Bagikan:

JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, ekspor produk perikanan RI ke Rusia mencapai 25,38 juta dolar AS sepanjang 2023.

"Dengan komoditas utama antara lain adalah udang sebesar 11,53 juta dolar AS atau 45 persen dari total ekspor ke Rusia," ujar Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) Budi Sulistyo dalam konferensi pers di kantor KKP, Jakarta, Selasa, 24 September.

Budi menambahkan, komoditas lain yakni rumput laut berkontribusi sebesar 5,87 juta dolar AS atau sekitar 23,1 persen dan komoditas hati-telur ikan menyumbang 5,25 juta dolar AS atau sekitar 20,7 persen.

Sedangkan, impor perikanan Rusia sebesar 1,73 miliar dolar AS atau setara dengan 0,9 persen dari total impor perikanan dunia. Impor perikanan Rusia pada 2023 didominasi komoditas trout dan salmon dengan proporsi 39,4 persen diikuti udang 20,2 persen dan rumput laut 8,6 persen.

Dia menjelaskan, supplier utama Rusia pada 2023 adalah Chili dengan pangsa sebesar 22,5 persen. Sedangkan Indonesia masih berada di peringkat 12 dengan pangsa 1,5 persen.

"Ini masih perlu kami upayakan, kami dorong bersama untuk meningkatkan ekspor ke sana (Rusia)," katanya.

Di samping itu, perdagangan produk perikanan Indonesia ke Rusia terbilang masih defisit selama dua tahun berturut-turut. Budi bilang, Indonesia mengalami defisit sebanyak 42,42 juta dolar AS pada 2022 dan di 2023 nilai defisitnya mencapai 15,5 juta dolar AS.

"Kalau kami lihat dari neraca perdagangan, produk perikanan Indonesia ke Rusia (selama) 2022-2023 kondisinya masih defisit. Dari neraca tersebut, maka kami pelajari masing-masing defisit adalah 42,42 juta dolar AS pada 2022 dan 15,5 juta dolar AS pada 2023," tuturnya.

Menurut Budi, kondisi geopolitik Rusia-Ukraina yang memanas menjadi salah satu kendala berpengaruh terhadap jalur perdagangan. Selain itu, dia menjelaskan, bahwa produk perikanan RI tidak bisa bersaing dengan negara-negara yang mempunyai jalur pengiriman lebih efisien.

"Di perkembangan terakhir, kalau saya tidak salah ada embargo untuk pengiriman ke sana (Rusia) dari negara-negara Eropa. Sementara ini bulan September-Oktober itu musim dingin datang, maka ada kebutuhan untuk memanaskan tubuh salah satunya adalah protein," jelas dia.

Lebih lanjut, Budi menilai, hal ini bisa menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk mengirimkan sampel dengan harapan dapat menjadi penguatan untuk produk Indonesia dapat diterima di Rusia.

"Ini jadi kesempatan kami untuk sekarang segera mengirimkan sampel. Kami akan mengirimkan sampel yang diminta. Semoga dari sampel ini menjadi satu penguatan, ternyata produk Indonesia bisa masuk dan diterima di sana," pungkasnya.