakyat bangsa Indonesia,” tegasnya.

Saat pertama ditunjuk menjadi Menteri ESDM, sambung Bahlil, dirinya menyoroti pasar komoditas tambang itu dikuasai oleh asing.

“Market-nya dikuasai oleh luar. Harga batu bara, harga nikel, harga timah ditentukan oleh negara lain. Saya begitu masuk di Kementerian ESDM, saya bilang kita yang bodoh atau mereka yang lebih pintar?,” ujar Bahlil.

Sebelumnya diberitakan, BUMN Holding Industri Pertambangan Indonesia (MIND ID) memasang target untuk menjadi pemimpin pasar sekaligus penentu harga komoditas di pasar global atau global price setter.

Direktur Utama MIND ID, Hendi Prio Santoso mengatakan pihaknya optimistis bisa meraih target tersebut. Sebab, Indonesia memiliki cadangan mineral dan batu bara yang besar.

Selain itu, kata Hendi, Indonesia juga mampu membentuk aliansi strategis yang dapat mendukung upaya pengaturan harga di masa depan.

“Kami berharap, dalam waktu yang tidak terlalu lama, kami dapat menjadi global price setter. Ini adalah salah satu tujuan utama yang kami capai bersama di Grup MIND ID,” katanya dalam keterangan resmi, Jumat, 13 September.

Saat ini, sambung Hendi, Indonesia masih mengacu pada indeks komoditas dari negara lain. Salah satunya, dalam produk batu bara.

“Indonesia masih bergantung pada indeks dari Australia atau negara lainnya. Padahal, Indonesia sendirinya adalah produsen terbesar batu bara dunia hingga saat ini,” tuturnya.